Pak Camat dan Jejak Perjuangan Tracing Data Covid-19 yang ‘Gaib’
loading...
A
A
A
Camat Genteng Linda Novanti menjelaskan, data yang ia terima dari provinsi melalui Dinas Kesehatan Surabaya tidak sesuai dengan kependudukan warganya. Bahkan, pernah ada dua nama yang usianya beda pula. Namun, tertulis di alamat yang sama.
Setelah dilakukan pelacakan dengan pihak puskesmas dan jajarannya, ternyata dua nama itu hanya ada satu orang yang sama, dan sudah tidak tinggal di Kota Surabaya. “Setelah kita sisir, ternyata orang tersebut hanya ada satu orang dan sudah tidak tinggal di Surabaya selama tiga bulan,” jelasnya.
Warga tersebut mengakui sudah bekerja di luar kota dan pulang ke Surabaya hanya untuk menjalani pengobatan. “Artinya, di sini hanya ada satu warga, bukan dua. Tapi data yang kami terima itu ada dua orang. Datanya itu tertulis double. Kami sudah lakukan verifikasi dan sudah beres,” ungkapnya.
Kisah yang sama juga dialami Camat Wonokromo, Tomi Ardiyanto. Ia mengakui sering menemukan data tidak singkron antara KTP yang terdaftar dengan domisili berbeda, seperti yang dialaminya ketika mencari data warga bernisial A. Setelah ditelusuri, ternyata warga tersebut sudah 30 tahun tidak tinggal di Surabaya.
“Dan itu seringkali kami temukan. Kami butuh waktu untuk menemukan pergerakan orang itu. Karena secara administrasi kependudukannya itu ada. Tapi tidak tinggal di sana, dan kami sudah tanyakan kepada warga setempat, RT/RW dan juga tetangga dekatnya,” katanya.
Setelah melakukan verifikasi data tapi tidak ditemukan, maka langkah berikutnya adalah membuat berita acara atau surat keterangan. Dalam surat keterangan tersebut dilaporkan bahwa warga atas nama A itu tidak ada dalam wilayahnya itu.
“Kadang juga ada rumahnya yang kosong. Jadi, surat itulah yang menjadi dasar pemerintah kota kalau sudah melakukan verifikasi dan klarifikasi tentang keberadaan pasien konfirmasi Covid-19 itu,” lanjutnya.
Setelah dilakukan pelacakan dengan pihak puskesmas dan jajarannya, ternyata dua nama itu hanya ada satu orang yang sama, dan sudah tidak tinggal di Kota Surabaya. “Setelah kita sisir, ternyata orang tersebut hanya ada satu orang dan sudah tidak tinggal di Surabaya selama tiga bulan,” jelasnya.
Warga tersebut mengakui sudah bekerja di luar kota dan pulang ke Surabaya hanya untuk menjalani pengobatan. “Artinya, di sini hanya ada satu warga, bukan dua. Tapi data yang kami terima itu ada dua orang. Datanya itu tertulis double. Kami sudah lakukan verifikasi dan sudah beres,” ungkapnya.
Kisah yang sama juga dialami Camat Wonokromo, Tomi Ardiyanto. Ia mengakui sering menemukan data tidak singkron antara KTP yang terdaftar dengan domisili berbeda, seperti yang dialaminya ketika mencari data warga bernisial A. Setelah ditelusuri, ternyata warga tersebut sudah 30 tahun tidak tinggal di Surabaya.
“Dan itu seringkali kami temukan. Kami butuh waktu untuk menemukan pergerakan orang itu. Karena secara administrasi kependudukannya itu ada. Tapi tidak tinggal di sana, dan kami sudah tanyakan kepada warga setempat, RT/RW dan juga tetangga dekatnya,” katanya.
Setelah melakukan verifikasi data tapi tidak ditemukan, maka langkah berikutnya adalah membuat berita acara atau surat keterangan. Dalam surat keterangan tersebut dilaporkan bahwa warga atas nama A itu tidak ada dalam wilayahnya itu.
“Kadang juga ada rumahnya yang kosong. Jadi, surat itulah yang menjadi dasar pemerintah kota kalau sudah melakukan verifikasi dan klarifikasi tentang keberadaan pasien konfirmasi Covid-19 itu,” lanjutnya.
(msd)