Belajar dari Sesar Aktif Majene, Ini Rekomendasi untuk Masyarakat Surabaya

Senin, 18 Januari 2021 - 19:59 WIB
loading...
Belajar dari Sesar Aktif Majene, Ini Rekomendasi untuk Masyarakat Surabaya
Pakar Geologi yang aktif di Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) ITS, Dr Amien Widodo.
A A A
SURABAYA - Gempa bumi yang terjadi di Majene, Sulawesi Barat memberikan banyak pelajaran berharga tetang kesiapan sebuah daerah memahami sesar aktif gempa bumi. Kondisi itu pun bisa menjadi warning berbagai daerah lainnya di Indonesia untuk memiliki mitigasi bencana yang terpadu.

Pakar Geologi yang juga Peneliti Senior di Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Dr Amien Widodo menuturkan, letak Kabupaten Majene berada di zona patahan, tempat terjadinya tegangan di dalam perut bumi yang dapat mengakibatkan pergeseran atau sesar. Menurut sejarahnya, pada 23 Februari 1969, terjadi gempa besar berkekuatan 6,9 Skala Richter (SR) pada kedalaman 13 kilometer di sana.

Baca juga: Bantu Korban Gempa, Prajurit Yonkes 2 Divif 2 Kostrad Diberangkatkan ke Mamuju

Ia menambahkan, sesar yang berada di Majene merupakan sesar yang masih sangat aktif. Hal itu ditunjukkan oleh pergeseran yang masih sering terjadi dan gempa yang mengikuti pergeseran itu. “Sesar aktif di Majene ini merupakan sesar naik yang sering menyebabkan gempa dangkal di sana, seperti baru-baru ini (terjadi),” kata Amien, Senin (18/1/2021)..

Gempa pembuka dicatat oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terjadi pada pukul 13.35 WIB di kedalaman 10 kilometer dengan kekuatan 5,9 SR. Skala tersebut diestimasi akan berpotensi menimbulkan kerusakan. “Benar saja, gempa memicu terjadinya rockfall (runtuhan batu) di perbukitan yang kemudian merusak rumah warga di sana,” ungkapnya.

Peristiwa gempa itu disebut sebagai gempa pembuka (foreshock). Karena setelah keesokan harinya, Jumat (15/1/2021), telah terekam terjadi gempa susulan sebanyak 28 kali di Majene dengan magnitudo yang beragam. “Misalnya pada gempa kedua dengan kekuatan 6,2 SR dirasakan bukan hanya di Majene, melainkan sampai ke Mamuju dan Palu,” jelasnya.

Gempa yang mengguncang Majene dan Mamuju memiliki skala intensitas V-VI Modified Mercalli Intensity (MMI). Pada level ini, gempa sangat berpotensi memicu kerusakan. Sementara di Mamuju Tengah, Palu, Mamuju Utara, dan Mamasa, benda-benda terpelanting akibat gempa dengan skala intensitas III-IV MMI.

“Melihat dampak dan besar kekuatannya yang lebih besar dari sebelumnya, sementara kejadian yang terjadi Jumat (15/1/2021) dini hari itu ditetapkan sebagai gempa utama (mainshock),” katanya.

Baca juga: Kalah Gugatan, PT Antam Diminta Bayar 1,1 Ton Emas Kepada Pengusaha Surabaya

Amien menambahkan, semua berharap ketetapan itu tidak berubah dan justru melemah. Sehingga, tidak ada gempa yang lebih besar lagi dan tersisa gempa susulan yang kekuatannya semakin mengecil hingga keadaan kembali stabil. “Meski demikian, kita harus mengingat betul sejarah pesisir Majene yang pernah dilanda tsunami pada 1969 akibat bagian fold thrust belt (jenis sabuk lipatan daerah deformasi, red) sesar Majene yang terletak di lepas pantai,” imbau dosen Departemen Teknik Geofisika ITS ini.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2322 seconds (0.1#10.140)