Belajar dari Sesar Aktif Majene, Ini Rekomendasi untuk Masyarakat Surabaya

Senin, 18 Januari 2021 - 19:59 WIB
loading...
A A A
Laporan Pusat Pengendali Operasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 17 Januari 2021 menyatakan bahwa jumlah korban meninggal akibat gempa magnitudo 6,2 pada 15 Jauari 2021 lalu menjadi 70 orang dari Mamuju dan 11 orang dari Majene. Sebanyak 189 orang mengalami luka berat dan harus menerima perawatan di Mamuju dan sekitar 637 orang yang mengalami luka di Majene mendapati penanganan rawat jalan.

Sementara itu, ruas jalan Majene-Mamuju juga sempat terputus karena mengalami longsor. Sekitar 1.150 unit rumah di Majene terdata alami kerusakan dan 15 sekolah turut terdampak. Sedangkan di Mamuju, tercatat kerusakan berat juga menimpa kantor Gubernur Sulawesi Barat dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mamuju.

Belajar dari kejadian di Majene, dalam laporan Pusat Gempa Nasional 2017 disebutkan bahwa banyak kota di Indonesia dilewati oleh sesar aktif yang berpotensi mendorong terjadinya gempa. Laporan yang tersaji dalam bentuk peta bahaya gempa itu menunjukkan potensi gempa akibat sesar aktif juga tidak sedikit keberadaannya di Provinsi Jawa Timur. Di antaranya ada sesar Wonorejo di Kabupaten Banyuwangi, sesar Probolinggo di Kabupaten Probolinggo, dan sesar Pasuruan di Kabupaten Pasuruan.

“Kota Surabaya bahkan dilewati oleh dua sesar yang berbeda, yaitu sesar Surabaya dan sesar Waru,” tegasnya.

Keberadaan sesar Waru memanjang dari Gresik, melewati Mojokerto, Jombang, Nganjuk, hingga Saradan. Sesar-sesar ini masih aktif dan mengalami pergerakan setiap tahunnya rata-rata sejauh 0,05 milimeter. Maka sudah sepatutnya, kata Amien, kita mewaspadai terjadinya gempa dan meminimalisasi kerugian yang mungkin terjadi.

Sebelum tak terkendali, lanjutnya, Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) dan terkhusus Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya seharusnya telah menyiapkan langkah antisipasi. Amien menyarankan kepada pemerintah untuk melakukan asesmen ancaman gempa, asesmen kerentanan bangunan dan kerentanan tanah, serta asesmen kapasitas masyarakat.

“Bila kawasan tersebut mempunyai kondisi tanah yang buruk dan bangunan yang kurang kokoh, maka bisa dikategorikan kawasan berisiko tinggi,” jelasnya.

Berdasarkan peta zonasi kawasan dengan tingkat risiko yang rendah hingga tinggi ini, dapat dibuat dan dijadikan acuan mitigasi. Setiap kawasan akan sangat mungkin memiliki arahan mitigasi yang berbeda, sesuai dengan levelisasi itu. Baik itu arahan mitigasi struktural, maupun arahan mitigasi nonstruktural, keduanya sama-sama penting dan perlu untuk diedukasikan kepada masyarakat.
(msd)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2253 seconds (0.1#10.140)