Motang Rua, Pahlawan Kebanggaan Orang Manggarai

Jum'at, 17 April 2020 - 05:15 WIB
loading...
A A A
Tidak hanya sebatas menolak, Motang Rua pun segera melakukan konsolidasi ke semua kampung dan dalu (level kecamatan) untuk membentuk kekuatan melawan kesewenangan Belanda. Keluarga, kerabat di kampung tetangga dan puluhan dalu berhasil digalang Motang Rua sehingga menjadi satu kekuatan besar.

Kekuatan rakyat di bawah komando Motang Rua lalu mendirikan Benteng Kuwu. Dari sini mereka melakukan aksi berupa memboikot warga lain yang membawa material untuk pembangunan kantor pemerintahan sipil Belanda. Pada kesempatan lain, anak buah Motang Rua mengirim alang-alang, ijuk, dan balok yang sudah dipotong-potong.

Aksi ini membuat Belanda kaget dan marah, lalu mengirim utusan untuk mengingatkan Motang Rua. Alih-alih pesan Belanda diterima, utusan malah dibunuh Motang Rua.

Merasa makin terancam, pada 31 Juli 1909, Belanda memerintahkan agar Motang Rua menghadap Belanda. Perintah ini dijawab tegas oleh Motang Rua dan pengikutnya. “Kami tidak akan tunduk kepada Belanda. Kami tidak ikhlas tanah kami serahkan kepada kulit putih”.

Pendekatan persuasif gagal. Belanda kemudian mengirim pasukan bersenjata sebanyak 12 orang untuk mengepung Beo Kina, tempat tinggal Motang Rua. Ekspedisi ini sudah diantisipasi oleh Motang Rua. Pasukan bersenjata dihadang pasukan Motang Rua di Ngalor Sua (kali) sebelum Beo Kina. Sebanyak 10 serdadu utusan Belanda tewas disergap pasukan Motang Rua. Senjata mereka lalu diambil. Sementara itu, 2 orang serdadu lari dan sembunyi di jurang.

Kalah pada pertempuran pertama, membuat Belanda melipatgandakan pasukannya dengan meminta bantuan ke Ende dan Kupang. Pada 9 Agustus 1909 pasukan bantuan yang dipimpin Letnan Sepandau tiba di Ruteng. Pada 10 Agustus langsung menyerang Benteng Kuwu, markas pasukan Motang Rua. Pertempuran ini memang tak seimbang, karena kekuatan Belanda dilengkapi dengan senjata modern. Sementara pasukan Motang Rua hanya mengandalkan pedang, tombak dan kapak. Banyak korban tewas dan luka-luka di pihak pasukan Motang Rua.

Agar tak semua jatuh korban, Motang Rua dan pasukan mundur ke Beo Kina dan memancangkan bendera putih, tanda menyerah. Taktik ini menyelamatkan kampung Beo Kina dari aksi bumihangus yang diterapkan Belanda. Sementara, kampung di sekitarnya hangus.

Motang Rua kemudian mengubah taktik dengan melakukan perang gerilya. Dia memindahkan pusat komando di gua “Cunca Wene” di Raka Ndoso. Aksi gerilya Motang Rua memicu perang makin meluas Dalam pertempuran ini 35 pejuang rakyat tewas. Namun Belanda tidak puas karena belum berhasil menangkap Motang Rua.

Menyerah demi keluarga

Belanda kemudian mengubah taktik untuk mendapatkan Motang Rua. Ia menyandera dan menyiksa keluarga Adak Pongkor di Puni (Ruteng) yang merupakan kerabat rapat, di mana ibu dari Motang Rua adalah saudari kandung Adak Pongkor.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1119 seconds (0.1#10.140)