Rayakan Ulang Tahun Bung Karno, Perupa Blitar Kumpul di Istana Gebang
loading...
A
A
A
BLITAR - Peringatan 120 tahun Bung Karno , menjadi perhatian serius para seniman seni rupa di Blitar Raya. Mereka berkumpul di pelataran Istana Gebang Kota Blitar. Secara bersama-sama mereka melukis gadis muda berjarik berkebaya dengan potret Bung Karno terdekap di dada.
"Ini merupakan cara kami sebagai warga Blitar, mengulang tahuni bapak bangsa kita," tutur Soni (48) perupa Blitar, yang di tahun 2014 lalu lukisan Bung Karno karyanya tembus rekor MURI kepada SINDOnews.
Nanda mengenakan kebaya warna merah menyala. Rambutnya bersanggul. Wajahnya yang berhias senyuman, tersaput make up tipis. Malam itu. Mahasiswi semester empat jurusan publik relation Universitas Brawijaya Malang tersebut, menjadi primadona.
Semua pandangan tertuju padanya. Di atas kanvas putih 60 cm X 40 cm, kuas yang tercelup cairan cat alklirik terus bergerak. Di tangan para sketer, pensil juga tidak berhenti mengarsir. Perlahan. Bersama potret Bung Karno , garis wajah Nanda serta lekuk tubuhnya, berpindah ke atas kanvas dan kertas.
Keheningan malam di rumah masa kecil Bung Karno tiba-tiba pecah. Seorang musisi lokal yang biasa meraungkan lagu rock'n roll, tiba-tiba memetik dawai gitar bolong. Irama instrumentalia dimainkan berulang-ulang.
Sementara para perupa tetap khusyuk meluruskan konsentrasinya. Dari ekspresi senyuman Nanda, tatapan mata mereka beralih ke foto Bung Karno . Foto ukuran setengah badan. Putra sang fajar mengenakan blangkon, beskap dengan leher berhias dasi kupu-kupu. Ekspresinya kaku.
"Kalau ada yang tanya kenapa yang dipakai foto Bung Karno remaja?. Karena yang kita rayakan adalah hari lahirnya," tutur Soni menjelaskan. Sejak pandemi COVID-19 melanda. Ini pertama kalinya para perupa Blitar Raya kembali merayakan ultah Bung Karno .
Pada 6 Juni 2020, mereka nyaris tidak menggelar kegiatan apa-apa. Terutama di ruang publik. Baik di Istana Gebang maupun komplek Makam Bung Karno . Karena alasan pandemi perform dan kegiatan seni sejenisnya, ditiadakan.
Namun tidak dengan Soni. Perupa yang identik dengan karya Bung Karno tersebut, tetap mengekspresikan perayaan ultah Bung Karno . Seorang diri ia melukis patung Bung Karno dalam kibaran sang saka. "Saat itu saya melukis mulai tengah malam sampai pagi," kenangnya.
Soni warga lingkungan Gebang Kidul, Kelurahan Sananwetan Kota Blitar. Ia tumbuh dari keluarga yang pada era orde lama mengusung ideologi PNI. Istana Gebang atau Ndalem Gebang adalah lingkungan bermainnya sedari kecil.
Setiap bulan Juni yang diperingati sebagai Bulan Bung Karno , Soni mengaku berusaha untuk tidak berpangku tangan. Pada Juni 2014. Soni membuat lukisan Bung Karno setinggi 22 meter dengan lebar 10 meter. Lukisan akbar.
Kemudian oleh MURI dinyatakan memecahkan rekor. Pada ultah Bung Karno ke 114, Soni melukis 114 karakter Bung Karno di atas kain sepanjang 114 meter. Di tahun 1995. Saat pertama kali memutuskan diri menjadi perupa, obyek pertamanya adalah Bung Karno.
"Di antara lukisan yang saya buat, melukis Bung Karno paling tidak mudah," katanya. Bagi Soni, angle Bung Karno close up adalah yang tersulit. Hal detil mengenai anatomi Bung Karno harus benar-benar ia perhatikan. Termasuk semua yang tidak simetris.
Misalnya ukuran telinga yang tidak sama. Pelupuk mata tidak sama. Alis tidak sama. Struktur gigi Bung Karno muda dan tua yang tidak sama. Juga kulit wajah berlobang-lobang yang diduga bekas cacar atau jerawat. Menurut Soni harus muncul sebagai ekspresi yang apa adanya.
Justru bukan lagi Bung Karno bila ketidaksimetrisan itu disempurnakan dalam lukisan. "Karenanya, karena ada rasa tanggung jawab membuat karya sebelum melukis biasaya nyekar dulu, berdoa dulu di makamnya," terang Soni.
Pada perayaan ultah Bung Karno kali ini, para seniman Blitar Raya mengambil tema Kepedulian Generasi Muda Terhadap Bung Karno . Selain perupa hadir juga seniman musik. Kemudian juga sejumlah aktivis mahasiswa yang membaca puisi.
Terdengar bait bait puisi berjudul Putra Sang Fajar dibacakan. Aktivitas ini, kata Soni bersifat spontan. Semua persiapan dan kebutuhan dipikul bersama dengan cara patungan. "Tidak ada campur tangan pemerintah," pungkasnya.
"Ini merupakan cara kami sebagai warga Blitar, mengulang tahuni bapak bangsa kita," tutur Soni (48) perupa Blitar, yang di tahun 2014 lalu lukisan Bung Karno karyanya tembus rekor MURI kepada SINDOnews.
Nanda mengenakan kebaya warna merah menyala. Rambutnya bersanggul. Wajahnya yang berhias senyuman, tersaput make up tipis. Malam itu. Mahasiswi semester empat jurusan publik relation Universitas Brawijaya Malang tersebut, menjadi primadona.
Semua pandangan tertuju padanya. Di atas kanvas putih 60 cm X 40 cm, kuas yang tercelup cairan cat alklirik terus bergerak. Di tangan para sketer, pensil juga tidak berhenti mengarsir. Perlahan. Bersama potret Bung Karno , garis wajah Nanda serta lekuk tubuhnya, berpindah ke atas kanvas dan kertas.
Keheningan malam di rumah masa kecil Bung Karno tiba-tiba pecah. Seorang musisi lokal yang biasa meraungkan lagu rock'n roll, tiba-tiba memetik dawai gitar bolong. Irama instrumentalia dimainkan berulang-ulang.
Sementara para perupa tetap khusyuk meluruskan konsentrasinya. Dari ekspresi senyuman Nanda, tatapan mata mereka beralih ke foto Bung Karno . Foto ukuran setengah badan. Putra sang fajar mengenakan blangkon, beskap dengan leher berhias dasi kupu-kupu. Ekspresinya kaku.
"Kalau ada yang tanya kenapa yang dipakai foto Bung Karno remaja?. Karena yang kita rayakan adalah hari lahirnya," tutur Soni menjelaskan. Sejak pandemi COVID-19 melanda. Ini pertama kalinya para perupa Blitar Raya kembali merayakan ultah Bung Karno .
Pada 6 Juni 2020, mereka nyaris tidak menggelar kegiatan apa-apa. Terutama di ruang publik. Baik di Istana Gebang maupun komplek Makam Bung Karno . Karena alasan pandemi perform dan kegiatan seni sejenisnya, ditiadakan.
Namun tidak dengan Soni. Perupa yang identik dengan karya Bung Karno tersebut, tetap mengekspresikan perayaan ultah Bung Karno . Seorang diri ia melukis patung Bung Karno dalam kibaran sang saka. "Saat itu saya melukis mulai tengah malam sampai pagi," kenangnya.
Soni warga lingkungan Gebang Kidul, Kelurahan Sananwetan Kota Blitar. Ia tumbuh dari keluarga yang pada era orde lama mengusung ideologi PNI. Istana Gebang atau Ndalem Gebang adalah lingkungan bermainnya sedari kecil.
Setiap bulan Juni yang diperingati sebagai Bulan Bung Karno , Soni mengaku berusaha untuk tidak berpangku tangan. Pada Juni 2014. Soni membuat lukisan Bung Karno setinggi 22 meter dengan lebar 10 meter. Lukisan akbar.
Kemudian oleh MURI dinyatakan memecahkan rekor. Pada ultah Bung Karno ke 114, Soni melukis 114 karakter Bung Karno di atas kain sepanjang 114 meter. Di tahun 1995. Saat pertama kali memutuskan diri menjadi perupa, obyek pertamanya adalah Bung Karno.
"Di antara lukisan yang saya buat, melukis Bung Karno paling tidak mudah," katanya. Bagi Soni, angle Bung Karno close up adalah yang tersulit. Hal detil mengenai anatomi Bung Karno harus benar-benar ia perhatikan. Termasuk semua yang tidak simetris.
Misalnya ukuran telinga yang tidak sama. Pelupuk mata tidak sama. Alis tidak sama. Struktur gigi Bung Karno muda dan tua yang tidak sama. Juga kulit wajah berlobang-lobang yang diduga bekas cacar atau jerawat. Menurut Soni harus muncul sebagai ekspresi yang apa adanya.
Justru bukan lagi Bung Karno bila ketidaksimetrisan itu disempurnakan dalam lukisan. "Karenanya, karena ada rasa tanggung jawab membuat karya sebelum melukis biasaya nyekar dulu, berdoa dulu di makamnya," terang Soni.
Pada perayaan ultah Bung Karno kali ini, para seniman Blitar Raya mengambil tema Kepedulian Generasi Muda Terhadap Bung Karno . Selain perupa hadir juga seniman musik. Kemudian juga sejumlah aktivis mahasiswa yang membaca puisi.
Terdengar bait bait puisi berjudul Putra Sang Fajar dibacakan. Aktivitas ini, kata Soni bersifat spontan. Semua persiapan dan kebutuhan dipikul bersama dengan cara patungan. "Tidak ada campur tangan pemerintah," pungkasnya.
(eyt)