Ada Temuan Piutang Rp2,8 M, Perda Retribusi Sampah Dikaji Ulang
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Sistem administrasi penarikan retribusi sampah di Kota Makassar belum tertata dengan baik. Hal itu dibuktikan dengan adanya temuan piutang retribusi sampah Rp2,8 miliar berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ) Tahun Anggaran 2020.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi B DPRD Makassar , William Laurin menyampaikan regulasi yang mengatur tentang penarikan retribusi sampah di masyarakat sudah seharusnya direvisi. Alasannya, Perda 11/2011 yang menjadi dasar penarikan retribusi dianggap sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini.
"Jadi, banyak hal yang perlu direvisi disitu (Perda 11/2011), mulai dari sisi teknis pelaksanaan penarikan retribusi, penghitungan, kemudian sasaran-sasaran mana yang lebih berpotensi. Ini inisiatif kita, jadi sementara pembenahan," kata William, kepada SINDOnews, Selasa (1/6/2021).
Menurut dia, adanya tunggakan retribusi sampah di masyarakat bisa saja terjadi karena beberapa faktor. Misalnya, sumber pendapatan masyarakat yang semakin berkurang di tengah pandemi Covid-19. Ekonomi masyarakat kian sulit.
"Kondisi-kondisi seperti ini yang akan menjadi telaah bagi kita untuk melakukan evaluasi, paling tidak bulan ini," ujar dia.
Lanjut William, potensi pendapatan daerah melalui retribusi sampah cukup besar. Tiap tahun terus mengalami kenaikan. Hanya memang, diakuinya di tengah pandemi ada dispensasi dari pemerintah kota kepada pelaku usaha. Akibatnya, ada beberapa potensi pendapatan yang hilang seperti rumah makan, hotel dan restoran.
Disamping itu, banyak pelaku usaha yang tutup. Hal itu berdampak pada berkurangnya volume sampah dan memengaruhi minimnya pendapatan daerah. Bahkan dewan berencana melakukan subsidi silang. Masyarakat ekonomi lemah tidak lagi dipungut iuran sampah. Pihaknya, lebih menyasar pelaku usaha yang mempunyai potensi pendapatan yang lebih.
"Kami akan usahakan kelas menengah ke bawah itu tidak usah dipungut iuran sampahnya. Ini namanya subsidi tempat-tempat yang cukup berpotensi yang menghasilkan volume sampah cukup besar, ini yang harus dihitung baik-baik untuk penetapan SKRD," papar William.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi B DPRD Makassar , William Laurin menyampaikan regulasi yang mengatur tentang penarikan retribusi sampah di masyarakat sudah seharusnya direvisi. Alasannya, Perda 11/2011 yang menjadi dasar penarikan retribusi dianggap sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini.
"Jadi, banyak hal yang perlu direvisi disitu (Perda 11/2011), mulai dari sisi teknis pelaksanaan penarikan retribusi, penghitungan, kemudian sasaran-sasaran mana yang lebih berpotensi. Ini inisiatif kita, jadi sementara pembenahan," kata William, kepada SINDOnews, Selasa (1/6/2021).
Menurut dia, adanya tunggakan retribusi sampah di masyarakat bisa saja terjadi karena beberapa faktor. Misalnya, sumber pendapatan masyarakat yang semakin berkurang di tengah pandemi Covid-19. Ekonomi masyarakat kian sulit.
"Kondisi-kondisi seperti ini yang akan menjadi telaah bagi kita untuk melakukan evaluasi, paling tidak bulan ini," ujar dia.
Lanjut William, potensi pendapatan daerah melalui retribusi sampah cukup besar. Tiap tahun terus mengalami kenaikan. Hanya memang, diakuinya di tengah pandemi ada dispensasi dari pemerintah kota kepada pelaku usaha. Akibatnya, ada beberapa potensi pendapatan yang hilang seperti rumah makan, hotel dan restoran.
Disamping itu, banyak pelaku usaha yang tutup. Hal itu berdampak pada berkurangnya volume sampah dan memengaruhi minimnya pendapatan daerah. Bahkan dewan berencana melakukan subsidi silang. Masyarakat ekonomi lemah tidak lagi dipungut iuran sampah. Pihaknya, lebih menyasar pelaku usaha yang mempunyai potensi pendapatan yang lebih.
"Kami akan usahakan kelas menengah ke bawah itu tidak usah dipungut iuran sampahnya. Ini namanya subsidi tempat-tempat yang cukup berpotensi yang menghasilkan volume sampah cukup besar, ini yang harus dihitung baik-baik untuk penetapan SKRD," papar William.