Investor Asing Incar Megaproyek Tempat Pengolah Sampah Rp800 Miliar di Cirebon
loading...
A
A
A
BANDUNG - Sejumlah investor asing mengincar megaproyek Tempat Pengolahan & Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Cirebon Raya dengan nilai investasi hingga USD57 juta atau setara Rp800 miliar.
TPPAS Cirebon Raya yang bakal dibangun di Desa Cupang, Desa Walahar, Kecamatan Gempol dan Desa Ciwaringin, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon itu mengusung konsep ramah lingkungan (waste to energy) melalui pemanfaatan teknologi mechanical and biological treatment (MBT).
Melalui teknologi tersebut, sampah yang bakal ditampung dari Cirebon Raya dan Indramayu tersebut diolah menjadi refuse derived fuel (RDF) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pengganti batu bara.
Dibangun di atas lahan seluas 52 hektare, TPPAS tersebut memiliki kapasitas pengolahan sampah hingga 1.000 ton sampah per hari dan dapat ditingkatkan menjadi 1.500 ton per hari dengan kapasitas produksi RDF kurang lebih 350 ton per hari.
Ketua Tim Percepatan dan Inisiasi Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) PT Migas Hulu Jabar (MUJ), Mungki Rahadian mengatakan, sebagai pemegang proyek, pihaknya telah memperkenalkan proyek strategis milik Pemprov Jabar tersebut melalui presentasi virtual di ajang Indonesia Invesment Day (IID) 2020, 29 hingga 30 September 2020 lalu.
Dia menyebutkan, sejumlah investor asing dari United Kingdom (UK), Belanda, China, Jepang, Singapore, Korea Selatan, dan Australia telah menyatakan minatnya untuk berinvestasi dalam megaproyek tersebut.
"Investasi yang membawa isu perbaikan lingkungan diminati investor asing, mereka sangat tertarik dengan proyek yang mengusung konsep green energy," ungkap Mungki di Bandung, Jumat (2/10/2020).
Menurut Mungki, konsep pengelolaan sampah menjadi energi alternatif sangat diminati investor asing. Isu energi alternatif pengganti energi fosil yang tidak ramah terhadap lingkungan membuat para investor kini mulai mengalihkan perhatiannya dalam berinvestasi.
"Karena investasi terbaik saat ini memang energi terbarukan, sedangkan energi fosil trennya terus menurun dan ditinggalkan. Apalagi, banyak juga masyarakat yang beralih ke energi alternatif yang lebih ramah terhadap lingkungan," imbuhnya.
Meski begitu, lanjut Mungki, sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemprov Jabar, pihaknya akan mencari mitra terbaik dengan kebutuhan perusahaan dalam mengelola sampah regional tersebut.
Karenanya, pihaknya pun mengharapkan dukungan pihak-pihak terkait, terutama yang berkaitan dengan regulasi karena hal tersebut kerap ditanyakan calon investor, khususnya di Jabar.
"Investor tidak mungkin bisa masuk ke Indonesia dengan regulasi yang membuat mereka sulit untuk bisa masuk. Karenanya, semua harus kita kelola," tegasnya.
Selain regulasi dan dukungan pemerintah, kata Mungki, kesiapan proyek yang ditawarkan pun menjadi indikator penting dalam menarik minat investor, khususnya investor dari luar negeri. (Baca juga: KA Serayu Anjlok di Jalur Petak Dekat Stasiun Manonjaya, Hingga Kini Belum Dapat Dievakuasi ke Jalur Rel)
"Jaminan offtaker, siapa yang akan menerima hasil produksi, siapa konsumennya? Ada berapa konsumennya? Berapa harganya ? Dan berapa yang mereka bisa tampung? Dan berapa lama? Dibuat kontrak yang panjang tidak? Itu pertanyaan-pertanyaan kritis yang selalu ditanyakaninvestor," papar Mungki seraya menyebutkan bahwa sejumlah perusahaan di Cirebon sudah berminat menjadi offtaker RDF, salah satunya Indocement.
Mungki menambahkan, jika megaproyek tersebut berjalan sesuai rencana, teknologi pengolahan sampah ramah lingkungan ini bakal menjadi yang pertama di Indonesia dan dapat menjadi contoh pengelolaan sampah di daerah lain dalam menuntaskan persoalan sampah. (Baca juga: Berharap Untung dari Bisnis Ganja, Tiga Mahasiswa Terancam Penjara 20 Tahun)
"Dengan ini, kami sangat siap dan optimis karena kami ingin menjadi salah satu BUMD yang bisa memberikan sumbangsih pada Pemprov Jabar. Apalagi, sampah ini bukan hanya isu Jawa Barat, tapi Indonesia," tandasnya.
TPPAS Cirebon Raya yang bakal dibangun di Desa Cupang, Desa Walahar, Kecamatan Gempol dan Desa Ciwaringin, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon itu mengusung konsep ramah lingkungan (waste to energy) melalui pemanfaatan teknologi mechanical and biological treatment (MBT).
Melalui teknologi tersebut, sampah yang bakal ditampung dari Cirebon Raya dan Indramayu tersebut diolah menjadi refuse derived fuel (RDF) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pengganti batu bara.
Dibangun di atas lahan seluas 52 hektare, TPPAS tersebut memiliki kapasitas pengolahan sampah hingga 1.000 ton sampah per hari dan dapat ditingkatkan menjadi 1.500 ton per hari dengan kapasitas produksi RDF kurang lebih 350 ton per hari.
Ketua Tim Percepatan dan Inisiasi Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) PT Migas Hulu Jabar (MUJ), Mungki Rahadian mengatakan, sebagai pemegang proyek, pihaknya telah memperkenalkan proyek strategis milik Pemprov Jabar tersebut melalui presentasi virtual di ajang Indonesia Invesment Day (IID) 2020, 29 hingga 30 September 2020 lalu.
Dia menyebutkan, sejumlah investor asing dari United Kingdom (UK), Belanda, China, Jepang, Singapore, Korea Selatan, dan Australia telah menyatakan minatnya untuk berinvestasi dalam megaproyek tersebut.
"Investasi yang membawa isu perbaikan lingkungan diminati investor asing, mereka sangat tertarik dengan proyek yang mengusung konsep green energy," ungkap Mungki di Bandung, Jumat (2/10/2020).
Menurut Mungki, konsep pengelolaan sampah menjadi energi alternatif sangat diminati investor asing. Isu energi alternatif pengganti energi fosil yang tidak ramah terhadap lingkungan membuat para investor kini mulai mengalihkan perhatiannya dalam berinvestasi.
"Karena investasi terbaik saat ini memang energi terbarukan, sedangkan energi fosil trennya terus menurun dan ditinggalkan. Apalagi, banyak juga masyarakat yang beralih ke energi alternatif yang lebih ramah terhadap lingkungan," imbuhnya.
Meski begitu, lanjut Mungki, sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemprov Jabar, pihaknya akan mencari mitra terbaik dengan kebutuhan perusahaan dalam mengelola sampah regional tersebut.
Karenanya, pihaknya pun mengharapkan dukungan pihak-pihak terkait, terutama yang berkaitan dengan regulasi karena hal tersebut kerap ditanyakan calon investor, khususnya di Jabar.
"Investor tidak mungkin bisa masuk ke Indonesia dengan regulasi yang membuat mereka sulit untuk bisa masuk. Karenanya, semua harus kita kelola," tegasnya.
Selain regulasi dan dukungan pemerintah, kata Mungki, kesiapan proyek yang ditawarkan pun menjadi indikator penting dalam menarik minat investor, khususnya investor dari luar negeri. (Baca juga: KA Serayu Anjlok di Jalur Petak Dekat Stasiun Manonjaya, Hingga Kini Belum Dapat Dievakuasi ke Jalur Rel)
"Jaminan offtaker, siapa yang akan menerima hasil produksi, siapa konsumennya? Ada berapa konsumennya? Berapa harganya ? Dan berapa yang mereka bisa tampung? Dan berapa lama? Dibuat kontrak yang panjang tidak? Itu pertanyaan-pertanyaan kritis yang selalu ditanyakaninvestor," papar Mungki seraya menyebutkan bahwa sejumlah perusahaan di Cirebon sudah berminat menjadi offtaker RDF, salah satunya Indocement.
Mungki menambahkan, jika megaproyek tersebut berjalan sesuai rencana, teknologi pengolahan sampah ramah lingkungan ini bakal menjadi yang pertama di Indonesia dan dapat menjadi contoh pengelolaan sampah di daerah lain dalam menuntaskan persoalan sampah. (Baca juga: Berharap Untung dari Bisnis Ganja, Tiga Mahasiswa Terancam Penjara 20 Tahun)
"Dengan ini, kami sangat siap dan optimis karena kami ingin menjadi salah satu BUMD yang bisa memberikan sumbangsih pada Pemprov Jabar. Apalagi, sampah ini bukan hanya isu Jawa Barat, tapi Indonesia," tandasnya.
(boy)