Guru Besar Ubaya: Jangan Hanya Berpikir Profit di Tempat Kerja

Senin, 15 Juni 2020 - 08:50 WIB
loading...
Guru Besar Ubaya: Jangan Hanya Berpikir Profit di Tempat Kerja
Manusia sering kali melupakan mindfulness dan happiness selama bekerja. Foto/SINDOnews/Ali Masduki
A A A
SURABAYA - Mendengar istilah tempat kerja di sebuah perusahaan atau organisasi non profit, biasanya orang selalu terpikir dan terarah pada economic rasional. Prinsip ekonomi mendasar itulah yang selalu dipegang banyak orang, dimana cara mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya.

(Baca juga: Rupiah Awal Pekan Diprediksi Melemah Dibayangi Gelombang Kedua Covid-19 )

Dasar inilah yang selalu membuat individu memikirkan untung rugi selama di tempat kerja tanpa memperhatikan hal lain. Jika hal ini dianggap membawa kerugian, secara tidak sadar individu akan marah, kecewa, melampiaskan emosi ke orang-orang terdekat, binatang peliharaan, dan masih banyak yang lain.

Lantas, apakah tempat kerja begitu muramnya sehingga menjadi tempat yang hanya memikirkan untung dan rugi serta membuat kesengsaraan bagi pekerja?

Guru besar sekaligus Dosen Program Studi Akuntansi Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Surabaya (FBE Ubaya), Sujoko Efferin menyebut, jika individu hanya melihat profit dari tempat bekerja maka dirinya bukanlah seorang manusia namun dapat diibaratkan sebagai kalkulator. Hal itu karena manusia sering kali melupakan mindfulness dan happiness selama bekerja karena tergantikan oleh pemikiran mencari keuntungan.

Mindfulness atau kesadaran penuh adalah kondisi dimana pikiran berfokus pada apa yang sedang terjadi disini dan sekarang atau here and now. Artinya pikiran tidak terpenjara oleh masa lalu dan terobsesi ke masa depan.

"Pengembaraan pikiran tersebut sering memunculkan perasaan senang, sedih, takut, marah, khawatir, dan berbagai macam energi negatif,” ungkap Sujoko dalam sesi webinar talk bertajuk “Mindfulness and Happiness in the Workplace” yang diselenggarakan oleh Ubaya Innovaction Hub (UIH) bersama JCI East Java.

(Baca juga: Jakub Navara Bikin Dunia Dominika Cibulkova Tidak Sama Lagi )

Direktur UIH ini juga melanjutkan, bahwa energi negatif yang terjadi dalam diri manusia mendatangkan depresi sehingga merangsang tubuh memproduksi hormon cortisol. Hormon ini dapat menyebabkan berbagai penyakit lain seperti darah tinggi, diabetes, jantung, hingga menurunnya kekebalan tubuh. Adanya energi negatif membuat manusia kehilangan kejernihan berpikir, reaktif dan salah mengambil keputusan, menyakiti orang lain, tidak mampu berpikir kreatif, serta dikuasai ketamakan dan kebencian.

"Biasanya kita terjebak di antara masa lalu dan masa depan sehingga melupakan masa sekarang. Apakah artinya kita tidak perlu membuat evaluasi diri dan merencanakan masa depan? Bukan seperti itu, kita belajar dari masa lalu tetapi tidak terjebak kesedihan atau kebahagiaan yang sudah lewat. Jangan beranggapan apa yang terjadi masa lalu akan terjadi di masa depan. Ini berarti kalian telah terjebak dan terpenjara masa lalu. Silakan membuat planning tetapi jangan terobsesi oleh masa depan sehingga menyiksa diri. Lakukan yang terbaik untuk saat ini," sambungnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1619 seconds (0.1#10.140)