Pak Camat dan Jejak Perjuangan Tracing Data Covid-19 yang ‘Gaib’

Kamis, 25 Juni 2020 - 15:36 WIB
loading...
Pak Camat dan Jejak...
Para camat di Kota Surabaya menjelaskan tentang data pasien Covid-19 yang dobel dan ‘gaib’ di Surabaya.Foto/SINDONews/Aan haryono
A A A
SURABAYA - Pandemi Covid-19 tak hanya dokter dan perawat yang ada di garda depan, para camat yang ada di berbagai wilayah juga menjadi ujung tombak. Mereka menjadi tim pemburu warga ketika proses tracing dilakukan untuk mencari jejak penularan.

Matahari belum terlihat di ufuk timur ketika Camat Tambaksari, Ridwan Mubarun berangkat dari rumahnya. Tumpukan data sudah berada di meja, deretan nama dan alamat yang teracak harus segera diselesaikan dalam waktu yang cepat.

Masker sudah melekat dan sarung tangan yang kencang melancarkan kakinya untuk segera beranjak ke berbagai puskesmas. Ada salah seorang warganya dari Kecamatan Tambaksari terkonfirmasi Covid-19 setelah melewati tes swab.

“Saya memastikan warga tersebut menjalani karantina di Hotel Asrama Haji selama 14 hari. Kemudian, dia dites swab lagi dan hasil negatif,” kata Ridwan, Kamis (25/6/2020). (Baca juga: Dua Pekan 4.000 Kasus Covid-19, Khofifah: Butuh Energi Maksimal Turunkan Ini )

Setelah keluar dari ruang isolasi, ia mengantarkan warganya pulang. Mengembalikan keceriaan dan harapan masyarakatnya untuk bisa kembali ke kehidupan yang normal. “Tapi namanya masih saja muncul sebagai orang yang positif. Dia ternotifikasi dua kali, sehingga itu menambah jumlah pasien Covid-19 yang ada di Kota Surabaya,” ucapnya.

Penumpukan data warga yang sudah sembuh diperumit dengan kerancuan data yang muncul lagi. Kondisi ini membuatnya terpuruk, padahal pasien itu sudah kembali ke rumahnya dalam kondisi negatif Covid-19. Munculnya kembali nama tersebut menjadikan data “gaib”, karena secara administrasi muncul tapi orangnya tidak ada.

Tak hanya Ridwan, Camat Sawahan M Yunus juga mengakui saat warganya sudah dinyatakan sembuh dan sudah dilaporkan, namun nama itu seringkali muncul kembali. Kemunculannya itu tidak hanya dalam satu dua hari saja, tapi nama itu muncul lagi setelah satu minggu berikutnya, padahal dia sudah dinyatakan sembuh.

“Jadi, terkait data yang double itu nyata adanya. Kalau selisih sehari dua hari tidak ribet. Tapi kalau sudah seminggu atau sepuluh hari muncul lagi, nah ini sangat ribet. Ada yang sudah dilaporkan, tapi muncul lagi, dilaporkan lagi, muncul lagi. Ini kan aneh,” kata Yunus.

Persoalan data yang tak akurat ini menjadi masalah bagi para camat. Mereka menjadi tak pegang data benar dengan nama dan status warga tersebut. Perjalanan data sendiri, terutama warga yang akan ditracing itu turun dari Pemprov Jatim ke Dinas Kesehatan Kota Surabaya.

Selanjutnya, disebar ke puskesmas dan kecamatan masing-masing. Kemudian, puskesmas dan kecamatan itu yang melakukan tracing warga yang terkena Covid-19. Perburuan pun dimulai.(Baca juga: Sabu Seberat 119 Kg Diamankan Bea Cukai di Perairan Aceh )

Camat Genteng Linda Novanti menjelaskan, data yang ia terima dari provinsi melalui Dinas Kesehatan Surabaya tidak sesuai dengan kependudukan warganya. Bahkan, pernah ada dua nama yang usianya beda pula. Namun, tertulis di alamat yang sama.

Setelah dilakukan pelacakan dengan pihak puskesmas dan jajarannya, ternyata dua nama itu hanya ada satu orang yang sama, dan sudah tidak tinggal di Kota Surabaya. “Setelah kita sisir, ternyata orang tersebut hanya ada satu orang dan sudah tidak tinggal di Surabaya selama tiga bulan,” jelasnya.

Warga tersebut mengakui sudah bekerja di luar kota dan pulang ke Surabaya hanya untuk menjalani pengobatan. “Artinya, di sini hanya ada satu warga, bukan dua. Tapi data yang kami terima itu ada dua orang. Datanya itu tertulis double. Kami sudah lakukan verifikasi dan sudah beres,” ungkapnya.

Kisah yang sama juga dialami Camat Wonokromo, Tomi Ardiyanto. Ia mengakui sering menemukan data tidak singkron antara KTP yang terdaftar dengan domisili berbeda, seperti yang dialaminya ketika mencari data warga bernisial A. Setelah ditelusuri, ternyata warga tersebut sudah 30 tahun tidak tinggal di Surabaya.

“Dan itu seringkali kami temukan. Kami butuh waktu untuk menemukan pergerakan orang itu. Karena secara administrasi kependudukannya itu ada. Tapi tidak tinggal di sana, dan kami sudah tanyakan kepada warga setempat, RT/RW dan juga tetangga dekatnya,” katanya.

Setelah melakukan verifikasi data tapi tidak ditemukan, maka langkah berikutnya adalah membuat berita acara atau surat keterangan. Dalam surat keterangan tersebut dilaporkan bahwa warga atas nama A itu tidak ada dalam wilayahnya itu.

“Kadang juga ada rumahnya yang kosong. Jadi, surat itulah yang menjadi dasar pemerintah kota kalau sudah melakukan verifikasi dan klarifikasi tentang keberadaan pasien konfirmasi Covid-19 itu,” lanjutnya.
(msd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1364 seconds (0.1#10.140)