Kisah Guru Prabu Jayabaya yang Ajarkan Meramal Kondisi Pulau Jawa hingga Kiamat
loading...
A
A
A
Jayabaya , Raja Kediri yang termasyhur itu dikenal sebagai peramal handal. Sejumlah ramalan Prabu Jayabaya tentang kondisi Pulau Jawa di masa depan konon akurat dan terbukti hingga saat ini. Dari beberapa sejarah, konon ada beberapa serat yang menggambarkan ramalan Jayabaya, seperti Serat Jayabaya Musarar, Serat Pranitiwakya, dan lainnya sebagainya.
Dari Serat Jayabaya Musarar, dikisahkan konon Jayabaya berguru ke tokoh agama bernama Maolana Ngali Samsujen. Konon dari guru agamanya inilah Jayabaya mendapatkan gambaran tentang keadaan Pulau Jawa, sejak zaman diisi oleh Aji Saka, hingga datangnya hari kiamat kelak.
"Dari nama guru Jayabaya tersebut diketahui bahwa naskah serat tersebut ditulis pada zaman berkembangnya islam di Pulau Jawa," demikian dikutip dari "Babad Tanah Jawa", tulisan Soedjipto Abimanyu.
Tetapi tidak diketahui siapa penulis ramalan - ramalan Jayabaya. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat saat itu untuk mematuhi ucapan tokoh besar. Maka si penulis naskah pun mengatakan, bahwa ramalannya adalah ucapan langsung Prabu Jayabaya, seorang raja besar dari Kadiri.
Tetapi jauh sebelum terkenal dengan ramalan - ramalannya, Jayabaya dalam silsilah raja-raja tanah Jawa merupakan salah satu keturunan Batara Wisnu, yang melahirkan raja-raja Jawa. Pada tradisi besar Jawa, nama besar Jayabaya tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa.
Sehingga namanya muncul dalam kesusastraan Jawa zaman Mataram islam atau sesudahnya sebagai Prabu Jayabaya, contoh naskah yang menyinggung tentang Jayabaya adalah Babad Tanah Jawi dan Serat Aji Pamasa.
Jayabaya yang dikisahkan sebagai titisan Wisnu, negaranya bernama Widarba, yang beribukota di Mamenang. Ayahnya bernama Gendrayana, putra Yudayana, putra Parikesit, putra Abimanyu, putra Arjuna dari keluarga Pandawa. Permaisuri Jayabaya bernama Dewi Sara, yang lahirnya dari Jaya Amijaya. Dimana ini menurunkan raja-raja tanah Jawa, bahkan sampai Majapahit hingga Mataram Islam.
Sang raja Kediri ini turun tahta pada usia tua. Ia dikisahkan moksha di Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Tempat petilasannnya tersebut dikeramatkan oleh penduduk setempat. Bahkan hingga sekarang petilasan tersebut masih ramai dikunjungi warga.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
Dari Serat Jayabaya Musarar, dikisahkan konon Jayabaya berguru ke tokoh agama bernama Maolana Ngali Samsujen. Konon dari guru agamanya inilah Jayabaya mendapatkan gambaran tentang keadaan Pulau Jawa, sejak zaman diisi oleh Aji Saka, hingga datangnya hari kiamat kelak.
"Dari nama guru Jayabaya tersebut diketahui bahwa naskah serat tersebut ditulis pada zaman berkembangnya islam di Pulau Jawa," demikian dikutip dari "Babad Tanah Jawa", tulisan Soedjipto Abimanyu.
Tetapi tidak diketahui siapa penulis ramalan - ramalan Jayabaya. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat saat itu untuk mematuhi ucapan tokoh besar. Maka si penulis naskah pun mengatakan, bahwa ramalannya adalah ucapan langsung Prabu Jayabaya, seorang raja besar dari Kadiri.
Tetapi jauh sebelum terkenal dengan ramalan - ramalannya, Jayabaya dalam silsilah raja-raja tanah Jawa merupakan salah satu keturunan Batara Wisnu, yang melahirkan raja-raja Jawa. Pada tradisi besar Jawa, nama besar Jayabaya tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa.
Sehingga namanya muncul dalam kesusastraan Jawa zaman Mataram islam atau sesudahnya sebagai Prabu Jayabaya, contoh naskah yang menyinggung tentang Jayabaya adalah Babad Tanah Jawi dan Serat Aji Pamasa.
Jayabaya yang dikisahkan sebagai titisan Wisnu, negaranya bernama Widarba, yang beribukota di Mamenang. Ayahnya bernama Gendrayana, putra Yudayana, putra Parikesit, putra Abimanyu, putra Arjuna dari keluarga Pandawa. Permaisuri Jayabaya bernama Dewi Sara, yang lahirnya dari Jaya Amijaya. Dimana ini menurunkan raja-raja tanah Jawa, bahkan sampai Majapahit hingga Mataram Islam.
Sang raja Kediri ini turun tahta pada usia tua. Ia dikisahkan moksha di Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Tempat petilasannnya tersebut dikeramatkan oleh penduduk setempat. Bahkan hingga sekarang petilasan tersebut masih ramai dikunjungi warga.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
(hri)