Kemenag Monitor! Kang Emil Butuh Dukungan Atasi Klaster Pesantren di Jabar
loading...
A
A
A
BANDUNG - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengaku, membutuhkan dukungan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Agama (Kemenag) untuk mengatasi penyebaran COVID-19 di lingkungan pesantren di Jabar.
Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu mengatakan, saat ini, penanganan yang sifatnya darurat sangat dibutuhkan dalam mengatasi penyebaran COVID-19 di lingkungan pesantren, yakni tes swab dan pelacakan kontak erat untuk menekan potensi penularan.
Karenanya, Kang Emil mengusulkan agar dana Rp2,6 triliun dari Kemenag yang sedianya digunakan membangun infrastruktur pendukung pencegahan COVID-19 di pesantren sebagiannya dialihkan untuk tes swab dan pelacakan kontak erat.
Usulan tersebut juga disampaikan Kang Emil dalam rapat koordinasi penanganan COVID-19 di lingkungan pesantren bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia, Luhut Binsar yang digelar secara virtual dari Gedung Negara Pakuan, Kota Bandung, Rabu (30/9/2020) petang. (BACA JUGA: Tiga Bulan Berturut-turut Jabar Alami Deflasi, Inflasi Tahunan Masih Rendah)
"Saya sampaikan juga ke Pemerintah Pusat bahwa ada dana Rp2,6 triliun itu kalau boleh kebijakan penggunaannya bisa dikaji ulang, tidak hanya ke infrastruktur, tapi ke penanganan COVID-19 yang sifatnya urgent, yaitu pengetesan swab ataupun tracing," katanya.
Meski begitu, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar itu mengaku, usulan tersebut sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah pusat. Pasalnya, kewenangan pengalihan anggaran tersenyum merupakan domain Pemerintah Pusat melalui Kemenag.
"Tapi kewenangannya ada di Pemerintah Pusat melalui Kementerian Agama," imbuhnya.
Lebih lanjut Kang Emil mengatakan, pihaknya telah mengeluarkan kebijakan untuk menyikapi kasus positif COVID-19 di lingkungan pesantren di Kabupaten Kuningan dan Kota Tasikmalaya.
"Jadi, kebijakannya adalah kalau dites dia (santri) itu negatif COVID-19, maka dia dipulangkan ke rumah masing-masing. Kalau dia ditesnya positif, tapi gejalanya ringan, itu dikarantina di pesantrennya, kalau yang agak parah ke rumah sakit," jelasnya.
Namun, jika pesantren tidak memadai untuk dijadikan tempat karantina, maka Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar akan menyiapkan ruang-ruang karantina mandiri. (BACA JUGA: Jual Tanah Carik Seluas 15 Ha, Mantan Kades di KBB Diperiksa Polisi)
"Contohnya di Kota Tasikmalaya, santrinya (yang positif) dikarantina di rusun milik Universitas Siliwangi dan itu sudah mulai kita lakukan dan mudah-mudahan kita bisa mencegah lebih baik," ujarnya.
Dengan kebijakan tersebut, tambah Kang Emil, kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka di pesantren tersebut diliburkan sementara karena asramanya dipakai untuk isolasi mandiri dan santri yang terkonfirmasi negatif COVID-19 dipulangkan ke rumah masing-masing.
"Jadi, kita ambil tindakan kemudian kita libur dulu selama empat belas hari untuk melakukan persiapan penanganan," tandasnya.
Diketahui, pada Juni 2020 lalu, Ridwan Kamil telah mengeluarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Jabar Nomor: 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Lingkungan Pesantren.
Pesantren diizinkan menggelar KBM tatap muka dengan syarat melaksanakan dengan baik aturan pencegahan dan penanggulangan, termasuk protokol kesehatan COVID-19. (BACA JUGA: Berprestasi di Tengah Pandemi, Polrestabes Bandung Raih Promoter Reward)
Namun, kasus terkonfirmasi positif kini muncul di lingkungan pesantren. Bahkan, temuan kasus santri terkonfirmasi positif COVID-19 mengakibatkan lonjakan kasus COVID-19 di wilayah tempat dimana pesantren tersebut berada.
Munculnya klaster pesantren diduga akibat mobilitas santri maupun pengajarnya. Pasalnya, pesantren tersebut memiliki sekolah umum yang santri dan pengajarnya tidak menetap atau bermukim di pesantren.
Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu mengatakan, saat ini, penanganan yang sifatnya darurat sangat dibutuhkan dalam mengatasi penyebaran COVID-19 di lingkungan pesantren, yakni tes swab dan pelacakan kontak erat untuk menekan potensi penularan.
Karenanya, Kang Emil mengusulkan agar dana Rp2,6 triliun dari Kemenag yang sedianya digunakan membangun infrastruktur pendukung pencegahan COVID-19 di pesantren sebagiannya dialihkan untuk tes swab dan pelacakan kontak erat.
Usulan tersebut juga disampaikan Kang Emil dalam rapat koordinasi penanganan COVID-19 di lingkungan pesantren bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia, Luhut Binsar yang digelar secara virtual dari Gedung Negara Pakuan, Kota Bandung, Rabu (30/9/2020) petang. (BACA JUGA: Tiga Bulan Berturut-turut Jabar Alami Deflasi, Inflasi Tahunan Masih Rendah)
"Saya sampaikan juga ke Pemerintah Pusat bahwa ada dana Rp2,6 triliun itu kalau boleh kebijakan penggunaannya bisa dikaji ulang, tidak hanya ke infrastruktur, tapi ke penanganan COVID-19 yang sifatnya urgent, yaitu pengetesan swab ataupun tracing," katanya.
Meski begitu, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar itu mengaku, usulan tersebut sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah pusat. Pasalnya, kewenangan pengalihan anggaran tersenyum merupakan domain Pemerintah Pusat melalui Kemenag.
"Tapi kewenangannya ada di Pemerintah Pusat melalui Kementerian Agama," imbuhnya.
Lebih lanjut Kang Emil mengatakan, pihaknya telah mengeluarkan kebijakan untuk menyikapi kasus positif COVID-19 di lingkungan pesantren di Kabupaten Kuningan dan Kota Tasikmalaya.
"Jadi, kebijakannya adalah kalau dites dia (santri) itu negatif COVID-19, maka dia dipulangkan ke rumah masing-masing. Kalau dia ditesnya positif, tapi gejalanya ringan, itu dikarantina di pesantrennya, kalau yang agak parah ke rumah sakit," jelasnya.
Namun, jika pesantren tidak memadai untuk dijadikan tempat karantina, maka Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar akan menyiapkan ruang-ruang karantina mandiri. (BACA JUGA: Jual Tanah Carik Seluas 15 Ha, Mantan Kades di KBB Diperiksa Polisi)
"Contohnya di Kota Tasikmalaya, santrinya (yang positif) dikarantina di rusun milik Universitas Siliwangi dan itu sudah mulai kita lakukan dan mudah-mudahan kita bisa mencegah lebih baik," ujarnya.
Dengan kebijakan tersebut, tambah Kang Emil, kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka di pesantren tersebut diliburkan sementara karena asramanya dipakai untuk isolasi mandiri dan santri yang terkonfirmasi negatif COVID-19 dipulangkan ke rumah masing-masing.
"Jadi, kita ambil tindakan kemudian kita libur dulu selama empat belas hari untuk melakukan persiapan penanganan," tandasnya.
Diketahui, pada Juni 2020 lalu, Ridwan Kamil telah mengeluarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Jabar Nomor: 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Lingkungan Pesantren.
Pesantren diizinkan menggelar KBM tatap muka dengan syarat melaksanakan dengan baik aturan pencegahan dan penanggulangan, termasuk protokol kesehatan COVID-19. (BACA JUGA: Berprestasi di Tengah Pandemi, Polrestabes Bandung Raih Promoter Reward)
Namun, kasus terkonfirmasi positif kini muncul di lingkungan pesantren. Bahkan, temuan kasus santri terkonfirmasi positif COVID-19 mengakibatkan lonjakan kasus COVID-19 di wilayah tempat dimana pesantren tersebut berada.
Munculnya klaster pesantren diduga akibat mobilitas santri maupun pengajarnya. Pasalnya, pesantren tersebut memiliki sekolah umum yang santri dan pengajarnya tidak menetap atau bermukim di pesantren.
(vit)