Hadapi Varian Baru COVID-19, Pemerintah Harus Batasi Mobilitas Sosial
loading...
A
A
A
SURABAYA - Belum kelar masalah COVID-19 , pada pertengahan Desember 2020, ditemukan virus korona varian baru di Inggris dan Afrika Selatan . Hingga Minggu (27/12/2020) tercatat sudah 16 negara dan wilayah yang melaporkan kasus varian baru virus korona tersebut.
Pakar Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (Unair) Surabaya , Dr Windhu Purnomo mengatakan, penularan virus hanya bisa dihentikan jika ada pembatasan pergerakan sosial. Jadi, bukan hanya sebatas memakai masker dan cuci tangan menggunakan sabun. (Baca Juga: Kasus COVID-19 Merangkak Naik, Pemprov Jatim Dianggap Kurang Tegas Menangani)
Menjaga jarak lebih dari 2 meter, kata dia, mengurasi risiko penularan hingga 85%. Sehingga tinggal 15%. Mengenakan masker medis 70%. Mengenakan masker kain 45% dan cuci tangan pakai sabun sebesar 35%. “Jadi, meskipun mengenakan masker, tapi tidak menjaga jarak, risiko penularan tetap tinggi. Intinya batasi pergerakan. Harus ada kebijakan pembatasan sosial. Entah itu namanya PSBB (pembatasan sosial berskala besar) atau apa,” bebernya, Minggu (27/12/2020).
Jika ingin varian baru virus tersebut tidak masuk ke Indonesia, kata dia, maka harus membatasi orang masuk negara ini. Orang yang bisa masuk hanya yang memiliki kepentingan sangat mendesak. Ketika masuk harus dikarantina di lokasi khusus minimum 14 hari sebelum menuju tujuan.
“Mutasi virus harus selalu dimonitor oleh lembaga-lembaga riset. Unair selalu melakukan riset untuk virus-virus yang ditemukan di Jawa Timur maupun Surabaya," ungkapnya. (Baca Juga: Takut Dirazia Usai Berhubungan Seks, Wanita Setengah Telanjang Nekat Loncat dari Lantai 4 Hotel)
Di sisi lain, Dr Windhu memprediksi Jatim sedang menuju gelombang kedua kasus COVID-19. Jika tidak ada antisipasi yang tepat terhadap mobilitas masyarakat pada libur akhir tahun 2020, pada awal Januari 2021, kasus aktif di Jatim akan meningkat signifikan. “Kami meminta agar pemerintah segera mengambil kebijakan yang bisa membatasi interaksi antarorang. Ini merupakan satu-satunya cara mengendalikan kasus COVID-19," terangnya. (Baca Juga: Jenis Baru COVID-19 Disebut Berpotensi Ganggu Program Vaksinasi)
Data infocovid19.jatimprov.go.id menyebutkan, jumlah kasus terkonfirmasi COVID-19 di Jatim pada Sabtu (26/12/2020) tembus 80.010 setelah adanya tambahan lebih dari 803 kasus baru. Ada tujuh kabupaten/kota di Jatim berstatus risiko tinggi penularan COVID-19 atau zona merah. Di antaranya, Tuban, Bojonegoro, Tulungagung, Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kota Malang, dan Banyuwangi.
Pakar Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (Unair) Surabaya , Dr Windhu Purnomo mengatakan, penularan virus hanya bisa dihentikan jika ada pembatasan pergerakan sosial. Jadi, bukan hanya sebatas memakai masker dan cuci tangan menggunakan sabun. (Baca Juga: Kasus COVID-19 Merangkak Naik, Pemprov Jatim Dianggap Kurang Tegas Menangani)
Menjaga jarak lebih dari 2 meter, kata dia, mengurasi risiko penularan hingga 85%. Sehingga tinggal 15%. Mengenakan masker medis 70%. Mengenakan masker kain 45% dan cuci tangan pakai sabun sebesar 35%. “Jadi, meskipun mengenakan masker, tapi tidak menjaga jarak, risiko penularan tetap tinggi. Intinya batasi pergerakan. Harus ada kebijakan pembatasan sosial. Entah itu namanya PSBB (pembatasan sosial berskala besar) atau apa,” bebernya, Minggu (27/12/2020).
Jika ingin varian baru virus tersebut tidak masuk ke Indonesia, kata dia, maka harus membatasi orang masuk negara ini. Orang yang bisa masuk hanya yang memiliki kepentingan sangat mendesak. Ketika masuk harus dikarantina di lokasi khusus minimum 14 hari sebelum menuju tujuan.
“Mutasi virus harus selalu dimonitor oleh lembaga-lembaga riset. Unair selalu melakukan riset untuk virus-virus yang ditemukan di Jawa Timur maupun Surabaya," ungkapnya. (Baca Juga: Takut Dirazia Usai Berhubungan Seks, Wanita Setengah Telanjang Nekat Loncat dari Lantai 4 Hotel)
Di sisi lain, Dr Windhu memprediksi Jatim sedang menuju gelombang kedua kasus COVID-19. Jika tidak ada antisipasi yang tepat terhadap mobilitas masyarakat pada libur akhir tahun 2020, pada awal Januari 2021, kasus aktif di Jatim akan meningkat signifikan. “Kami meminta agar pemerintah segera mengambil kebijakan yang bisa membatasi interaksi antarorang. Ini merupakan satu-satunya cara mengendalikan kasus COVID-19," terangnya. (Baca Juga: Jenis Baru COVID-19 Disebut Berpotensi Ganggu Program Vaksinasi)
Data infocovid19.jatimprov.go.id menyebutkan, jumlah kasus terkonfirmasi COVID-19 di Jatim pada Sabtu (26/12/2020) tembus 80.010 setelah adanya tambahan lebih dari 803 kasus baru. Ada tujuh kabupaten/kota di Jatim berstatus risiko tinggi penularan COVID-19 atau zona merah. Di antaranya, Tuban, Bojonegoro, Tulungagung, Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kota Malang, dan Banyuwangi.
(nic)