Harga TBS Terus Merosot, Petani Sawit di Kobar Terancam Bangkrut
loading...
A
A
A
KOTAWARINGIN BARAT - Nasib petani sawit di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalteng kini diujung tanduk. Sebab harga tandan buah segar (TBS) sawit terus merosot.
Ditambah lagi, saat ini harga BBM dan bahan pokok juga mengalamu penaikan signifikan. Hal ini dipastikan aman membuat para petani bangkrut.
Untuk itu pemerintah daerah dan pusat diminta bijak untuk mengatasi hal ini. Mengingat sebagian besar di Kobar ini banyak masyarakat yang menggantungkan ekonominya dari kebun sawit.
Anggota DPRD Kobar, Sutiayana mengungkapkan, memang pemerintah daerah tidak bisa berbuat banyak soal turunnya harga sawit dan itu kebijakan pemerintah pusat. Namun Pemda juga harus berbuat dan mendorong masalah tersebut agar kebijakan pemerintah pusat bisa dievaluasi.
"Saya sangat khawatir jika kondisi seperti ini terus, akan terjadi gejolak di masyarakat petani sawit. Pasalnya harga BBM dan bahan pokok sekarang melambung. Maka Pemerintah Daerah sendiri harus mendorong dan berbuat apapun, untuk mempengaruhi pemerintah pusat agar kebijakannya dievaluasi kembali," kata Sutiyana.
Ia menilai, saat ini gejolak di petani belum terlalu tampak. Akan tetapi, jika dua sampai tiga bulan ke depan masih seperti ini, maka kondisinya sangat mengkhawatirkan.
"Kalau saat ini, petani sawit masih ada cadangan saldo atau simpanan dari hasil penjualan TBS saat harga tinggi kemarin. Tapi jika terus begini, nasib petani sawit diujung tanduk. Sebeb ketika BBM naik, mala jasa transportasi buah ke PKS naik, bapok naik, secara otomatis harga beli TBS terjun," sebutnya.
Baca: Suami Nafsu Tinggi, Istri Paksa Gadis Belia untuk Dicabuli.
Merosotnya harga TBS akan berdampak kemana - mana, termasuk penjual pupuk. Petani otomatis tidak mampu beli pupuk dengan harga TBS yang anjlok. Nasib penjual pupuk pun terancam bangkrut. "Jadi dampaknya akan luas, ketika daya beli masyarakat turun karena merosotnya ekonomi," katanya.
Baca Juga: Mahasiswa FKIP Universitas Haluoleo Protes Dugaan Pelecehan.
Saat ini, harga TBS dipetani paling bagus diangkat Rp 700 per Kg, tetapi banyak yang dibawah harga itu. Semoga, persoalan ini terus disuarakan dan mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat.
Ditambah lagi, saat ini harga BBM dan bahan pokok juga mengalamu penaikan signifikan. Hal ini dipastikan aman membuat para petani bangkrut.
Untuk itu pemerintah daerah dan pusat diminta bijak untuk mengatasi hal ini. Mengingat sebagian besar di Kobar ini banyak masyarakat yang menggantungkan ekonominya dari kebun sawit.
Anggota DPRD Kobar, Sutiayana mengungkapkan, memang pemerintah daerah tidak bisa berbuat banyak soal turunnya harga sawit dan itu kebijakan pemerintah pusat. Namun Pemda juga harus berbuat dan mendorong masalah tersebut agar kebijakan pemerintah pusat bisa dievaluasi.
"Saya sangat khawatir jika kondisi seperti ini terus, akan terjadi gejolak di masyarakat petani sawit. Pasalnya harga BBM dan bahan pokok sekarang melambung. Maka Pemerintah Daerah sendiri harus mendorong dan berbuat apapun, untuk mempengaruhi pemerintah pusat agar kebijakannya dievaluasi kembali," kata Sutiyana.
Ia menilai, saat ini gejolak di petani belum terlalu tampak. Akan tetapi, jika dua sampai tiga bulan ke depan masih seperti ini, maka kondisinya sangat mengkhawatirkan.
"Kalau saat ini, petani sawit masih ada cadangan saldo atau simpanan dari hasil penjualan TBS saat harga tinggi kemarin. Tapi jika terus begini, nasib petani sawit diujung tanduk. Sebeb ketika BBM naik, mala jasa transportasi buah ke PKS naik, bapok naik, secara otomatis harga beli TBS terjun," sebutnya.
Baca: Suami Nafsu Tinggi, Istri Paksa Gadis Belia untuk Dicabuli.
Merosotnya harga TBS akan berdampak kemana - mana, termasuk penjual pupuk. Petani otomatis tidak mampu beli pupuk dengan harga TBS yang anjlok. Nasib penjual pupuk pun terancam bangkrut. "Jadi dampaknya akan luas, ketika daya beli masyarakat turun karena merosotnya ekonomi," katanya.
Baca Juga: Mahasiswa FKIP Universitas Haluoleo Protes Dugaan Pelecehan.
Saat ini, harga TBS dipetani paling bagus diangkat Rp 700 per Kg, tetapi banyak yang dibawah harga itu. Semoga, persoalan ini terus disuarakan dan mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat.
(nag)