Babak Baru Sidang Pencemaran Lingkungan PT Greenfields, Warga Gugat Rp24,2 Miliar
loading...
A
A
A
BLITAR - Babak baru sidang gugatan class action pencemaran lingkungan di Pengadilan Negeri (PN) Blitar, dimulai. Sebanyak 242 warga dalam pemeriksaan pokok perkara mengajukan tuntutan ganti rugi imaterial Rp24,2 miliar kepada PT Greenfields Indonesia.
"Sebesar Rp100 juta per orang. Dikali 242 totalnya Rp24,2 miliar," ujar Hendi Priyono, salah satu kuasa hukum warga kepada wartawan Senin (11/10/2021). Sidang gugatan class action kembali berlanjut, setelah mediasi para pihak gagal.
Sidang pokok perkara dipimpin Hakim Ketua Ari Wahyu Irawan dengan pembacaan gugatan penggugat. Ada empat kelompok warga yang menggugat. Para petani, peternak ikan, peternak sapi dan kambing serta pengguna air bersih.
Mereka menyatakan telah dirugikan limbah kotoran sapi PT Greenfields. Persoalan muncul mulai tahun 2018. Yakni sejak kotoran sapi perah (Farm 2) di wilayah Kecamatan Wlingi, dialirkan ke sungai. Air sungai keruh sekaligus berbau busuk. Banyak ikan mati, termasuk ikan di kolam warga yang airnya berasal dari sungai.
Menurut Hendi, besar gugatan ganti rugi material masih dihitung. Sebab jumlah warga penggugat yang sebelumnya 258 orang berkurang menjadi 242 orang. "Kerugian materiil selama 3 tahun sejak 2018 sedang kita hitung nilai pastinya sesuai perkiraan dan kesepakatan dengan warga penggugat," terang Hendi.
Persidangan hanya berlangsung sekitar 30 menit. "Karena mediasi gagal mencapai kesepakatan, maka dilanjutkan sidang pokok perkara," ujar Hakim Ari.
Kuasa Hukum PT Greenfields John Michael Amalu Sipet meminta waktu dua minggu untuk menjawab penggugat. Majelis hakim mengabulkan dan menjadwalkan waktu 25 Oktober 2021. Setelah itu disusul agenda replik, duplik dan bukti surat setiap minggunya. Majelis hakim juga menjadwalkan putusan sela 19 November 2021 dan pemeriksaan setempat pada 22 November 2021.
Terkait besaran ganti rugi yang dituntut warga, John Michael Amalo Sipet akan menanggapi saat memberi jawaban. Pihak PT Greenfields kata John juga belum melakukan perhitungan karena tidak ada standarnya. John tidak melihat adanya standar baku. Namun pihaknya menyerahkan kepada majelis hakim.Termasuk jika diperlukan appraisal. "Akan kita tanggapi dalam jawaban nanti," ujar John.
"Sebesar Rp100 juta per orang. Dikali 242 totalnya Rp24,2 miliar," ujar Hendi Priyono, salah satu kuasa hukum warga kepada wartawan Senin (11/10/2021). Sidang gugatan class action kembali berlanjut, setelah mediasi para pihak gagal.
Sidang pokok perkara dipimpin Hakim Ketua Ari Wahyu Irawan dengan pembacaan gugatan penggugat. Ada empat kelompok warga yang menggugat. Para petani, peternak ikan, peternak sapi dan kambing serta pengguna air bersih.
Mereka menyatakan telah dirugikan limbah kotoran sapi PT Greenfields. Persoalan muncul mulai tahun 2018. Yakni sejak kotoran sapi perah (Farm 2) di wilayah Kecamatan Wlingi, dialirkan ke sungai. Air sungai keruh sekaligus berbau busuk. Banyak ikan mati, termasuk ikan di kolam warga yang airnya berasal dari sungai.
Menurut Hendi, besar gugatan ganti rugi material masih dihitung. Sebab jumlah warga penggugat yang sebelumnya 258 orang berkurang menjadi 242 orang. "Kerugian materiil selama 3 tahun sejak 2018 sedang kita hitung nilai pastinya sesuai perkiraan dan kesepakatan dengan warga penggugat," terang Hendi.
Persidangan hanya berlangsung sekitar 30 menit. "Karena mediasi gagal mencapai kesepakatan, maka dilanjutkan sidang pokok perkara," ujar Hakim Ari.
Kuasa Hukum PT Greenfields John Michael Amalu Sipet meminta waktu dua minggu untuk menjawab penggugat. Majelis hakim mengabulkan dan menjadwalkan waktu 25 Oktober 2021. Setelah itu disusul agenda replik, duplik dan bukti surat setiap minggunya. Majelis hakim juga menjadwalkan putusan sela 19 November 2021 dan pemeriksaan setempat pada 22 November 2021.
Terkait besaran ganti rugi yang dituntut warga, John Michael Amalo Sipet akan menanggapi saat memberi jawaban. Pihak PT Greenfields kata John juga belum melakukan perhitungan karena tidak ada standarnya. John tidak melihat adanya standar baku. Namun pihaknya menyerahkan kepada majelis hakim.Termasuk jika diperlukan appraisal. "Akan kita tanggapi dalam jawaban nanti," ujar John.
(eyt)