Dakwaan JPU Tak Cermat, Pengacara Minta Nenek 82 Tahun Dibebaskan

Rabu, 13 Mei 2020 - 05:02 WIB
loading...
Dakwaan JPU Tak Cermat, Pengacara Minta Nenek 82 Tahun Dibebaskan
Tim penasehat hukum terdakwa yang diketuai Samuel Bonaparte Hutapea (kanan) saat mengikuti sidang secara online terkait perkara yang melilit Hj Siti Asiyah. Foto/SINDOnews/Lukman Hakim
A A A
SURABAYA - Sidang perkara dugaan pemalsuan akta otentik dengan terdakwa, Siti Asiyah seorang nenek berusia 82 tahun kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. (Baca juga: Rentan Terinfeksi Covid-19, Nenek 82 Tahun Batal Disidang )

Kali ini sidang dengan agenda pembacaan eksepsi (bantahan atas dakwaan) oleh tim penasehat hukum terdakwa, Samuel Bonaparte Hutapea dan Dumoli Siahaan.

Dalam berkas eksepsinya, tim penasehat hukum terdakwa secara tegas mengatakan bahwa uraian dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pompy Polansky tidak disusun secara cermat, jelas dan lengkap.“Penuntut Umum tidak menguraikan definisi, hakekat, hartiah dan pengertian Akta, apakah kwalifikasinya sama dan setara dengan ‘Surat Tanda Penerimaan Laporan kehilangan/rusak barang/surat - surat berharga nomor: STPL/394/V/2017/SPKT JATIM,” kata Samuel membacakan berkas eksepsinya, Selasa (12/5/2020).

Ketidakcermatan dakwaan jaksa juga terlihat dari uraian penjelasan antara Eigendom Verponding 7159 dan Petok D. Jaksa berpendapat bahwa Eigendom Verponding merupakan tanah eks Hindia Belanda, sedangkan Petok D adalah Surat Tagihan Pajak yang objeknya adalah tanah Yasan (tanah hak milik) yang pengaturannya tunduk kepada hukum adat.

“Jelas uraian jaksa ini sangat tidak cermat, karena semua hukum pertanahan dan agraria telah diatur dengan lengkap dalam UUPA Nomor 5 Tahun 1960 dan konversi serta pengaturan pendaftarannya diatur dengan PP No 10 Tahun 1961 dan PP no 24 Tahun 1994, maka tidak ada pengertian tunduk kepada hukum adat,” kata Samuel dalam sidang yang diketuai Johanis Hehamony tersebut.

Menurut Samuel, Eigendom Verponding adalah bukti kepemilikan tanah di pemerintahan Kolonial Belanda dan bilamana dikonversi menurut UU Rl akan menjadi bukti hak milik. “Dakwaan yang disusun jaksa merupakan hasil dari copy paste alias salinan ulang secara utuh. Sangat tidak cermat, sehingga berdasarkan pasal 143 ayat 3 KUHAP, seharusnya dakwaan jaksa dinyatakan batal demi hukum,” kata Samuel.

Masih Samuel, kejanggalan dalam perkara ini, bagaimana Eigendom Verpond ing yang adalah Hak Milik berubah menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) yang diakui jaksa bahwa seluruh wilayah Kelurahan Menanggal adalah tanah Negara bekas Eigendom Vervonding 7159.

“Jadi kami memohon kepada majelis hakim untuk menyatakan bahwa perbuatan terdakwa memohon surat STPL/394/V/2017/SPKT JATIM, tanggal 8 Mei 2017 yang diterbitkan oleh Polda Jatim bukan merupakan tindak pidana. Menyatakan dakwaan penuntut umum batal demi hukum dan membebaskan terdakwa Hj Siti Aisyah dari status tahanan rumah,” kata Samuel.

Terpisah, JPU Pompy Polansky dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya menyatakan bahwa, bantahan yang diajukan tim penasehat hukum terdakwa itu merupakan hal yang wajar dilakukan. “Itu hak tim penasehat hukum terdakwa, kita tetap pada dakwaan,” ujar dia.

Samuel usai sidang menilai ada kejanggalan. Hal ini disebabkan kliennya dijadikan tersangka dalam kasus tuduhan pemalsuan akta otentik saat mengurus kehilangan surat tanahnya.

“Klien kami mempunyai sebidang tanah di kawasan Menanggal Gayung Sari Timur, Cipta Menanggal, Surabaya atas peninggalan dari suaminya yang merupakan mantan pejuang pembebasan Irian Barat,” kata Samuel.

Namun, surat tanah peninggalan almarhum suaminya tersebut hilang dan hanya memiliki legalisir letter C. Sehingga berencana mengurus surat-surat. “Karena hanya memiliki legalisirnya saja, atas saran warga klien kami membuat laporan Polisi atas hilangnya surat tanahnya. Namun, disini ada pihak lain yang mengakui tanahnya tersebut dan melaporkan secara pidana,” kata dia.
(nth)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2213 seconds (0.1#10.140)