Kisah Fatahilah Ulama Besar dan Panglima Perang yang Hancurkan Portugis di Sunda Kelapa

Senin, 31 Januari 2022 - 05:05 WIB
loading...
A A A
Kesultanan Pasai yang terletak di Selat Malaka, sangat mengandalkan armada lautnya dibanding pasukan darat. Namun demikian, sebagai anak dari ulama besar Fadhillah juga memperoleh pendidikan ilmu-ilmu agama yang mumpuni.



Memasuki usia 24 tahun Fadhillah meninggalkan kampung halamannya, untuk merantau menambah pengalaman. Dia kemudian pergi ke Kesultanan Malaka, yang pada saat itu yang berkuasa adalah Sultan Mahmud Syah yang juga sahabat ayahnya. Sehingga Fadhillah mendapat kedudukan sebagai Tumenggung.

Dalam ekpedisi pelayarannya ke Selat Malaka, karena karomah dan kedigdayaannya, Fadhillah sempat menghalau para bajak laut yang berkeliaran di Selat Malaka. Hal ini yang membuat kagum Laksamana Hang Tuah, pemimpin tertinggi Angkatan Laut Kesultanan Malaka.

Karenanya ketika Laksamana Hang Tuah lengser, kedudukan sebagai laksamana dipercayakan kepadanya Fadhillah dengan gelar "Laksamana Khoja Hasan". Kepiawaian Fadhillah sungguh tidak mengecewakan, dia mampu mengamankan Selat Malaka, sehingga perniagaan melalui jalur ini aman dan menguntungkan kerajaan.

Fadhillah mengabdi selama 15 tahun, tepatnya pada 1510 dia mengundurkan diri karena bermaksud kembali ke Pasai, untuk memperdalam ilmu keagamaan. Namun setelah satu tahun mengundurkan diri, yakni pada 1511 Kesultanan Malaka diserang dan berhasil diduduki Portugis, Sultan Mahmud Syah pun terpaksa mengungsi ke Pulau Bintan.

Dari pengungsiannya ini Sultan Mahmud Syah meminta bantuan ke Demak. Atas permintaan ini armada Kesultanan Demak dipimpin Pati Unus pada 1512 menyerang Portugis di Malaka, tapi karena kurang persiapan maka kehabisan perbekalan sehingga pasukan ditarik mundur kembali ke Demak.



Dalam penyerangan oleh armada Demak ini Fadhillah turut bergabung, tapi ketika armada Demak mundur, dia tidak ikut ke Demak melainkan kembali ke Pasai. Di Pasai kegagalan serangan Demak, ramai dibicarakan oleh para pejabat kesultanan maupun para ulama dan tokoh-tokoh masyarakat.

Menurut mereka kegagalan serangan Demak bukan semata-mata kurangnya perbekalan saja, tetapi juga kalah dalam teknologi persenjataan (ketika itu pasukan Demak belum memiliki meriam) serta belum memahami betul strategi perang menghadapi bangsa Eropa.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1448 seconds (0.1#10.140)