Kisah Mistis Bung Karno, Mendung Menghampiri Setiap Kali ke Bali
loading...
A
A
A
Ada yang beda di hari itu. Di saat desa masih masuk musim kemarau, mendung menyelimuti seharian.
"Bapak dan yang lain saling saling bertanya, apakah Bung Karno sedang berada di Bali," ujar Wayan Dibia yang ketika itu ikut ayahnya membantu menggarap sawah.
Dia menuturkan, Bung Karno biasanya menghabiskan waktu dua sampai tiga hari saat berada di Bali, tepatnya di Istana Tampaksiring.
Selama itu pula, langit Bali diselimuti mendung hingga turun hujan.
Dibia juga mengisahkan pengalamannya ketika bersama teman-temannya sekolah dasar (SD) diperintah sekolah menyambut rombongan Presiden Soekarno yang akan melintasi Jalan Raya Batubulan Gianyar.
Para guru dan siswa lalu berangkat dengan jalan kaki sekitar 10 kilometer dari sekolah mereka di Singapadu menuju Batubulan. Setibanya di jalan raya, mereka lalu membentuk pagar betis.
Di saat menunggu rombongan presiden lewat, hujan lebat turun. Hari itu, mendung memang sudah menyelimuti sejak pagi.
"Dengan seragam sekolah basah kuyup, semua tetap berdiri di pinggir jalan sambil mengibarkan bendera di tangan," imbuh Dibia.
Dibia yang kini telah pensiun sebagai guru besar Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar itu masih ingat betul, beberapa menit sebelum iring-iringan rombongan Presiden Soekarno akan melintas, hujan tiba-tiba saja terhenti.
"Mobil presiden dan rombongan tidak terlihat basah saat melintas," ungkapnya.
"Bapak dan yang lain saling saling bertanya, apakah Bung Karno sedang berada di Bali," ujar Wayan Dibia yang ketika itu ikut ayahnya membantu menggarap sawah.
Dia menuturkan, Bung Karno biasanya menghabiskan waktu dua sampai tiga hari saat berada di Bali, tepatnya di Istana Tampaksiring.
Selama itu pula, langit Bali diselimuti mendung hingga turun hujan.
Dibia juga mengisahkan pengalamannya ketika bersama teman-temannya sekolah dasar (SD) diperintah sekolah menyambut rombongan Presiden Soekarno yang akan melintasi Jalan Raya Batubulan Gianyar.
Para guru dan siswa lalu berangkat dengan jalan kaki sekitar 10 kilometer dari sekolah mereka di Singapadu menuju Batubulan. Setibanya di jalan raya, mereka lalu membentuk pagar betis.
Di saat menunggu rombongan presiden lewat, hujan lebat turun. Hari itu, mendung memang sudah menyelimuti sejak pagi.
"Dengan seragam sekolah basah kuyup, semua tetap berdiri di pinggir jalan sambil mengibarkan bendera di tangan," imbuh Dibia.
Dibia yang kini telah pensiun sebagai guru besar Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar itu masih ingat betul, beberapa menit sebelum iring-iringan rombongan Presiden Soekarno akan melintas, hujan tiba-tiba saja terhenti.
"Mobil presiden dan rombongan tidak terlihat basah saat melintas," ungkapnya.