Saham Garuda Nyungsep 5%, Pendapatan Anjlok 33%
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Corona yang diikuti berbagai kebijakan pemerintah, termasuk terakhir soal larangan mudik, membuat kinerja operasional, keuangan, dan saham Garuda Indonesia terguncang.
Larangan mudik membuat saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) pada perdagangan hari ini langsung menuju ke zona merah. Saham GIAA langsung terkoreksi 9 poin ke level Rp170 pada pukul 11.06 WIB. Saham maskapai pelat merah ini terus berada dalam tren negatif sepanjang periode berjalan 2020. Secara year to date (ytd), pergerakan harga saham perseroan sudah ambles sekitar 66,06%.
Dari sisi operasional, Garuda Indonesia melaporkan pendapatan selama periode triwulan I/2010 anlok sebesar 33% dibandingkan periode yang sama 2019. Faktor utama penyebabnya yaitu turunnya pendapatan dari penumpang. Padahal, pendapatan penumpang berkontribusi sekitar 80% terhadap total pendapatan usaha Garuda.
"Penurunan pendapatan penumpang triwulan I/2020 terutama karena menurunnya jumlah penumpang diangkut sebanyak dan harga tiket per penumpang yang menurun dari triwulan I/2019," ungkap manajemen Garuda dalam keterbukaan informasinya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (24/4/2020). (Baca : COVID-19 Membuat Masjid Al Aqsa Tutup, Ramadhan di Palestina Terasa Sedih)
Secara umum, kinerja industri maskapai nasional diprediksi bakal anjlok pada periode April-Mei 2020 seiring larangan terbang yang diumumkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) hingga 1 Juni 2020, terkait kebijakan larangan mudik Lebaran tahun ini.
"Ini semua maskapai bakal anjlok pendapatannya, karena tidak ada yang bisa dilakukan lagi dalam menekan kerugian maskapai karena larangan mudik. Jadi penumpang hanya bisa 6% yang diangkut, jadi anjloknya pendapatan bisa 90%. Ini semua maskapai terimbas," ujar pengamat penerbangan Alvin Lie saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Jumat (24/4/2020).
Dia mengungkapkan, saat ini maskapai hanya mengoperasikan sekitar 20-30% dari rute normalnya ditambah dengan aturan physical distancing. Dalam kondisi itu saja jumlah penumpang juga anjlok hanya sekitar 20% dari kapasitas. "Kalau yang dioperasikan hanya 30% kemudian penumpangnya hanya 20%, jadi bisnis penumpang tinggal 6%. Drop-nya saja sudah 94% ," katanya.
Sekretaris Jenderal INACA Bayu Sutanto mengakui adanya kerugian karena tidak akan ada operasional penerbangan selama lima pekan dan tidak menutup kemungkinan larangan itu bisa diperpanjang. "Ya kerugian ini enggak bisa dicegah, karena ini demi kesehatan yang lainnya," pungkasnya.
Larangan mudik membuat saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) pada perdagangan hari ini langsung menuju ke zona merah. Saham GIAA langsung terkoreksi 9 poin ke level Rp170 pada pukul 11.06 WIB. Saham maskapai pelat merah ini terus berada dalam tren negatif sepanjang periode berjalan 2020. Secara year to date (ytd), pergerakan harga saham perseroan sudah ambles sekitar 66,06%.
Dari sisi operasional, Garuda Indonesia melaporkan pendapatan selama periode triwulan I/2010 anlok sebesar 33% dibandingkan periode yang sama 2019. Faktor utama penyebabnya yaitu turunnya pendapatan dari penumpang. Padahal, pendapatan penumpang berkontribusi sekitar 80% terhadap total pendapatan usaha Garuda.
"Penurunan pendapatan penumpang triwulan I/2020 terutama karena menurunnya jumlah penumpang diangkut sebanyak dan harga tiket per penumpang yang menurun dari triwulan I/2019," ungkap manajemen Garuda dalam keterbukaan informasinya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (24/4/2020). (Baca : COVID-19 Membuat Masjid Al Aqsa Tutup, Ramadhan di Palestina Terasa Sedih)
Secara umum, kinerja industri maskapai nasional diprediksi bakal anjlok pada periode April-Mei 2020 seiring larangan terbang yang diumumkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) hingga 1 Juni 2020, terkait kebijakan larangan mudik Lebaran tahun ini.
"Ini semua maskapai bakal anjlok pendapatannya, karena tidak ada yang bisa dilakukan lagi dalam menekan kerugian maskapai karena larangan mudik. Jadi penumpang hanya bisa 6% yang diangkut, jadi anjloknya pendapatan bisa 90%. Ini semua maskapai terimbas," ujar pengamat penerbangan Alvin Lie saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Jumat (24/4/2020).
Dia mengungkapkan, saat ini maskapai hanya mengoperasikan sekitar 20-30% dari rute normalnya ditambah dengan aturan physical distancing. Dalam kondisi itu saja jumlah penumpang juga anjlok hanya sekitar 20% dari kapasitas. "Kalau yang dioperasikan hanya 30% kemudian penumpangnya hanya 20%, jadi bisnis penumpang tinggal 6%. Drop-nya saja sudah 94% ," katanya.
Sekretaris Jenderal INACA Bayu Sutanto mengakui adanya kerugian karena tidak akan ada operasional penerbangan selama lima pekan dan tidak menutup kemungkinan larangan itu bisa diperpanjang. "Ya kerugian ini enggak bisa dicegah, karena ini demi kesehatan yang lainnya," pungkasnya.
(muh)