Harga Kedelai Melejit Pengrajin Tempe Menjerit
loading...
A
A
A
SURABAYA - Harga kedelai belakangan ini yang terus melambung membuat belasan pengrajin tempe di Surabaya tak kuat lagi menanggung biaya produksi. Para pengrajin tempe inipun akhirnya memutuskan untuk sementara menghentikan produksinya, sambil menunggu harga kedelai kembali stabil.
Kawasan Jalan Wonocolo, Gang 6 Surabaya yang biasanya dijadikan pusat pembuatan tempe, tampak sepi dari aktivitas biasannya. Sejumlah peralatan pembuatan tempe tampak tergeletak dan menumpuk di sudut rumah. (Baca juga: Perajin Tahu-Tempe Mau Mogok, Kemendag Pastikan Stok Kedelai Cukup)
Aktivitas pembuatan tempe pun tidak seramai biasanya. Hanya satu dua orang pengrajin tempe saja yang masih terlihat memproduksi tempe andalannya. Sedangkan, belasan pengrajin lainnya memilih berhenti berproduksi akibat harga kedelai yang belakangan ini terus naik.
dikawasan yang dikenal dengan kampung tempe ini, tak kurang dari 15 pengrajin tempe asal pekalongan yang sehari hari menggantungkan nasibnya dengan memproduksi tempe . namun, sejak harga kedelai terus naik , aktivitas produksi dicentra pembuatan tempe ini nyaris terhenti.
Sutopo, salah satu pengrajin tempe di kawasan Jalan Wonocolo, Surabaya mengaku, dirinya sengaja menghentikan produksinya untuk sementara karena mahalnya harga kedelai belakangan ini. “Harga kedelai yang semula seharga Rp7500 per kilogram, saat ini melonjak mencapai Rp9.200 per kilogram,” kata Sutopo, Sabtu (2/1/2021). (Baca juga: Pengusaha tahu dan tempe curhat ke Gita Wirjawan)
Harga tersebut, lanjutnya, terasa mahal bagi pengrajin tempe. “Sangat dikeluhkan para pengrajin tempe di Surabaya . Selain tak mampu membeli bahan dasar pembuatan tempenya, juga bingung menjualnya ke pembeli karena harganya lebih mahal,” paparnya.
Para pengrajin tempe pun berharap pemerintah segera turun tangan untuk mengatasi dan menstabilkan harga kedelai di pasaran, karena ribuan pengrajin tempe di Indonesia menggantungkan nasibnya dengan memproduksi tempe.
Lihat Juga: Kisah Mukhlasin, Pedagang Tempe Keliling yang Sukses Antar Putranya Bisa Kuliah ke Jepang
Kawasan Jalan Wonocolo, Gang 6 Surabaya yang biasanya dijadikan pusat pembuatan tempe, tampak sepi dari aktivitas biasannya. Sejumlah peralatan pembuatan tempe tampak tergeletak dan menumpuk di sudut rumah. (Baca juga: Perajin Tahu-Tempe Mau Mogok, Kemendag Pastikan Stok Kedelai Cukup)
Aktivitas pembuatan tempe pun tidak seramai biasanya. Hanya satu dua orang pengrajin tempe saja yang masih terlihat memproduksi tempe andalannya. Sedangkan, belasan pengrajin lainnya memilih berhenti berproduksi akibat harga kedelai yang belakangan ini terus naik.
dikawasan yang dikenal dengan kampung tempe ini, tak kurang dari 15 pengrajin tempe asal pekalongan yang sehari hari menggantungkan nasibnya dengan memproduksi tempe . namun, sejak harga kedelai terus naik , aktivitas produksi dicentra pembuatan tempe ini nyaris terhenti.
Sutopo, salah satu pengrajin tempe di kawasan Jalan Wonocolo, Surabaya mengaku, dirinya sengaja menghentikan produksinya untuk sementara karena mahalnya harga kedelai belakangan ini. “Harga kedelai yang semula seharga Rp7500 per kilogram, saat ini melonjak mencapai Rp9.200 per kilogram,” kata Sutopo, Sabtu (2/1/2021). (Baca juga: Pengusaha tahu dan tempe curhat ke Gita Wirjawan)
Harga tersebut, lanjutnya, terasa mahal bagi pengrajin tempe. “Sangat dikeluhkan para pengrajin tempe di Surabaya . Selain tak mampu membeli bahan dasar pembuatan tempenya, juga bingung menjualnya ke pembeli karena harganya lebih mahal,” paparnya.
Para pengrajin tempe pun berharap pemerintah segera turun tangan untuk mengatasi dan menstabilkan harga kedelai di pasaran, karena ribuan pengrajin tempe di Indonesia menggantungkan nasibnya dengan memproduksi tempe.
Lihat Juga: Kisah Mukhlasin, Pedagang Tempe Keliling yang Sukses Antar Putranya Bisa Kuliah ke Jepang
(don)