Klaster Rumah Tangga Tinggi, Tracing Dalam Kota Perlu Dimasifkan
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Kasus positif Covid-19 di Kota Makassar masih fluktuatif. Salah satu yang menjadi penyumbang adalah tingginya klaster rumah tangga. Tracing pun perlu dimasifkan di dalam kota.
"Transmisinya kan sudah lokal, di dalam kabupaten dan kota itu sendiri cukup tinggi, maka upaya pencarian kasus di dalam, itu yang perlu dimasifkan," ungkap Ahli Epidemiologi Universitas Hasanuddin, Ansariadi kepada SINDOnews, Minggu (8/8/2021).
Meski klaster rumah tangga cukup mengkhawatirkan, Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar justru gencar melakukan tracing di perbatasan. Diketahui, 3.000 alat tes antigen disiapkan untuk pengguna jalan yang melintas di perbatasan.
Menurut Ansariadi, upaya tracing di perbatasan bisa saja dilakukan. Hanya saja dinilai kurang efektif, baik dari sisi anggaran hingga SDM-nya.
Ansariadi melanjutkan, berkaca pada pengalaman tahun lalu, upaya tracing di perbatasan justru menggunakan anggaran yang cukup tinggi namun kurang efektif.
"Lebih baik SDM dan biaya yang ada digunakan untuk melakukan pencarian kasus di dalam kabupaten atau kota tersebut. Pengalaman tahun lalu, biayanya cukup mahal dan kurang efektif mengurangi penularan," katanya.
Penempatan posko untuk melakukan tracing di perbatasan, lanjut Ansariadi, hanya efektif mengurangi mobilitas antar daerah saja. Langkah tersebut lebih tepat bagi daerah yang memiliki kasus yang minim berbanding daerah dengan kasus yang tinggi.
Ahli Epidemiologi lainnya, Prof Ridwan Amiruddin sebelumnya juga mengutarakan hal yang sama. Upaya penulusuran kasus Covid-19 dianggap akan lebih efektif jika dilakukan di dalam kota atau kabupaten. Apalagi kasus rumah tangga di Makassar menycapai 35% sampai 40% kasus.
"Transmisinya kan sudah lokal, di dalam kabupaten dan kota itu sendiri cukup tinggi, maka upaya pencarian kasus di dalam, itu yang perlu dimasifkan," ungkap Ahli Epidemiologi Universitas Hasanuddin, Ansariadi kepada SINDOnews, Minggu (8/8/2021).
Meski klaster rumah tangga cukup mengkhawatirkan, Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar justru gencar melakukan tracing di perbatasan. Diketahui, 3.000 alat tes antigen disiapkan untuk pengguna jalan yang melintas di perbatasan.
Menurut Ansariadi, upaya tracing di perbatasan bisa saja dilakukan. Hanya saja dinilai kurang efektif, baik dari sisi anggaran hingga SDM-nya.
Ansariadi melanjutkan, berkaca pada pengalaman tahun lalu, upaya tracing di perbatasan justru menggunakan anggaran yang cukup tinggi namun kurang efektif.
"Lebih baik SDM dan biaya yang ada digunakan untuk melakukan pencarian kasus di dalam kabupaten atau kota tersebut. Pengalaman tahun lalu, biayanya cukup mahal dan kurang efektif mengurangi penularan," katanya.
Penempatan posko untuk melakukan tracing di perbatasan, lanjut Ansariadi, hanya efektif mengurangi mobilitas antar daerah saja. Langkah tersebut lebih tepat bagi daerah yang memiliki kasus yang minim berbanding daerah dengan kasus yang tinggi.
Ahli Epidemiologi lainnya, Prof Ridwan Amiruddin sebelumnya juga mengutarakan hal yang sama. Upaya penulusuran kasus Covid-19 dianggap akan lebih efektif jika dilakukan di dalam kota atau kabupaten. Apalagi kasus rumah tangga di Makassar menycapai 35% sampai 40% kasus.