908 Warga Bandung Barat Alami Gangguan Kejiwaan Selama Pandemi COVID-19

Rabu, 13 Oktober 2021 - 20:45 WIB
loading...
908 Warga Bandung Barat...
Selama pandemi COVID-19, sebanyak 908 warga Bandung Barat terjangkit gangguan kejiwaan.Foto/ilustrasi
A A A
BANDUNG BARAT - Pandemi COVID-19 bukan hanya memberikan dampak secara fisik namun juga berpengaruh kepada psikis seseorang. Akibatnya tidak sedikit warga yang mengalami gangguan kejiwaan akibat depresi dan stres karena tekanan kehidupan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat (KBB) mencatat hingga saat ini ada sebanyak 908 orang di KBB yang terindikasi mengalami gangguan kejiwaan. Sebagian besar dari mereka sedang mendapat perawatan untuk pemulihan di fasilitas pelayanan kesehatan yang disiapkan.

Baca juga: MNC Peduli Kembali Gelar Vaksinasi di Cianjur, Antusiasme Warga Luar Biasa

"Selama pandemi COVID-19 ada 908 warga yang mengalami gangguan kejiwaan. Mereka sudah mendapatkan perawatan sesuai dengan hasil diagnosanya masing-masing pasien," kata Petugas Pengelola Kesehatan Jiwa dan Penyakit Tidak Menular Dinkes, KBB, Dewi Setiawati, Rabu (13/10/2021).

Menurutnya, ratusan orang yang mengalami gangguan kejiwaan itu penyebabnya berbeda-beda. Seperti karena faktor biologis, psikologis, ekonomi, hingga faktor lingkungan. Oleh karenanya perawatan yang diberikan pun berbeda-beda sesuai dengan tingkatan penyakitnya.

"Perawatannya ada yang di puskesmas dan rumah sakit. Namun untuk yang gangguan kejiwaannya masih level rendah kadang dirawat di rumah dan petugas yang datang monitoring secara berkala," katanya.

Lebih lanjut dikatakannya, orang dengan gangguan kejiwaan itu harus diketahui juga latar belakangnya. Seperti ada atau tidaknya keluarga yang gangguan jiwa, karena penyakit ini merupakan penyakit yang bisa ditularkan. Sehingga penyebabnya bisa saja karena faktor genetika dari keluarganya.

Disinggung soal seorang warga di Kampung Ciwaruga, Parongpong, yang mengamuk hingga menusuk tiga warga, Dewi menyebutkan, bisa saja karena tidak mendapat perawatan hingga menyebabkan emosinya labil. Semestinya, pihak keluarga sudah bisa mendeteksi gejala gangguan jiwa tersebut sejak awal dan melihat perilaku kesehariannya.

"Kalau mendapat perawatan sejak jauh-jauh hari bisa diminimalisir, karena pasti akan dipantau oleh dokter. Ini kan karena memang tidak terpantau dan tidak dalam pengobatan, jadi sewaktu-waktu sifat agresifnya bisa muncul," pungkasnya.
(msd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3979 seconds (0.1#10.140)