Kisah Tukah, Pembantu Rumah Tangga Menabung 20 Tahun untuk Naik Haji
loading...
A
A
A
"Iya, memang saya ingin berangkat haji. Kok Alhamdulillah bos saya menawari. Diantar sama majikan, diantar kemana-mana, yang ini (majikannya) juga ada niat, saya juga ada niat ya sudah," ungkap dia.
Upaya berangkat haji itu ia realisasikan di tahun 2001, dengan menjual perhiasan emas miliknya seberat 30 gram, dan dibeli oleh sang majikannya sendiri yang berada di kawasan Sawojajar, Kota Malang. Uang itu lantas digunakan Tukah untuk membayar biaya haji saat pendaftaran.
"Daftar 2001, saya daftar punya emas ada 30 gram, sudah saya jual sendiri, bayar pertama Rp25 juta," kata perempuan yang sehari-harinya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Sawojajar, Kota Malang.
Dirinya memerlukan waktu hingga 20 tahun bekerja, dan menyisihkan uang penghasilannya. Uang penghasilan itu ia kumpulkan sedikit demi sedikit setiap tahunnya.
Ia mengisahkan awal bekerja menerima gaji hanya Rp200 ribu, kemudian bertahap gajinya naik sehingga semakin besar menyisihkan penghasilannya untuk tabungan haji. Bahkan berkat kerjanya sebagai pembantu rumah tangga, ia berhasil mengantarkan anaknya menempuh pendidikan sarjana.
"Saya kerja anak masih umur tiga bulan, sekarang anak umur 20 tahun dan hampir lulus kuliah," ungkapnya. Saat menabung itu bukan berarti Tukah tak ada kendala, ia sempat berhenti bekerja sebagai pembantu rumah tangga karena gaji yang diterimanya dirasa tak mencukupi.
Namun ia kembali bekerja usai majikannya akhirnya bersedia menaikkan gajinya. Pihaknya bersyukur sang majikan mendukung usaha Tukah berangkat haji. "Gajian pertama cuma Rp200 ribu, lalu naik Rp500 ribu, dan Rp750 juta, hingga akhirnya mencapai Rp1 juta," ungkapnya.
Uang-uang gaji yang diterima Tukah tersebut lantas dikumpulkan. Jerih payah itu akhirnya terbayar ketika Tukah dinyatakan sebagai salah satu yang mendapat kesempatan berangkat haji, setelah melunasi biaya haji terakhirnya pada 2020 lalu. "Alhamdulillah bersyukur sekali, sempat tertunda itu dua tahun harusnya 2020 berangkat," paparnya.
Upaya berangkat haji itu ia realisasikan di tahun 2001, dengan menjual perhiasan emas miliknya seberat 30 gram, dan dibeli oleh sang majikannya sendiri yang berada di kawasan Sawojajar, Kota Malang. Uang itu lantas digunakan Tukah untuk membayar biaya haji saat pendaftaran.
"Daftar 2001, saya daftar punya emas ada 30 gram, sudah saya jual sendiri, bayar pertama Rp25 juta," kata perempuan yang sehari-harinya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Sawojajar, Kota Malang.
Dirinya memerlukan waktu hingga 20 tahun bekerja, dan menyisihkan uang penghasilannya. Uang penghasilan itu ia kumpulkan sedikit demi sedikit setiap tahunnya.
Ia mengisahkan awal bekerja menerima gaji hanya Rp200 ribu, kemudian bertahap gajinya naik sehingga semakin besar menyisihkan penghasilannya untuk tabungan haji. Bahkan berkat kerjanya sebagai pembantu rumah tangga, ia berhasil mengantarkan anaknya menempuh pendidikan sarjana.
"Saya kerja anak masih umur tiga bulan, sekarang anak umur 20 tahun dan hampir lulus kuliah," ungkapnya. Saat menabung itu bukan berarti Tukah tak ada kendala, ia sempat berhenti bekerja sebagai pembantu rumah tangga karena gaji yang diterimanya dirasa tak mencukupi.
Namun ia kembali bekerja usai majikannya akhirnya bersedia menaikkan gajinya. Pihaknya bersyukur sang majikan mendukung usaha Tukah berangkat haji. "Gajian pertama cuma Rp200 ribu, lalu naik Rp500 ribu, dan Rp750 juta, hingga akhirnya mencapai Rp1 juta," ungkapnya.
Uang-uang gaji yang diterima Tukah tersebut lantas dikumpulkan. Jerih payah itu akhirnya terbayar ketika Tukah dinyatakan sebagai salah satu yang mendapat kesempatan berangkat haji, setelah melunasi biaya haji terakhirnya pada 2020 lalu. "Alhamdulillah bersyukur sekali, sempat tertunda itu dua tahun harusnya 2020 berangkat," paparnya.