Edisi Perdana DCDC Pengadilan Musik Virtual Seret Ardhito Pramono ke Kursi Terdakwa

Sabtu, 10 Oktober 2020 - 15:51 WIB
loading...
Edisi Perdana DCDC Pengadilan...
Musisi dan pencipta lagu Ardhito Pramono duduk di kursi terdakwa DCDC Pengadilan Musik. Foto/Istimewa
A A A
BANDUNG - Edisi perdana DCDC Pengadilan Musik yang digelar secara virtual menyeret dan mendudukan musisi Ardhito Pramono ke kursi terdakwa. Ardhito dicecar sejumlah pertanyaan terkait karyanya jaksa penuntut Budi Dalton dan Pidi Baiq.

Edisi Perdana DCDC Pengadilan Musik Virtual Seret Ardhito Pramono ke Kursi Terdakwa


Acara hiburan musik yang dikemas seperti sidang di pengadilan namun kocak ini dipimpin hakim Man Jasad, vokalis band metal Jasad. Di hari penayangan, ribuan penonton sudah bergabung menyaksikan penampilan Ardhito Pramono dengan rompi terdakwa khas Pengadilan Musik. (BACA JUGA: Perajin Tas Cimahi Mampu Bertahan di Tengah COVID-19, Omsetnya Bikin Iri )

Dalam persidangan DCDC Pengadilan Musik edisi ke-42 yang digelar di Studio Lima Jalan Jakarta, Kota Bandung itu, "terdakwa" Ardhito didampingi dua pembela, Yoga dari band Pemuda Harapan Bangsa (PHB) dan Ruly Cikapundung. (BACA JUGA: Klarifikasi Kapolrestabes Bandung terkait Insiden Kekerasan di Kampus Unisba )

Ardhito adalah musisi yang mengusung genre jazz populer. Berbekal niat mengubah imej masyarakat tentang musik jazz yang sulit dicerna dan dinikmati, Ardhito menyuguhkan lagu-lagu berirama jazz easy listening dan berhasil menggaet pendengar milenial. (BACA JUGA: Dua Kakak Beradik Ini Miliki 24 Jari, 12 Jari Tangan dan 12 Jari Kaki )

Awal kecintaan Ardhito dengan musik jazz datang dari sang kakek yang kerap tampil di Istana Negara di era pemerintahan Presiden Soekarno. Selain kakek, musik Ardhito juga banyak dipengaruhi oleh sejumlah musisi jazz Tanah Air, seperti Sam Saimun, Theresa Zen, Ismail Marzuki, dan Rita Zahara.

"Saya ingin ingatkan, orang Indonesia itu gak jauh dari jazz, keroncong, dan swing keroncong. Melalui lagu-lagu lebih kekinian, semoga dapat mengubah stigma masyarakat bahwa musik jazz itu mikir," kata Ardhito, Jumat (9/10/2020) malam.

Pada 2017, Ardhito merilis album perdana 'Ardhito Pramono'. Kemudian masih di 2017, Ardhito kembali hadir dengan mini album bertajuk 'Playlist Vol 2'.

Setahun setelah merilis mini album pertama, musisi yang hits dengan lagu 'Bitterlove' tersebut, melahirkan albumExtended Play (EP) bertajuk 'Craziest Thing Happened In My Backyard'.

Edisi Perdana DCDC Pengadilan Musik Virtual Seret Ardhito Pramono ke Kursi Terdakwa

Ardhito Pramono membawakan lagu-lagunya di DCDC Pengadilan Musik. Foto/Istimewa

Dhito, sapaan akrab Ardhito Pramono, mengatakan, di EP tersebut, pendengar bisa merasakan masa lalu dirinya. Bagi Dhito, backyard atau halaman belakang diibaratkan sebagai tempat menyimpan berbagai kenangan. "Mulai dari (kenangan) baik, buruk, rahasia, pikiran, pendapat, dan perspektif saya simpan di halaman belakang, backyard," ujar dia.

Di EP tersebut, Dhito menuangkan ide ke dalam lima lagu, Trash Talkin’, 925, Here We Go Again/Fanboi, Plaza Avenue, dan Happy. Melalui musik, pria kelahiran Jakarta 22 Mei 1995 ini, menceritakan perjuangannya selama meniti karier sebagai musisi jazz.

"Sebagai seorang musisi dan penulis lagu, saya merasa apa yang saya tulis di 'Craziest Thing Happened in My Backyard' adalah perkembangan yang cukup pesat. Saya menulis dengan lebih jujur dan dewasa dari karya sebelumnya," tutur Dhito.

Di EP tersebut, Dhito mengaku lebih berani membuka cerita-cerita personal. Ada dua film yang jadi inspirasi ketika membuat EP, 'Craziest Thing Happened in My Backyard', yakni Midsommar karya sutradara Ari Aster dan Parasite karya Bong Joon-ho.

Dari dua film itu, Dhito, banyak melakukan eksplorasi dan eksperimen. Di lagu pertama, Trash Talkin' misalnya, Dhito hadir dengan sentuhan rockabilly ala Elvis Presley. Sedangkan di lagu 925, Dhito bercerita tentang keluh kesah kehidupan korporat.

Sementara, di tembang Here We Go Again/Fanboi, Dhito menyajikan lagu manis bernuansa Disney. Berbanding terbalik dengan nuansa happy, Dhito justru mengangkat tema cukup horor, tentang obsesi dan keinginan untuk memiliki yang berlebihan.

Dhito jujur bercerita tentang "kebiasaan minum" lewat Plaza Avenue. Namun lagu itu juga bertutur tentang cinta dan rayuan kepada kekasih.

EP Craziest Thing Happened in My Backyard ditutup dengan Happy. Lewat Happy, Dhito bernyanyi tentang penyesalan dan mempertanyakan diri sendiri apakah telah bisa membahagiakan orang tercinta atau belum.

Tim DCDC Pengadilan Musik telah membidik Ardhito Pramono menjadi bintang tamu pertama edisi virtual, sejak setahun lalu. Namun pandemi COVID-19 menyebabkan rencana "menyeret" Ardhito Pramon ke kursi terdakwa di acara reguler Pengadilan Musik, tertunda.

Marketing Manager Djarum Cokelat Agus Dani Hartono mengatakan, kehadiran Dhito pada DCDC Pengadilan Musik virtual bisa memberikan kejutan bagi Cokelat Friends -sebutan bagi penonton Pengadilan Musik- di rumah.

"Pengadilan musik reguler digelar setiap bulannya dengan bintang tamu para musisi. Disebabkan pandemi COVID-19, kegiatan tersebut berhenti selama 8 bulan dan dibuat virtual," kata Dani.

Meski digelar virtual, ujar Dani, DCDC Pengadilan Musik tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Jumlah penonton yang hadir sangat dibatasi.

Hanya tamu undangan dan kru produksi yang boleh datang ke lokasi. Acara ditayangkan secara live streaming melalui kanal YouTube 'DCDC TV'.

"Setelah delapan bulan libur, menghadapi pandemi, kami harus siapkan strategi. Untuk kali ini dibuat sedikit berbeda di studio, virtual, dan tidak terbuka untuk umum. Tentu dengan protokol kesehatan, kami akan lihat evaluasinya dari episode ini untuk kegiatan di bulan berikutnya," pungkas Dani.
(awd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1764 seconds (0.1#10.140)