Korlap-Pendamping di Mukomuko Diduga Memonopoli Harga Sembako BPNT Selama 3 Tahun

Sabtu, 16 April 2022 - 14:43 WIB
loading...
Korlap-Pendamping di Mukomuko Diduga Memonopoli Harga Sembako BPNT Selama 3 Tahun
Penyidik Kejari Mukomuko mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi anggaran bantuan pangan non tunai (BPNT), Kementerian Sosial 2019-2021. Foto/MPI/Demon Fajri
A A A
MUKOMUKO - Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Mukomuko, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu mengusut dugaan tindak pidana korupsi anggaran bantuan pangan non tunai (BPNT) Kementerian Sosial (Kemensos) 2019-2021.

Dugaan korupsi itu diduga menyeret tujuh oknum koordinator lapangan penyuplai bahan pokok dan oknum pendamping di sejumlah kecamatan di Mukomuko.



Mereka diduga menaikan harga jual bahan pokok hingga Rp40.000 untuk satu item. Ditambah kualitas dari sembako tersebut tidak layak diterima oleh 3.400 keluarga penerima manfaat (KPM) yang tersebar di 15 kecamatan di daerah ini.

Dugaan tindak pidana korupsi ini terungkap setelah adanya keluhan warga penerima bantuan yang mengeluhkan buruknya kualitas beras yang dijual pada e- warung.

Sehingga penerima bantuan menjual kembali bahan pokok berupa beras tersebut dengan harga yang murah kepada pemilik hewan peliharaan.

Kepala Kejaksaan Negeri Mukomuko, Rudi Iskandar mengatakan, koordinator lapangan dan pendamping di kecaamtan diduga memonopoli harga dengan menaikkan harga jual. Di mana mereka menentukan sendiri harga untuk dijual di e-warung ke penerima bantuan.



Dalam Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 20 Tahun 2019 pada Pasal 39 ayat (1) disebutkan pendamping sosial dilarang membentuk e-warung, menjadi pemasok barang dan menerima imbalan, baik uang atau barang, berkaitan dengan penyaluran BPNT.

"Indikasinya menyeret oknum pendamping dan koordinator lapangan yang tersebar di kecamatan di Kabupaten Mukomuko," kata Rudi, Sabtu (16/4/2022).

Bantuan yang digulirkan untuk penerima, kata Rudi, sejak tahun 2019 hingga September 2021, sebesar Rp200.000 per Kepala Keluarga (KK) yang dicairkan per triwulan yang dapat dibelanjakan di e-warung yang telah ditentukan sebelumnya.

"Seharusnya penerima bantuan ini dapat belanja pada e-warung yang telah ditentukan. Per KK mendapatkan Rp200.000 yang cair per triwulan," jelas Rudi.

Harga sembako yang diinaikan koordinator lapangan dan pendamping, terang Rudi, diduga sengaja dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan sembako.

"Misalnya, harga beras dijual dengan harga Rp90.000 per karung, dinaikan menjadi Rp120.000, termasuk harga setiap item sembako yang dibeli penerima bantuan. Diduga mereka menaikkan harga kisaran Rp40.000 per item," jelas Rudi.

Saat ini, lanjut Rudi, penyidik kejaksaan telah memeriksa 40 orang saksi terkait bantuan pangan non tunai langsung, termasuk koordinator dan pendamping penerima bantuan.



Rudi menyampaikan, penyidik telah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Bengkulu, terkait kerugian negara dalam dugaan korupsi di BPNT tersebut.

"Sejak tahun 2019 hingga 2021 ditaksir kerugian negara mencapai miliaran rupiah," tandas Rudi.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4843 seconds (0.1#10.140)