Biaya Operasional Tinggi, Mobil Ambulans Desa Enggan Angkut Pasien COVID-19
loading...
A
A
A
BANDUNG BARAT - Tingginya biaya operasional yang harus disiapkan saat dan pascamengantar pasien COVID-19 , membuat pihak desa enggan mobil ambulans milik desa kembali dipakai untuk itu.
Apalagi pihak desa harus menanggung semua beban biaya tersebut, termasuk untuk sterilisasi kendaraan setelah dipakai.
Tidak hanya itu, sopir ambulans juga diharuskan menjalani rapid test, dan seluruh ruangan kantor desa juga disemprot disinfektan.
"Biayanya terlalu besar kalau dipakai antar pasien COVID-19. Sopir saja Rp500.000, belum rentetan lainnya. Seperti baju hazmat dan biaya rapid test sopir, pembersihan kendaraan, hingga kantor desa juga ikut-ikutan disterilisasi karena khawatir," terang Kepala Desa Cilame, Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Aas Mochammad Asor, Senin (9/11/2020).
Aas mencontohkan pada saat membawa seorang warganya yang positif COVID-19 ke RSUD Cikalongwetan, sekali jalan pihaknya harus menyiapkan anggaran untuk sopir.
Padahal anggaran untuk itu posnya tidak ada, hanya bentuk penghargaan yang diberikan atas dedikasi sopir yang berani mengantar pasien COVID-19. (Baca juga: Kampanye Cegah COVID-19, NasDem Ajak Warga Jabar Rutin Gowes)
Dirinya menyarankan lebih baik membawa pasien COVID-19 dengan menggunakan ambulans milik Puskesmas atau milik Dinas Kesehatan KBB. (Baca juga: FGD Aliansi Kebangsaan Ingatkan Kembali Pentingnya Haluan Negara)
Selain SOP dan peruntukkannya untuk itu, penanganannya juga jadi lebih aman. Serta tidak mengganggu mobilitas ambulans desa yang terkadang dipakai untuk mengantar orang sakit, ibu hamil, dan lainnya.
"Kalau pakai ambulans Puskesmas atau Dinas Kesehatan lebih aman. Tapi kalau ambulans desa yang dipakai kan harus dibersihkan, gimana kalau ada kebutuhan mendesak mengantar yang sakit, ibu hamil, dan lainnya, kan kasihan kalau harus nunggu," tuturnya.
Apalagi pihak desa harus menanggung semua beban biaya tersebut, termasuk untuk sterilisasi kendaraan setelah dipakai.
Tidak hanya itu, sopir ambulans juga diharuskan menjalani rapid test, dan seluruh ruangan kantor desa juga disemprot disinfektan.
"Biayanya terlalu besar kalau dipakai antar pasien COVID-19. Sopir saja Rp500.000, belum rentetan lainnya. Seperti baju hazmat dan biaya rapid test sopir, pembersihan kendaraan, hingga kantor desa juga ikut-ikutan disterilisasi karena khawatir," terang Kepala Desa Cilame, Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Aas Mochammad Asor, Senin (9/11/2020).
Aas mencontohkan pada saat membawa seorang warganya yang positif COVID-19 ke RSUD Cikalongwetan, sekali jalan pihaknya harus menyiapkan anggaran untuk sopir.
Padahal anggaran untuk itu posnya tidak ada, hanya bentuk penghargaan yang diberikan atas dedikasi sopir yang berani mengantar pasien COVID-19. (Baca juga: Kampanye Cegah COVID-19, NasDem Ajak Warga Jabar Rutin Gowes)
Dirinya menyarankan lebih baik membawa pasien COVID-19 dengan menggunakan ambulans milik Puskesmas atau milik Dinas Kesehatan KBB. (Baca juga: FGD Aliansi Kebangsaan Ingatkan Kembali Pentingnya Haluan Negara)
Selain SOP dan peruntukkannya untuk itu, penanganannya juga jadi lebih aman. Serta tidak mengganggu mobilitas ambulans desa yang terkadang dipakai untuk mengantar orang sakit, ibu hamil, dan lainnya.
"Kalau pakai ambulans Puskesmas atau Dinas Kesehatan lebih aman. Tapi kalau ambulans desa yang dipakai kan harus dibersihkan, gimana kalau ada kebutuhan mendesak mengantar yang sakit, ibu hamil, dan lainnya, kan kasihan kalau harus nunggu," tuturnya.
(boy)