Taktik Jitu Gajah Mada Tunjuk Putra Pendeta Brahma Perluas Majapahit di Kerajaan Bali
loading...
A
A
A
Ekspansi wilayah dilakukan Gajah Mada Mahapatih Majapahit mulai membuahkan hasil. Satu wilayah yakni Pulau Bali berhasil ditaklukkan pertama. Tetapi persoalan baru muncul ketika wilayah Bali takluk di bawah komando Negeri Majapahit.
Sedianya Gajah Mada menempatkan bangsawan - bangsawan baru di sana. Memang sifat mereka sangat efisien dan jujur dalam bekerja, namun sayangnya gaya mereka masih terlalu Jawa untuk bisa meraih dukungan besar dari rakyat setempat.
Alhasil Gajah Mada sempat ada keraguan dalam mengambil keputusan. Sang Mahapatih Majapahit itu pun akhirnya mengangkat raja bawahan baru di Bali yang didukung oleh gabungan pejabat pemerintahan Majapahit dan Bali.
Dikutip dari Earl Drake pada bukunya “Gayatri Rajapatni: Perempuan Dibalik Kejayaan Majapahit”, Gajah Mada akhirnya memilih Ketut Kresna Kapisan sebagai raja bawahan pertama Majapahit di Bali.
Sosoknya merupakan putra bungsu yang bijaksana dari seorang pendeta brahma yang sangat dihormati Gajah Mada.Ia adalah pilihan tepat untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap Majapahit seraya memukau warga Bali dengan tradisi penghormatan orang suci.
Ketika menjalankan tugas-tugasnya sang penguasa baru sedikit sekali mengandalkan para pejabat setia yang diboyong dari Jawa, dan semakin lama semakin mengandalkan pada dua klan Bali setempat yang masih memiliki darah biru Raja Airlangga.
Klan ini diberi tugas sensitif yang terkait dengan sistem kuil dan tatanan desa, melalui dewan tradisional "rumah panjang" yang terdiri dari laki-laki desa yang menikah. Tak heran jika kemegahan dan tampilan Majapahit dengan mulus berpadu dengan adat-istiadat Bali.
Babad sejarah Bali pun direvisi untuk nenjelaskan bagaimana para bangsawan, pangeran, pendeta, pejabat,, dan seniman terhubung dengan kebesaran imperium yang tengah mekar itu pada pendirian keraton dan istananya di Samprangan.
Arsitektur bangunannya memasukkan unsur-unsur Jawa dan Hindu. Namun pernak-pernik dan emblemnya, termasuk keris Ganja Dungkul yang sakral itu, tetap dirancang untuk menciptakan dan memelihara tatanan imperium yang berkiblat pada pusat dunia, yakni Majapahit.
Lihat Juga: Kisah Pangeran Diponegoro Marah Besar ke Sultan Muda Keraton Yogyakarta Akibat Hilangnya Tradisi Jawa
Sedianya Gajah Mada menempatkan bangsawan - bangsawan baru di sana. Memang sifat mereka sangat efisien dan jujur dalam bekerja, namun sayangnya gaya mereka masih terlalu Jawa untuk bisa meraih dukungan besar dari rakyat setempat.
Alhasil Gajah Mada sempat ada keraguan dalam mengambil keputusan. Sang Mahapatih Majapahit itu pun akhirnya mengangkat raja bawahan baru di Bali yang didukung oleh gabungan pejabat pemerintahan Majapahit dan Bali.
Dikutip dari Earl Drake pada bukunya “Gayatri Rajapatni: Perempuan Dibalik Kejayaan Majapahit”, Gajah Mada akhirnya memilih Ketut Kresna Kapisan sebagai raja bawahan pertama Majapahit di Bali.
Sosoknya merupakan putra bungsu yang bijaksana dari seorang pendeta brahma yang sangat dihormati Gajah Mada.Ia adalah pilihan tepat untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap Majapahit seraya memukau warga Bali dengan tradisi penghormatan orang suci.
Ketika menjalankan tugas-tugasnya sang penguasa baru sedikit sekali mengandalkan para pejabat setia yang diboyong dari Jawa, dan semakin lama semakin mengandalkan pada dua klan Bali setempat yang masih memiliki darah biru Raja Airlangga.
Klan ini diberi tugas sensitif yang terkait dengan sistem kuil dan tatanan desa, melalui dewan tradisional "rumah panjang" yang terdiri dari laki-laki desa yang menikah. Tak heran jika kemegahan dan tampilan Majapahit dengan mulus berpadu dengan adat-istiadat Bali.
Babad sejarah Bali pun direvisi untuk nenjelaskan bagaimana para bangsawan, pangeran, pendeta, pejabat,, dan seniman terhubung dengan kebesaran imperium yang tengah mekar itu pada pendirian keraton dan istananya di Samprangan.
Arsitektur bangunannya memasukkan unsur-unsur Jawa dan Hindu. Namun pernak-pernik dan emblemnya, termasuk keris Ganja Dungkul yang sakral itu, tetap dirancang untuk menciptakan dan memelihara tatanan imperium yang berkiblat pada pusat dunia, yakni Majapahit.
Lihat Juga: Kisah Pangeran Diponegoro Marah Besar ke Sultan Muda Keraton Yogyakarta Akibat Hilangnya Tradisi Jawa
(ams)