Misteri Pohon Setia Raja di Danau Melintang, Ada Kehidupan Kota Tak Terlihat
loading...
A
A
A
Kisah tersebut, katanya, beredar luas di tengah masyarakat, diceritakan secara turun temurun hingga menjadi hikayat desa.
“Kenapa dinamakan pohon setia raja? Dahulu kala Sultan Kutai ingin mendirikan Masjid Agung dan membutuhkan tiang utama yang kokoh dan kuat. Kami menamakannya tiang guru,” ujar Hery saat memulai ceritanya. Maka disebarlah empat orang ke segala penjuru Kutai. Utusan ini terdiri dari pangeran dan putra mahkota.
“Ada yang ke sungai, ada yang ke pesisir, ada yang ke kawasan pegunungan, dan ada pula yang ke danau yakni Danau Melintang ini. Utusan yang ke Danau Melintang adalah putra mahkota,” sebutnya.
Saat putra mahkota Bersama hulu balang dan rombongan tiba di Danau Melintang, mereka dicegat oleh sekelompok makhluk gaib. “Penghuni” Danau Melintang itu bertanya tujuan rombongan ke Danau Melintang.
“Sang putra mahkota menjelaskan kalau mereka ingin mencari kayu paling kuat di daerah tersebut dan dijawab oleh makhluk gaib tadi yakni kayu bangkirai. Putra mahkota meminta diantarkan ke lokasi dan diizinkan untuk mengambil kayu,” sambungnya.
Usai batang kayu bangkirai diambil dan hendak pulang, makhluk gaib meminta kepada putra mahkota untuk dijadikan bagian dari Kesultanan Kutai. Permintaan itu tak langsung disetujui karena putra mahkota harus meminta ijin ke Sultan Kutai.
Putra mahkota kemudian Kembali ke ibukota kerajaan Kutai dan menceritakan kisahnya kepada sultan. Sultan pun merespon dan meminta putra mahkota kembali ke Danau Melintang menyampaikan kabar persetujuannya.
“Bawa tongkat ini sebagai tanda bahwa mereka sudah menjadi bagian dari Kerajaan Kutai dan bisa mengabdikan diri,” kata Sultan seperti ditirukan Hery.
Putra Mahkota kemudian kembali ke Danau Melintang dan menemui makhluk gaib. Tongkat tadi kemudian ditancapkan di tempat mereka dicegat saat pertama kali berjumpa.
Tongkat itu kemudian menjadi perkampungan gaib sebagai simbol kesetiaan mereka kepada raja. Di kawasan itu tumbuh pohon rengas yang kini disebut sebagai pohon setia raja.
“Itu menjadi penanda kesetiaan mereka kepada sultan dan kini menjadi kota gaib yang besar, megah, dan modern,” sebut Hery.
“Kenapa dinamakan pohon setia raja? Dahulu kala Sultan Kutai ingin mendirikan Masjid Agung dan membutuhkan tiang utama yang kokoh dan kuat. Kami menamakannya tiang guru,” ujar Hery saat memulai ceritanya. Maka disebarlah empat orang ke segala penjuru Kutai. Utusan ini terdiri dari pangeran dan putra mahkota.
“Ada yang ke sungai, ada yang ke pesisir, ada yang ke kawasan pegunungan, dan ada pula yang ke danau yakni Danau Melintang ini. Utusan yang ke Danau Melintang adalah putra mahkota,” sebutnya.
Saat putra mahkota Bersama hulu balang dan rombongan tiba di Danau Melintang, mereka dicegat oleh sekelompok makhluk gaib. “Penghuni” Danau Melintang itu bertanya tujuan rombongan ke Danau Melintang.
“Sang putra mahkota menjelaskan kalau mereka ingin mencari kayu paling kuat di daerah tersebut dan dijawab oleh makhluk gaib tadi yakni kayu bangkirai. Putra mahkota meminta diantarkan ke lokasi dan diizinkan untuk mengambil kayu,” sambungnya.
Usai batang kayu bangkirai diambil dan hendak pulang, makhluk gaib meminta kepada putra mahkota untuk dijadikan bagian dari Kesultanan Kutai. Permintaan itu tak langsung disetujui karena putra mahkota harus meminta ijin ke Sultan Kutai.
Putra mahkota kemudian Kembali ke ibukota kerajaan Kutai dan menceritakan kisahnya kepada sultan. Sultan pun merespon dan meminta putra mahkota kembali ke Danau Melintang menyampaikan kabar persetujuannya.
“Bawa tongkat ini sebagai tanda bahwa mereka sudah menjadi bagian dari Kerajaan Kutai dan bisa mengabdikan diri,” kata Sultan seperti ditirukan Hery.
Putra Mahkota kemudian kembali ke Danau Melintang dan menemui makhluk gaib. Tongkat tadi kemudian ditancapkan di tempat mereka dicegat saat pertama kali berjumpa.
Tongkat itu kemudian menjadi perkampungan gaib sebagai simbol kesetiaan mereka kepada raja. Di kawasan itu tumbuh pohon rengas yang kini disebut sebagai pohon setia raja.
“Itu menjadi penanda kesetiaan mereka kepada sultan dan kini menjadi kota gaib yang besar, megah, dan modern,” sebut Hery.