Awas, Berpolitik di Masjid Akibatkan Perpecahan Umat
loading...
A
A
A
MEDAN - Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Kota Medan , Achmad Firdausi Hutasuhut mengingatkan agar kontestan Pilkada Medan , maupun tim sukses tidak berpolitik di masjid. Sebab, dikhawatirkan itu dapat memecah umat.
(Baca juga: Warga Simalungun Tangkap Anggota Polisi, Diduga Terlibat Narkoba )
Hal tersebut diuraikan mantan Kabid Politik Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Sumut, ketika ditemui selepas dialog Pilkada 2020 yang diadakan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sumut dengan tema "Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Implementasi Penegakkan Protokol Kesehatan, Netralitas ASN dan Larangan Kampanye di Rumah Ibadah, Tantangan dan Hambatan", Jumat (23/10/2020) di salah satu kedai kopi di Jalan Garuda, Medan Sunggal. Dialog ini diikuti pula oleh Cak Nanto, Koordinator Nasional (Kornas) JPPR 2017-2019.
Sepengamatan Firdausi, di pilkada kali ini ada pihak ditengarai yang intensif memanfaatkan masjid untuk berkampanye. Sulitnya mengawasi aktivitas kampanye dalam masjid, lantaran setiap waktu orang beribadah, menjadi celah yang dimanfaatkan.
"Sulit kita mengontrolnya. Cuma, perlu diketahui bahwa jangan ada simbol-simbol atau memasang stiker, karena itu sudah ada aturannya. Harus dipatuhi," beber mantan Ketua Tanfidz Pengurus Cabang (PC) NU Kota Medan ini, sembari kembali mengingatkan bahwa berpolitik di masjid dapat memecah umat.
(Baca juga: Bisa Dipenjara, Risma Dilaporkan ke Gubernur, DKPP, Bawaslu, dan Mendagri )
Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Medan , Payung Harahap mengungkapkan, pandemi COVID-19 mengharuskan adanya batasan-batasan dalam berkampanye. Kondisi ini membuat rumah ibadah sangat potensial sebagai tempat kampanye.
"Tempat ibadah masih sangat potensial untuk dijadikan tempat berkampanye, karena efek COVID-19 membuat ada pembatasan kegiatan berkampanye. Kita harus akui tempat ibadah termasuk fasilitas minim pengeluaran. Karena, di situ ada jamaah tetap yang setiap hari melaksanakan ibadah. Inilah disimpulkan jadi potensi utama pelanggaran di situ," katanya.
Di tempat sama, Kordinator Wilayah JPPR Sumut, Darwin Sipahutar bertutur seharusnya para calon paham regulasi dan jadwal kampanye. Pantauan JPPR Sumut, ungkapnya, di masa COVID-19 lebih sering calon keluar masuk masjid. "Ada calon yang gunakan fasilitas rumah ibadah yang kami yakini kegiatan itu di luar jadwal kampanye," bilangnya.
Kalau masyarakat maupun pengurus rumah ibadah mengadakan pertemuan di masjid, beber Darwin, harusnya lapor dulu ke KPU, Bawaslu maupun kepolisian bahwa mereka tidak dalam rangka kampanye.
(Baca juga: Warga Simalungun Tangkap Anggota Polisi, Diduga Terlibat Narkoba )
Hal tersebut diuraikan mantan Kabid Politik Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Sumut, ketika ditemui selepas dialog Pilkada 2020 yang diadakan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sumut dengan tema "Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Implementasi Penegakkan Protokol Kesehatan, Netralitas ASN dan Larangan Kampanye di Rumah Ibadah, Tantangan dan Hambatan", Jumat (23/10/2020) di salah satu kedai kopi di Jalan Garuda, Medan Sunggal. Dialog ini diikuti pula oleh Cak Nanto, Koordinator Nasional (Kornas) JPPR 2017-2019.
Sepengamatan Firdausi, di pilkada kali ini ada pihak ditengarai yang intensif memanfaatkan masjid untuk berkampanye. Sulitnya mengawasi aktivitas kampanye dalam masjid, lantaran setiap waktu orang beribadah, menjadi celah yang dimanfaatkan.
"Sulit kita mengontrolnya. Cuma, perlu diketahui bahwa jangan ada simbol-simbol atau memasang stiker, karena itu sudah ada aturannya. Harus dipatuhi," beber mantan Ketua Tanfidz Pengurus Cabang (PC) NU Kota Medan ini, sembari kembali mengingatkan bahwa berpolitik di masjid dapat memecah umat.
(Baca juga: Bisa Dipenjara, Risma Dilaporkan ke Gubernur, DKPP, Bawaslu, dan Mendagri )
Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Medan , Payung Harahap mengungkapkan, pandemi COVID-19 mengharuskan adanya batasan-batasan dalam berkampanye. Kondisi ini membuat rumah ibadah sangat potensial sebagai tempat kampanye.
"Tempat ibadah masih sangat potensial untuk dijadikan tempat berkampanye, karena efek COVID-19 membuat ada pembatasan kegiatan berkampanye. Kita harus akui tempat ibadah termasuk fasilitas minim pengeluaran. Karena, di situ ada jamaah tetap yang setiap hari melaksanakan ibadah. Inilah disimpulkan jadi potensi utama pelanggaran di situ," katanya.
Di tempat sama, Kordinator Wilayah JPPR Sumut, Darwin Sipahutar bertutur seharusnya para calon paham regulasi dan jadwal kampanye. Pantauan JPPR Sumut, ungkapnya, di masa COVID-19 lebih sering calon keluar masuk masjid. "Ada calon yang gunakan fasilitas rumah ibadah yang kami yakini kegiatan itu di luar jadwal kampanye," bilangnya.
Kalau masyarakat maupun pengurus rumah ibadah mengadakan pertemuan di masjid, beber Darwin, harusnya lapor dulu ke KPU, Bawaslu maupun kepolisian bahwa mereka tidak dalam rangka kampanye.