Kisah Tenganan, Desa Terkuno di Bali yang Tidak Mengenal Nyepi
loading...
A
A
A
Tak lama lagi, umat Hindu Bali akan merayakan Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1943 yang jatuh pada 14 Maret 2020. Namun di Desa Tenganan, umat Hindu setempat tidak ikut merayakan. Konon, desa ini menggambarkan budaya Bali sesungguhnya.
Desa Tenganan terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali Timur. Tenganan adalah desa tradisional yang mendapatkan sebutan ‘Bali Aga’ atau ‘Bali Asli’. Nama Tenganan berasal dari kata ‘tengah’ atau ‘ngatenghang’, atau kurang lebih bermakna pindah ke tengah.
Asal nama Desa Tenganan dapat dihubungkan dengan cerita Raja Bedahulu Mayadenawa yang sangat sakti, tapi bersifat sombong dan tinggi hati. Pada masa pemerintahannya semua orang Desa Peneges di wilayah kerajaan Bedahulu dilarang melaksanakan upacara keagamaan maupun persembahyangan ke Pura Besakih.
Keadaan inilah yang membuat para dewa di sorga marah dengan kelakuan Mayadenawa. Untuk memerangi sang raja yang amat sakti itulah Bhatara Indra turun ke dunia. Dalam peperangan inilah Raja Mayadenawa dikalahkan oleh Bhatara Indra.
Kemenangan atas wafatnya Mayadenawa dirayakan oleh warga Peneges. Di mana Bhatara Indra memerintahkan kepada warga Peneges untuk kembali melaksanakan persembahyangan ke Pura Besakih.
Upacara kemenangan ini diberi namaAsua Medayadnyayaitu upacara kurban(caru) menggunakan seekor kuda berbulu putih bernama Onceswara.
Ketika upacara akan dilaksanakan mendadak kuda Onceswara mendadak hilang. Bhatara Indra memerintahkan semua warga Peneges untuk mencari kuda tersebut. Warga Penegea berhasil menemukan kuda tersebut tetapi dalam keadaan mati. Mereka sangat berduka karena kuda Onceswara sudah mati.
Desa Tenganan terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali Timur. Tenganan adalah desa tradisional yang mendapatkan sebutan ‘Bali Aga’ atau ‘Bali Asli’. Nama Tenganan berasal dari kata ‘tengah’ atau ‘ngatenghang’, atau kurang lebih bermakna pindah ke tengah.
Asal nama Desa Tenganan dapat dihubungkan dengan cerita Raja Bedahulu Mayadenawa yang sangat sakti, tapi bersifat sombong dan tinggi hati. Pada masa pemerintahannya semua orang Desa Peneges di wilayah kerajaan Bedahulu dilarang melaksanakan upacara keagamaan maupun persembahyangan ke Pura Besakih.
Keadaan inilah yang membuat para dewa di sorga marah dengan kelakuan Mayadenawa. Untuk memerangi sang raja yang amat sakti itulah Bhatara Indra turun ke dunia. Dalam peperangan inilah Raja Mayadenawa dikalahkan oleh Bhatara Indra.
Kemenangan atas wafatnya Mayadenawa dirayakan oleh warga Peneges. Di mana Bhatara Indra memerintahkan kepada warga Peneges untuk kembali melaksanakan persembahyangan ke Pura Besakih.
Upacara kemenangan ini diberi namaAsua Medayadnyayaitu upacara kurban(caru) menggunakan seekor kuda berbulu putih bernama Onceswara.
Ketika upacara akan dilaksanakan mendadak kuda Onceswara mendadak hilang. Bhatara Indra memerintahkan semua warga Peneges untuk mencari kuda tersebut. Warga Penegea berhasil menemukan kuda tersebut tetapi dalam keadaan mati. Mereka sangat berduka karena kuda Onceswara sudah mati.