Merinding, Kisah Alex Arjalil Selamatkan Anak dan Cucunya dari Terjangan Banjir Bandang Lahar Dingin Gunung Marapi
loading...

Alex Arjalil duduk di tengah rumah anaknya di Agam, Sumatera Barat yang diterjang banjir bandang lahar dingin Gunung Marapi. Foto/MPI/Rus Akbar
A
A
A
AGAM - Alex Arjalil (65) warga Simpang Bukik, Nagari Bukik Batabuah, Canduang, Agam, Sumatera Barat hanya bisa duduk termenung dalam rumah anaknya yang sudah hancur diterjang lahar dingin Gunung Merapi, Sabtu (11/25/2024) malam.
Rumah itu ditempati oleh anaknya Eva (30) dan cucunya Arsih 2,5 tahun. Sementara suaminya saat itu sedang berada di Bandung.
Alex menuturkan, siang sampai sore hari pada hari kejadian itu hujan turun, tapi tidak lebat, namun berulang-ulang kali. Sekira pukul 22.00 WIB itu banyak warga yang jualan di daerahnya sudah tutup, akibat hujan terus.
“Karena hujan, otomatis warga yang jualan ini sudah banyak yang tutup,” ujarnya, Selasa (14/5/2024).
Tak lama kemudian Alex mendengar suara gemuruh, awalnya dia mengira suara truk lewat. Karena rumahnya dekat dengan jalan raya. “Karena di tepi jalan kami kira itu mobil besar lewat, kemudian karena yang di depan rumah jualan harian, otomatis dia yang menyaksikan datangnya bencana kemudian lari ke rumah saya,” ujarnya.
Alex yang memiliki dua rumah, satu ditempatinya saat ini, satu lagi ditempati olehnya. Jarak dari rumah dia tinggal dengan rumah anaknya sekira 100 meter.
“Pemilik toko di depan rumah anak saya itu datang ke rumah, pintu rumah saya di gedor. Pak De, rumah galodo gadang (banjir bandang), rumah di ujung habis, saya langsung lari ke sini, ingatan saya anak yang di sini,” tuturnya.
Saat mau ke rumah anaknya, dia melihat air di samping rumahnya sudah setinggi tiga meter. Namun masih bisa melihat kondisi saat itu lantara listrik masih hidup. Tak lama kemudian listrik juga mati dan menjadi gelap.
“Saat saya menjemput anak, namun itu tidak mungkin airnya lebih tinggi dari pada saya,” katanya.
Melihat kondisi air tersebut, tubuh Alex gemetar, karena tidak bisa maju air cukup tinggi, mau mundur anaknya masih di rumah itu.
“Saya tidak bisa mundur membayangi anak dan cucu saya dalam rumah itu. Saya datang sama istri saya, kemudian melihat kondisi itu istri saya pingsan. Kemudian saya mengantarkan istri dulu ke rumah yang lebih tinggi, kemudian saya kembali ke lokasi,” terangnya.
Saat kejadian ada dua mobil yang parkir di depan rumah anaknya satu expander satu lagi kijang serta satu unit kendaraan roda dua, beruntung setelah kejadian mobil itu tidak ikut tersapu banjir.
“Saat itu saya tidak memikirkan mobil itu, naluri saya selamatkan dulu anak dan cucu saya. Setelah air sudah surut setinggi dada saya bersama warga berpegangan menyelamatkan anak dan cucu, barang harta benda lainnya itu sudah hanyut,” katanya.
Saat kejadian banjir lahar dingin ini, anak dan cucunya tidur di kamar. Kemudian anaknya Eva ini terkejut setelah mendengar dentuman keras dari ruang kamar sebelah. Setelah keluar dia melihat air sudah masuk dalam rumah.
“Kemudian dia kembali ke kamar mengambil anaknya. Eva mencoba mau keluar rumah tapi air sangat besar di samping kiri dan kanan rumah, akhirnya dia hanyut saja. Tepat di depan rumah dia tersangkut kebetulan ada dua mobil juga tersangkut disana yang tertahan sama tujuh batu besar,” katanya.
Melihat ada batu kata Alex, Eva bersama anaknya itu naik di atas batu sambil melambaikan tangannya pakai hp, karena saat itu memang gelap.
“Kami melihat ada lampu hp minta tolong, di situlah kami sambil berpegangan dengan warga menjemput anak saya di tengah banjir. Di situlah kuasa Allah masih menyelamatkan anak saya,” ujarnya.
Saat ada kejadian itu, sebelah rumah itu ada masjid, saat itu banyak pemuda sedang rapat.
Setelah masjid di samping itu kena hantam banjir pemuda-pemuda disana menyelamatkan diri masing-masing dan ada juga yang hanyut. Kendaraan yang parkir juga banyak yang hanyut.
Rumah itu ditempati oleh anaknya Eva (30) dan cucunya Arsih 2,5 tahun. Sementara suaminya saat itu sedang berada di Bandung.
Alex menuturkan, siang sampai sore hari pada hari kejadian itu hujan turun, tapi tidak lebat, namun berulang-ulang kali. Sekira pukul 22.00 WIB itu banyak warga yang jualan di daerahnya sudah tutup, akibat hujan terus.
“Karena hujan, otomatis warga yang jualan ini sudah banyak yang tutup,” ujarnya, Selasa (14/5/2024).
Tak lama kemudian Alex mendengar suara gemuruh, awalnya dia mengira suara truk lewat. Karena rumahnya dekat dengan jalan raya. “Karena di tepi jalan kami kira itu mobil besar lewat, kemudian karena yang di depan rumah jualan harian, otomatis dia yang menyaksikan datangnya bencana kemudian lari ke rumah saya,” ujarnya.
Alex yang memiliki dua rumah, satu ditempatinya saat ini, satu lagi ditempati olehnya. Jarak dari rumah dia tinggal dengan rumah anaknya sekira 100 meter.
“Pemilik toko di depan rumah anak saya itu datang ke rumah, pintu rumah saya di gedor. Pak De, rumah galodo gadang (banjir bandang), rumah di ujung habis, saya langsung lari ke sini, ingatan saya anak yang di sini,” tuturnya.
Saat mau ke rumah anaknya, dia melihat air di samping rumahnya sudah setinggi tiga meter. Namun masih bisa melihat kondisi saat itu lantara listrik masih hidup. Tak lama kemudian listrik juga mati dan menjadi gelap.
“Saat saya menjemput anak, namun itu tidak mungkin airnya lebih tinggi dari pada saya,” katanya.
Melihat kondisi air tersebut, tubuh Alex gemetar, karena tidak bisa maju air cukup tinggi, mau mundur anaknya masih di rumah itu.
“Saya tidak bisa mundur membayangi anak dan cucu saya dalam rumah itu. Saya datang sama istri saya, kemudian melihat kondisi itu istri saya pingsan. Kemudian saya mengantarkan istri dulu ke rumah yang lebih tinggi, kemudian saya kembali ke lokasi,” terangnya.
Saat kejadian ada dua mobil yang parkir di depan rumah anaknya satu expander satu lagi kijang serta satu unit kendaraan roda dua, beruntung setelah kejadian mobil itu tidak ikut tersapu banjir.
“Saat itu saya tidak memikirkan mobil itu, naluri saya selamatkan dulu anak dan cucu saya. Setelah air sudah surut setinggi dada saya bersama warga berpegangan menyelamatkan anak dan cucu, barang harta benda lainnya itu sudah hanyut,” katanya.
Saat kejadian banjir lahar dingin ini, anak dan cucunya tidur di kamar. Kemudian anaknya Eva ini terkejut setelah mendengar dentuman keras dari ruang kamar sebelah. Setelah keluar dia melihat air sudah masuk dalam rumah.
“Kemudian dia kembali ke kamar mengambil anaknya. Eva mencoba mau keluar rumah tapi air sangat besar di samping kiri dan kanan rumah, akhirnya dia hanyut saja. Tepat di depan rumah dia tersangkut kebetulan ada dua mobil juga tersangkut disana yang tertahan sama tujuh batu besar,” katanya.
Melihat ada batu kata Alex, Eva bersama anaknya itu naik di atas batu sambil melambaikan tangannya pakai hp, karena saat itu memang gelap.
“Kami melihat ada lampu hp minta tolong, di situlah kami sambil berpegangan dengan warga menjemput anak saya di tengah banjir. Di situlah kuasa Allah masih menyelamatkan anak saya,” ujarnya.
Saat ada kejadian itu, sebelah rumah itu ada masjid, saat itu banyak pemuda sedang rapat.
Setelah masjid di samping itu kena hantam banjir pemuda-pemuda disana menyelamatkan diri masing-masing dan ada juga yang hanyut. Kendaraan yang parkir juga banyak yang hanyut.
(shf)