Belasan Warga Makassar Tertipu Investasi Bodong Hingga Miliaran Rupiah
loading...
A
A
A
"Tersangka utama itu lelaki Sulfikar, kemudian lelaki Hamsul, dan yang turut membantu wanita Suleha. Ketika penetapan kita lakukan pemanggilan ketiganya tidak datang. Panggilan pertama dan kedua Hamsul dan Sulfikar tidak datang. Hanya Suleha itu yang kooperatif," paparnya.
Tetiba pengacara Hamsul melapor ke Biro Wassidik Bareskrim Polri terkait penetapan tersangkanya. Setelah dilakukan gelar perkara ulang di Jakarta, penyidik Polda Sulsel dianggap terburu-buru untuk menetapkan tersangka. Namun Mariadi yakin keputusan pihaknya sudah tepat.
"Namun pada prinsipnya kami sudah gelar perkara maupun penyidikan apalagi itu dihadiri oleh Wassidik kami (Polda Sulsel) baik internal maupun eksternal bahwa itu sudah layak untuk ditetapkan tersangka. Tapi keputusan Bareskrim itu dianggap terburu-buru dan belum cukup bukti," ungkapnya.
Mariadi bilang, dua alat bukti untuk penentuan tersangka yakni dua aplikasi yang di prospekkan para tersangka tidak terdaftar Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dan juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Aplikasi bernama Algotech dan Digital Tambang Emas.
Bappebti merupakan badan pengawas investasi di bawah naungan Kementerian Perdagangan Indonesia. "Kalau itu tidak terdaftar berarti ini sudah termasuk investasi bodong. Sehingga bisa dikategorikan bahwa dia melakukan penipuan dan penggelapan," ucap Mariadi.
"Kemudian yang bersangkutan sudah menggelapkan uang dari korban. Yang mana sudah menjanjikan keuntungan berlipat ganda. Tapi nyatanya tidak ada. Kemudian keterangan saksi dan alat bukti pendukung lain, sehingga penyidik menaikan tahap penyidikan dan menetapkan tersangka," paparnya.
Perwira Polri satu bunga ini menyampaikan, merujuk laporan dari korban, nilai kerugian belasan warga itu sekitar Rp7 miliar. Tersangka Hamsul berperan merekrut, sedang Sulfikar adalah deider atau pimpinan bisnis ini. "Suleha itu admin yang mengumpulkan uang dari korban," paparnya.