Vaksinasi Dosis Kedua di Sulsel Butuh Intervensi Pemerintah
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Vaksinasi Covid-19 untuk dosis kedua di Sulawesi Selatan (Sulsel) masih rendah. Realiasinya cukup jauh dari dosis pertama. Pemerintah pun diminta segera memberi intervensi khusus.
Sejauh ini, berdasarkan data per 3 Januari 2022, capaian vaksinasi Covid-19 untuk dosis pertama di Sulsel sudah 72,04 persen. Hanya saja, untuk dosis kedua baru berada di angka 41,09 persen.
Pakar Epidemiolog Universitas Hasanuddin ( Unhas ), Prof Ridwan Aminuddin mengatakan realisasi vaksinasi di Sulsel sebenarnya sudah bagus. Hanya saja, untuk realisasi dosis kedua perkembangannya masih terbilang pasif.
“Yah faktanya memang begitu (perbedaan sangat jauh antara dosis pertama dan kedua),” ujar Ridwan, saat dikonfirmasi SINDOnews, Rabu (5/1/2022).
Makanya, ia berharap segera ada intervensi untuk meningkatkan capaian vaksinasi dosis kedua tersebut. Apalagi saat ini, ada varian Omicron yang terus menyebar secara cepat di berbagai daerah di Indonesia.
“Pemerintah dalam hal ini Satgas telah berusaha maksimal. Namun tentu butuh dukungan semua sektor. terutama dukungan warga untuk mau divaksin,” ucap dia.
Ridwan menyebut, kondisinya saat ini memang banyak masyarakat yang hanya memprioritaskan vaksinasi dosis pertama. Sementara untuk dosis kedua masih ogah-ogahan. Makanya realisasinya sulit meningkat.
“Tentu untuk meningkatkan cakupan dosis kedua dibutuhkan intervensi struktural,” tegas Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas itu.
Menanggapi kondisi ini, Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulsel Arman Bausat tak menampik rendahnya realisasi vaksinasi dosis kedua hingga saat ini. Namun mereka tetap optimistis bisa segera menggenjot capaian tersebut.
“Kita target memang untuk mengejar dosis dua 100 persen di akhir Maret. Sekarang kita sudah ada strategi. Itu akan kita lanjutkan lagi. Ada variasi-variasi di lapangan untuk mencapai dosis satu dan dua 100 persen,” ungkap dia kepada SINDOnews, Rabu (5/1/2022).
Dia mengemukakan sinergi bersama TNI, Polri, serta masing-masing pemerintah daerah adalah kunci kuat dalam mewujudkan target tersebut. Apalagi belakangan, sudah terlihat peningkatan yang cukup pesat di Sulsel.
Meski begitu, Arman mengaku sulit merealisasikan target tersebut jika masyarakat tidak ikut mendukung. Pasalnya stok vaksin hingga saat ini masih tersedia cukup banyak. Sehingga tidak sulit untuk mendapatkannya.
“Waktu dari suntikan dosis pertama ke dosis kedua tetap 28 hari. Ada juga yang lambat. Ada yang datang lebih satu bulan. Makanya itu berpengaruh,” ungkapnya.
Selain itu, kendala lain yang dihadapi adalah mengejar capaian vaksinasi di kelompok lansia. Sebab sejauh capaiannya di Sulsel masih 53,69 persen untuk dosis pertama dan 22,37 persen untuk dosis kedua.
“Lansia memang cukup rendah. Strateginya saya kira pendekatan-pendekatan saja, kemudian pendekatan kepada tokoh masyarkat, tokoh agama. Kan ini orang tua yang harus didekati tidak sama orang muda,” sebutnya.
“Banyak juga yang jadi kendala besar kita saat skrining. Jadi misalnya ada 10 yang datang terus skrining hanya empat orang yang bisa divaksin karena naik tensinya,” sambungnya.
Arman juga mengungkapkan, masih ada petugas skrining yang belum memahami betul mekanismenya. Misalnya, kata dia, ada yang seharusnya bisa divaksin tetapi dianggap rawan karena tidak samanya persepsi mengenai batasan tekanan darah.
“Contoh kan boleh divaksin kalau tensinya di bawah 180. Tapi yang kurang paham baru 160 dia sudah takutmi. Tapi itu akan kita perbaiki ke depan,” janjinya.
Arman menambahkan sejauh ini masih ada sejumlah daerah yang realisasi vaksinasinya masih rendah. Misalnya di Jeneponto yang realisasi dosis pertamanya masih 54,35 persen dan dosis kedua 22,01 persen.
Selain Jeneponto, juga ada Luwu Utara yang realsiasinya masih di bawah 60 persen, yakni baru 58,73 untuk dosis pertama dan 24,90 untuk dosis kedua.
“Inilah daerah-daerah yang akan diintervensi untuk segera meningkatkan capaian vaksinasinya. Secara umum semua daerah tetap kita dorong untuk terus menggenjot vaksinasi,” pungkasnya.
Sejauh ini, berdasarkan data per 3 Januari 2022, capaian vaksinasi Covid-19 untuk dosis pertama di Sulsel sudah 72,04 persen. Hanya saja, untuk dosis kedua baru berada di angka 41,09 persen.
Pakar Epidemiolog Universitas Hasanuddin ( Unhas ), Prof Ridwan Aminuddin mengatakan realisasi vaksinasi di Sulsel sebenarnya sudah bagus. Hanya saja, untuk realisasi dosis kedua perkembangannya masih terbilang pasif.
“Yah faktanya memang begitu (perbedaan sangat jauh antara dosis pertama dan kedua),” ujar Ridwan, saat dikonfirmasi SINDOnews, Rabu (5/1/2022).
Makanya, ia berharap segera ada intervensi untuk meningkatkan capaian vaksinasi dosis kedua tersebut. Apalagi saat ini, ada varian Omicron yang terus menyebar secara cepat di berbagai daerah di Indonesia.
“Pemerintah dalam hal ini Satgas telah berusaha maksimal. Namun tentu butuh dukungan semua sektor. terutama dukungan warga untuk mau divaksin,” ucap dia.
Ridwan menyebut, kondisinya saat ini memang banyak masyarakat yang hanya memprioritaskan vaksinasi dosis pertama. Sementara untuk dosis kedua masih ogah-ogahan. Makanya realisasinya sulit meningkat.
“Tentu untuk meningkatkan cakupan dosis kedua dibutuhkan intervensi struktural,” tegas Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas itu.
Menanggapi kondisi ini, Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulsel Arman Bausat tak menampik rendahnya realisasi vaksinasi dosis kedua hingga saat ini. Namun mereka tetap optimistis bisa segera menggenjot capaian tersebut.
“Kita target memang untuk mengejar dosis dua 100 persen di akhir Maret. Sekarang kita sudah ada strategi. Itu akan kita lanjutkan lagi. Ada variasi-variasi di lapangan untuk mencapai dosis satu dan dua 100 persen,” ungkap dia kepada SINDOnews, Rabu (5/1/2022).
Dia mengemukakan sinergi bersama TNI, Polri, serta masing-masing pemerintah daerah adalah kunci kuat dalam mewujudkan target tersebut. Apalagi belakangan, sudah terlihat peningkatan yang cukup pesat di Sulsel.
Meski begitu, Arman mengaku sulit merealisasikan target tersebut jika masyarakat tidak ikut mendukung. Pasalnya stok vaksin hingga saat ini masih tersedia cukup banyak. Sehingga tidak sulit untuk mendapatkannya.
“Waktu dari suntikan dosis pertama ke dosis kedua tetap 28 hari. Ada juga yang lambat. Ada yang datang lebih satu bulan. Makanya itu berpengaruh,” ungkapnya.
Selain itu, kendala lain yang dihadapi adalah mengejar capaian vaksinasi di kelompok lansia. Sebab sejauh capaiannya di Sulsel masih 53,69 persen untuk dosis pertama dan 22,37 persen untuk dosis kedua.
“Lansia memang cukup rendah. Strateginya saya kira pendekatan-pendekatan saja, kemudian pendekatan kepada tokoh masyarkat, tokoh agama. Kan ini orang tua yang harus didekati tidak sama orang muda,” sebutnya.
“Banyak juga yang jadi kendala besar kita saat skrining. Jadi misalnya ada 10 yang datang terus skrining hanya empat orang yang bisa divaksin karena naik tensinya,” sambungnya.
Arman juga mengungkapkan, masih ada petugas skrining yang belum memahami betul mekanismenya. Misalnya, kata dia, ada yang seharusnya bisa divaksin tetapi dianggap rawan karena tidak samanya persepsi mengenai batasan tekanan darah.
“Contoh kan boleh divaksin kalau tensinya di bawah 180. Tapi yang kurang paham baru 160 dia sudah takutmi. Tapi itu akan kita perbaiki ke depan,” janjinya.
Arman menambahkan sejauh ini masih ada sejumlah daerah yang realisasi vaksinasinya masih rendah. Misalnya di Jeneponto yang realisasi dosis pertamanya masih 54,35 persen dan dosis kedua 22,01 persen.
Selain Jeneponto, juga ada Luwu Utara yang realsiasinya masih di bawah 60 persen, yakni baru 58,73 untuk dosis pertama dan 24,90 untuk dosis kedua.
“Inilah daerah-daerah yang akan diintervensi untuk segera meningkatkan capaian vaksinasinya. Secara umum semua daerah tetap kita dorong untuk terus menggenjot vaksinasi,” pungkasnya.
(agn)