Tak Terima Ayahnya Dicovidkan, Putri Laporkan RSUD Karanganyar ke Polisi, Ini Jawaban Rumah Sakit
loading...
A
A
A
KARANGANYAR - Melani Putri Rohmadoni tidak terima ayahnya, Suyadi (69), warga Dusun Ngelano, Tasikmadu, Karanganyar dicovidkan hingga meninggal dunia .
Dia pun melaporkan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karanganyar. “Ayah saya itu tidaklah terpapar COVID-19 ,” kata Melani Putri didampingi kuasa hukumnya, Asri Purwanti.
Kasus ini bermula ketika Suyadi mengeluhkan penyakit ginjalnya kambuh. Karena telah memiliki rekam medik saat kontrol di rumah sakit tersebut pada April, maka Suyadi pun akhirnya diputuskan dibawa kembali ke RSUD untuk dirawat.
“Keluarga pun akhirnya membawa kembali Mbah Suyadi ke RSUD. Namun, di RSUD, Mbah Suyadi tak segera ditangani. Pihak RSUD hanya mengambil spesimen untuk menentukan COVID-19 atau tidak. Baru jam 11.00 keluarganya disuruh tanda tangan pernyataan, kata susternya kalau tidak tandatangan tidak mendapat kamar dan penanganan dokter,” beber pengacara keluarga Suyadi, belum lama ini.
Melihat kondisi ayahnya yang sudah payah dan muntah darah, tanpa pikir panjang, sebagai anak, putri pun menandatangani surat yang disodorkan pihak RSUD. Yang ternyata ayahnya dinyatakan gejala COVID-19 dan harus diisolasi.
Anehnya, ungkap Asri, Suyadi justru dibawa ke bangsal Masak, bukan ke bangsal isolasi. “Karena ingin melihat ayahnya mendapatkan penanganan cepat, klien kami pun akhirnya menandatangi surat yang ternyata berisi bila ayah klien kami positif COVID-19 . Tapi anehnya, kalau COVID-19 , kenapa dibawa ke bangsal Mawar, bukan ke bangsal isolasi khusus C COVID-19 ,"papar Asri.
Namun takdir berkehendak lain, Suyadi pun meninggal dunia. Karena masuk dalam kategori pasien COVID-19 , Suyadi pun langsung dimakamkan dengan protokol COVID-19 . Namun anehnya, dari rekaman video yang dimiliki pihak keluarga, prosesi pemakaman Suyadi, petugas tidak memakai pakaian APD.
Dalam remakan itu, petugas hanya berpakaian biasa dan bersepatu boot. Melihat keanehan-keanehan itu, keluarga pun memutuskan melaporkan pada pihak kepolisian. Apalagi, dari pihak rumah sakit, tidak bisa menjelaskan kejanggalan tanggal pengambilan spesimen. Dimana dalam laporan kepolisian, pengambilan spesimen tertulis 23 Oktober 2020. Padahal tanggal 22 Oktober Suyadi sudah meninggal dan dimakamkan.
Rumah sakit, ungkap Asri, sempat berdalih itu tanggal pengiriman spesimen ke RS Moewardi Solo. “Kami tak bisa menerima alasan itu. tanggal 23 Oktober pengambilan spesimen. Padahal tanggal 22 Oktober Suyadi sudah meninggal. Karena itu kami melaporkan dugaan sumpah palsu pelanggaran pasal 263 KUHP yang dilakukan RSUD,” ujar Asri.
Sementara itu dalam konfrensi pers, pihak RSUD Karanganyar menerima dengan senang hati gugatan yang dilayangkan pada pihaknya. Direktur Utama RSUD Karanganyar dr Iwan Setiawan Aji mengatakan, gugatan yang dilayangkan pada pihaknya ini disebabkan adanya kekurangan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat.
Untuk itu, pihak RSUD, ungkap Iwan membuka pintu dialog dan mediasi seluas-luasnya untuk menyelesaikan gugatan atas pelayanan RSUD dalam memberikan pelayanan kurang memuaskan atas meninggalnya Suyadi, ayah Putri.
“Kami menyadari gugatan ini bentuk nyata kurangnya kami dalam memberikan pelayanan. Kami meminta maaf meskipun kami melakukan penanganan pasien tersebut sesuai standar operasi. Ini akan kami masukan untuk pembenahan ke depan,” ujar Iwan dalam konfrensi pers, Senin (1/3/2021).
Menurut Iwan, kasus yang dihadapinya ini merupakan kasus kedua setelah dirinya resmi dilantik menjadi Dirut RSUD oleh Bupati. Iwan membeberkan, pasien atas nama Suyadi datang ke RSUD pada tanggal 22 Oktober. Sesuai posedur memang harus diambil spesimen untuk diperiksa COVID-19 atau bukan. Namun dari tes awal dugaan/suspek COVID-19 Suyadi tinggi, sehingga diperlakukan COVID-19.
Sayangnya, ungkap Iwan, pasien sekira pukul 15.15 meninggal. Karena termasuk suspek tinggi, maka prosedur pemulasaraan jenazahnya seperti COVID-19. Tidak dimandikan dan langsung dibungkus plastik bersama pakaian, sprei, bantal dan guling yang dipakai kemudian langsung dikubur.
“Soal laporan pengambilan spesimen, pengambilan dilakukan sore tanggal 22 Oktober 2020. Namun karena RS Moewardi sudah tutup maka pengiriman dilakukan tanggal 23 Oktober,” bebernya.
“Dan bila ditulis sesuai tanggal pengiriman 23 Oktober, itu sesuai dengan prosedur pengambilan spesimen tanggal 23 Oktober. Dan semua harus dilaporkan pada Depkes. Padahal Depkes dibuka 23 Oktober. Karena itu, laporan tersebut bukan kesaksian palsu dan itu sudah dijelaskan pada keluarga dan pengacara,” ungkapnya.
Dia pun melaporkan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karanganyar. “Ayah saya itu tidaklah terpapar COVID-19 ,” kata Melani Putri didampingi kuasa hukumnya, Asri Purwanti.
Kasus ini bermula ketika Suyadi mengeluhkan penyakit ginjalnya kambuh. Karena telah memiliki rekam medik saat kontrol di rumah sakit tersebut pada April, maka Suyadi pun akhirnya diputuskan dibawa kembali ke RSUD untuk dirawat.
“Keluarga pun akhirnya membawa kembali Mbah Suyadi ke RSUD. Namun, di RSUD, Mbah Suyadi tak segera ditangani. Pihak RSUD hanya mengambil spesimen untuk menentukan COVID-19 atau tidak. Baru jam 11.00 keluarganya disuruh tanda tangan pernyataan, kata susternya kalau tidak tandatangan tidak mendapat kamar dan penanganan dokter,” beber pengacara keluarga Suyadi, belum lama ini.
Melihat kondisi ayahnya yang sudah payah dan muntah darah, tanpa pikir panjang, sebagai anak, putri pun menandatangani surat yang disodorkan pihak RSUD. Yang ternyata ayahnya dinyatakan gejala COVID-19 dan harus diisolasi.
Anehnya, ungkap Asri, Suyadi justru dibawa ke bangsal Masak, bukan ke bangsal isolasi. “Karena ingin melihat ayahnya mendapatkan penanganan cepat, klien kami pun akhirnya menandatangi surat yang ternyata berisi bila ayah klien kami positif COVID-19 . Tapi anehnya, kalau COVID-19 , kenapa dibawa ke bangsal Mawar, bukan ke bangsal isolasi khusus C COVID-19 ,"papar Asri.
Namun takdir berkehendak lain, Suyadi pun meninggal dunia. Karena masuk dalam kategori pasien COVID-19 , Suyadi pun langsung dimakamkan dengan protokol COVID-19 . Namun anehnya, dari rekaman video yang dimiliki pihak keluarga, prosesi pemakaman Suyadi, petugas tidak memakai pakaian APD.
Dalam remakan itu, petugas hanya berpakaian biasa dan bersepatu boot. Melihat keanehan-keanehan itu, keluarga pun memutuskan melaporkan pada pihak kepolisian. Apalagi, dari pihak rumah sakit, tidak bisa menjelaskan kejanggalan tanggal pengambilan spesimen. Dimana dalam laporan kepolisian, pengambilan spesimen tertulis 23 Oktober 2020. Padahal tanggal 22 Oktober Suyadi sudah meninggal dan dimakamkan.
Rumah sakit, ungkap Asri, sempat berdalih itu tanggal pengiriman spesimen ke RS Moewardi Solo. “Kami tak bisa menerima alasan itu. tanggal 23 Oktober pengambilan spesimen. Padahal tanggal 22 Oktober Suyadi sudah meninggal. Karena itu kami melaporkan dugaan sumpah palsu pelanggaran pasal 263 KUHP yang dilakukan RSUD,” ujar Asri.
Sementara itu dalam konfrensi pers, pihak RSUD Karanganyar menerima dengan senang hati gugatan yang dilayangkan pada pihaknya. Direktur Utama RSUD Karanganyar dr Iwan Setiawan Aji mengatakan, gugatan yang dilayangkan pada pihaknya ini disebabkan adanya kekurangan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat.
Untuk itu, pihak RSUD, ungkap Iwan membuka pintu dialog dan mediasi seluas-luasnya untuk menyelesaikan gugatan atas pelayanan RSUD dalam memberikan pelayanan kurang memuaskan atas meninggalnya Suyadi, ayah Putri.
“Kami menyadari gugatan ini bentuk nyata kurangnya kami dalam memberikan pelayanan. Kami meminta maaf meskipun kami melakukan penanganan pasien tersebut sesuai standar operasi. Ini akan kami masukan untuk pembenahan ke depan,” ujar Iwan dalam konfrensi pers, Senin (1/3/2021).
Menurut Iwan, kasus yang dihadapinya ini merupakan kasus kedua setelah dirinya resmi dilantik menjadi Dirut RSUD oleh Bupati. Iwan membeberkan, pasien atas nama Suyadi datang ke RSUD pada tanggal 22 Oktober. Sesuai posedur memang harus diambil spesimen untuk diperiksa COVID-19 atau bukan. Namun dari tes awal dugaan/suspek COVID-19 Suyadi tinggi, sehingga diperlakukan COVID-19.
Sayangnya, ungkap Iwan, pasien sekira pukul 15.15 meninggal. Karena termasuk suspek tinggi, maka prosedur pemulasaraan jenazahnya seperti COVID-19. Tidak dimandikan dan langsung dibungkus plastik bersama pakaian, sprei, bantal dan guling yang dipakai kemudian langsung dikubur.
Baca Juga
“Soal laporan pengambilan spesimen, pengambilan dilakukan sore tanggal 22 Oktober 2020. Namun karena RS Moewardi sudah tutup maka pengiriman dilakukan tanggal 23 Oktober,” bebernya.
“Dan bila ditulis sesuai tanggal pengiriman 23 Oktober, itu sesuai dengan prosedur pengambilan spesimen tanggal 23 Oktober. Dan semua harus dilaporkan pada Depkes. Padahal Depkes dibuka 23 Oktober. Karena itu, laporan tersebut bukan kesaksian palsu dan itu sudah dijelaskan pada keluarga dan pengacara,” ungkapnya.
(nic)