IPW Ingatkan Kapolda Jatim Tak Lebay Sikapi Kapolsek Tertidur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tindakan Kapolda Jatim, Irjen Pol. Muhammad Fadil Imran, terhadap Kapolsek Gubeng, Kompol. Naufil Hartono yang tertidur saat rapat penanganan COVID-19 di Surabaya, Jumat (22/5/2020) mengundang reaksi Indonesia Police Watch (IPW).
(Baca juga: Lebaran, Jumlah Pasien Positif COVID-19 di Jatim Jadi 3.663 Orang )
Ketua Presidium IPW, Neta S. Pane menilai, pencopotan kapolsek dari jabatannya sudah merupakan hukuman yang sangat berat, sehingga tidak perlu lagi diperiksa Propam dan dipermalukan sebagai pembunuhan karakternya.
Neta mengatakan, sepanjang pandemi COVID-19 dan sepanjang Ramadhan serta menjelang Lebaran, para kapolsek-lah yang paling berat tugasnya di lapangan. Mereka menjadi ujung tombak Polri. Setidaknya, ada empat kerja berat para Kapolsek yang harus dihargai Kapolda Jatim.
Pertama, para Kapolsek harus pontang panting melakukan deteksi dini dan antisipasi maksimal agar penyebaran COVID-19 bisa dicegah dan diputus matarantai penyebarannya.
Kedua, para Kapolsek yang bersiaga menjaga wilayahnya dengan maksimal pasca dibebaskannya ribuan napi oleh Menkumham.
Ketiga, para Kapolsek bersiaga menjaga situasi Kamtibmas di wilayahnya saat Ramadhan dan menjelang Lebaran, terutama dengan banyaknya PHK dan industri yang tutup.
Keempat, para Kapolsek yang menjadi ujung tombak untuk melakukan pagar betis agar arus mudik bisa dicegah sehingga penyebaran COVID-19 tidak meluas.
"Tugas berat itu dilakukan para Kapolsek di tengah mereka harus melakukan ibadah puasa dan kekhawatiran terhadap dirinya terkena virus COVID-19. Dalam situasi seperti ini tentunya sangat manusiawi, jika ia tertidur saat rapat di ruangan AC, apalagi selama ini ia bertugas di lapangan yang bercuaca sangat panas," kata Neta dalam keterangan persnya, Senin (25/5/2020).
IPW menilai adalah hal yang wajar jika Kapolda Jatim, Irjen Pol. Muhammad Fadil Imran yang tengah menyampaikan sambutan dalam rapat itu marah pada sang Kapolsek. Apalagi rapat itu dihadiri Pangdam V Brawijaya dan Wali Kota Surabaya.
(Baca juga: Lebaran, Jumlah Pasien Positif COVID-19 di Jatim Jadi 3.663 Orang )
Ketua Presidium IPW, Neta S. Pane menilai, pencopotan kapolsek dari jabatannya sudah merupakan hukuman yang sangat berat, sehingga tidak perlu lagi diperiksa Propam dan dipermalukan sebagai pembunuhan karakternya.
Neta mengatakan, sepanjang pandemi COVID-19 dan sepanjang Ramadhan serta menjelang Lebaran, para kapolsek-lah yang paling berat tugasnya di lapangan. Mereka menjadi ujung tombak Polri. Setidaknya, ada empat kerja berat para Kapolsek yang harus dihargai Kapolda Jatim.
Pertama, para Kapolsek harus pontang panting melakukan deteksi dini dan antisipasi maksimal agar penyebaran COVID-19 bisa dicegah dan diputus matarantai penyebarannya.
Kedua, para Kapolsek yang bersiaga menjaga wilayahnya dengan maksimal pasca dibebaskannya ribuan napi oleh Menkumham.
Ketiga, para Kapolsek bersiaga menjaga situasi Kamtibmas di wilayahnya saat Ramadhan dan menjelang Lebaran, terutama dengan banyaknya PHK dan industri yang tutup.
Keempat, para Kapolsek yang menjadi ujung tombak untuk melakukan pagar betis agar arus mudik bisa dicegah sehingga penyebaran COVID-19 tidak meluas.
"Tugas berat itu dilakukan para Kapolsek di tengah mereka harus melakukan ibadah puasa dan kekhawatiran terhadap dirinya terkena virus COVID-19. Dalam situasi seperti ini tentunya sangat manusiawi, jika ia tertidur saat rapat di ruangan AC, apalagi selama ini ia bertugas di lapangan yang bercuaca sangat panas," kata Neta dalam keterangan persnya, Senin (25/5/2020).
IPW menilai adalah hal yang wajar jika Kapolda Jatim, Irjen Pol. Muhammad Fadil Imran yang tengah menyampaikan sambutan dalam rapat itu marah pada sang Kapolsek. Apalagi rapat itu dihadiri Pangdam V Brawijaya dan Wali Kota Surabaya.