Trauma Berat dan Luka Fisik Diderita Gadis 7 Tahun Korban Penganiayaan di Bukittinggi
loading...
A
A
A
BUKITTINGGI - Kasus penganiayaan yang dialami gadis berusia tujuh tahun di Kota Bukittinggi , Sumatera Barat, menyisakan trauma berat dan luka fisik. Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Kota Bukittinggi , masih melakukan proses pendampingan untuk pemulihan kondisi korban.
(Baca juga: Nenek dan Tante Penganiaya Gadis 7 Tahun di Bukittinggi Ditangkap Polisi )
Korban berinisial ZQ, juga dibawa oleh petugas P2TP2A Kota Bukittinggi , ke psikolog untuk mendapatkan penanganan trauma psikologisnya. Sementara, polisi memerkisa guru korban sebagai saksi yang mengetahui pertama kali kasus penganiayaan tersebut.
ZQ dijemput petugas P2TP2A Kota Bukittinggi , dari rumah asuh sementara di kawasan Simpang Kabun Pulasan, Kelurahan Puhun Tembok, Kota Bukittinggi , Sumatera Barat. Petugas membawa anak yang menjadi korban kekerasan oleh nenek dan bibi kandungnya sendiri ini ke psikolog, untuk memeriksa kejiwaan korban.
Wakil Sekretaris P2TP2A Kota Bukittinggi , Emmalia Yuli Israwanti menyebutkan, selain membawa anak sebagai korban, petugas juga membawa warga yang mengasuh korban sementara. "Kami melakukan pendampingan awal dalam bentuk assessment psikologis, ini dibutuhkan untuk memberikan masukan atau rekomendasi lebih lanjut pada pihak terkait," tuturnya.
Hal ini menurut Emmalia, dilakukan supaya pemerintah tidak salah mengambil sikap dalam rangka perlindungan anak ini. "Pemerintah di sini sifatnya sebagai fasilitator dengan tetap fokus pada perlindungan anak," tuturnya.
(Baca juga: 6 Pengawal Habib Rizieq Tewas Ditembak, Aktivis Jabar: Tak Perlu Dibentuk TPF )
Selama masa pendampingan pemulihan kejiwaannya oleh P2TP2A Kota Bukittinggi , korban sehari-hari diasuh oleh warga yang peduli dan ikhlas. Keluarga asuh tersebut juga memiliki anak perempuan yang seumuran dengan korban, sebagai teman bermain, belajar, dan tidur bersama.
Rika, yang merupakan guru korban mengaku, mengetahui penganiayaan tersebut berawal ketika mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas satu tempat korban belajar, pada 1 Desember 2020 sekitar pukul 09.00 WIB.
"Saat itu korban ZQ tidak membuka buku, dan hanya termenung sambil memegang perut. Lalu membungkukkan badan seperti menahan sakit. Saat ditanya korban tak menjawab. Begitu korban disuruh membuka maskernya, terlihat ada luka memar dan luka gores pada pipi korban. Sementara kening dan punggung tangannya juga bengkak," tutur Rika.
(Baca juga: Machfud Arifin-Mujiaman Diselimuti Duka, Ketua Tim Sukses MAJU, Gus Amik Meninggal Dunia )
Polisi telah menangkap Anizar (64) dan Erni Noviyanti (44) warga Jalan Abdul Manan RT 5 RW 1 Kelurahan Campago Guguk Bulek, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi , yang diduga pelaku penganiayaan. Polisi juga menyita barang bukti rotan dan lidi, yang digunakan pelaku saat melakukan kekerasan.
Akibat penganiayaan tersebut, korban yang merupakan cucu dan keponakan kandung para pelaku mengalami luka memar di sekujur tubuh dan tulang rusuk patah. Kasat Reskrim Polres Bukittinggi , AKP Chairul Amri menyebutkan, tersangka melakukan aksinya karena merasa kesal kepada korban.
"Korban datang ke sekolah dengan kondisi yang cukup tragis, karena mengalami luka-luka di sekujur tubuhnya, yang mengetahui pertama kali adalah ibu gurunya, dan diketahui kalau yang melakukan kekerasan adalah nenek dan tantenya," ujarnya.
Lihat Juga: Kasus Guru Honorer Supriyani Dituduh Aniaya Anak Polisi, Polda Sultra Bentuk Tim Pencari Fakta
(Baca juga: Nenek dan Tante Penganiaya Gadis 7 Tahun di Bukittinggi Ditangkap Polisi )
Korban berinisial ZQ, juga dibawa oleh petugas P2TP2A Kota Bukittinggi , ke psikolog untuk mendapatkan penanganan trauma psikologisnya. Sementara, polisi memerkisa guru korban sebagai saksi yang mengetahui pertama kali kasus penganiayaan tersebut.
ZQ dijemput petugas P2TP2A Kota Bukittinggi , dari rumah asuh sementara di kawasan Simpang Kabun Pulasan, Kelurahan Puhun Tembok, Kota Bukittinggi , Sumatera Barat. Petugas membawa anak yang menjadi korban kekerasan oleh nenek dan bibi kandungnya sendiri ini ke psikolog, untuk memeriksa kejiwaan korban.
Wakil Sekretaris P2TP2A Kota Bukittinggi , Emmalia Yuli Israwanti menyebutkan, selain membawa anak sebagai korban, petugas juga membawa warga yang mengasuh korban sementara. "Kami melakukan pendampingan awal dalam bentuk assessment psikologis, ini dibutuhkan untuk memberikan masukan atau rekomendasi lebih lanjut pada pihak terkait," tuturnya.
Hal ini menurut Emmalia, dilakukan supaya pemerintah tidak salah mengambil sikap dalam rangka perlindungan anak ini. "Pemerintah di sini sifatnya sebagai fasilitator dengan tetap fokus pada perlindungan anak," tuturnya.
(Baca juga: 6 Pengawal Habib Rizieq Tewas Ditembak, Aktivis Jabar: Tak Perlu Dibentuk TPF )
Selama masa pendampingan pemulihan kejiwaannya oleh P2TP2A Kota Bukittinggi , korban sehari-hari diasuh oleh warga yang peduli dan ikhlas. Keluarga asuh tersebut juga memiliki anak perempuan yang seumuran dengan korban, sebagai teman bermain, belajar, dan tidur bersama.
Rika, yang merupakan guru korban mengaku, mengetahui penganiayaan tersebut berawal ketika mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas satu tempat korban belajar, pada 1 Desember 2020 sekitar pukul 09.00 WIB.
"Saat itu korban ZQ tidak membuka buku, dan hanya termenung sambil memegang perut. Lalu membungkukkan badan seperti menahan sakit. Saat ditanya korban tak menjawab. Begitu korban disuruh membuka maskernya, terlihat ada luka memar dan luka gores pada pipi korban. Sementara kening dan punggung tangannya juga bengkak," tutur Rika.
(Baca juga: Machfud Arifin-Mujiaman Diselimuti Duka, Ketua Tim Sukses MAJU, Gus Amik Meninggal Dunia )
Polisi telah menangkap Anizar (64) dan Erni Noviyanti (44) warga Jalan Abdul Manan RT 5 RW 1 Kelurahan Campago Guguk Bulek, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi , yang diduga pelaku penganiayaan. Polisi juga menyita barang bukti rotan dan lidi, yang digunakan pelaku saat melakukan kekerasan.
Akibat penganiayaan tersebut, korban yang merupakan cucu dan keponakan kandung para pelaku mengalami luka memar di sekujur tubuh dan tulang rusuk patah. Kasat Reskrim Polres Bukittinggi , AKP Chairul Amri menyebutkan, tersangka melakukan aksinya karena merasa kesal kepada korban.
"Korban datang ke sekolah dengan kondisi yang cukup tragis, karena mengalami luka-luka di sekujur tubuhnya, yang mengetahui pertama kali adalah ibu gurunya, dan diketahui kalau yang melakukan kekerasan adalah nenek dan tantenya," ujarnya.
Lihat Juga: Kasus Guru Honorer Supriyani Dituduh Aniaya Anak Polisi, Polda Sultra Bentuk Tim Pencari Fakta
(eyt)