Terdakwa Kasus Persetubuhan, Pemilik Pesantren di NTT Divonis 15 Tahun Penjara

Rabu, 27 Maret 2024 - 21:10 WIB
loading...
Terdakwa Kasus Persetubuhan, Pemilik Pesantren di NTT Divonis 15 Tahun Penjara
Majelis Hakim menjatuhkan vonis 15 tahun penjara terhadap Pua Ibrahim, terdakwa kasus persetubuhan anak di bawah umur saat siding di Pengadilan Negeri (PN) Ruteng, Manggarai, Nusa Tenggara Timur, Rabu (27/3/2024). Foto/Iren Leleng
A A A
MANGGARAI - Majelis Hakim menjatuhkan vonis 15 tahun penjara terhadap Pua Ibrahim, terdakwa kasus persetubuhan anak di bawah umur saat siding di Pengadilan Negeri (PN) Ruteng, Manggarai, Nusa Tenggara Timur, Rabu (27/3/2024).

Majelis Hakim yang beranggotakan Carisma Gagah Arisatya selaku Hakim Ketua, Syifa Alam serta Indi M. Ismail selaku Hakim anggota. Hakim juga menyatakan terdakwa Pua Ibrahim telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan anak di bawah umur.

Hakim PN Ruteng menyatakan, Pua Ibrahim melanggar Pasal 81 Ayat 3 Jo Pasal 76 e Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang Jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP sesuai dengan Dakwaan Alternatif Pertama Jaksa Penuntut Umum.



Vonis tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tuntutan 18 tahun penjara dari jaksa. Diberitakan sebelum, Pua Ibrahim yang diketahui pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) asal Borong, Manggarai Timur (Matim), Nusa Tenggara Timur (NTT) menyetubuhi dua santri perempuan.

Polres Manggarai Timur saat itu mengungkapkan aksi bejat yang dilakukan Pua Ibrahim terjadi berulang kali semenjak 31 Juli 2023 hingga 17 November 2023 di kamar milik tersangka di Pondok Pesantren.

Modus pelaku Pua Ibrahim menyuruh korban untuk mengurut badan di dalam kamarnya. Setelah diurut Pua Ibrahim berpesan kepada korban agar datang kembali ke kamarnya dengan tidak menggunakan pakaian dalam.

Saat kejadian persetubuhan pertama, korban sempat diancam. Jka menolak melayani, maka korban bersama orang tua bisa mati dan mengalami gangguan jiwa.



Singkatnya, kasusnya terungkap ketika sang Guru wali kelas merasa curiga terhadap korban. Kemudian korban pun berani terbuka dengan guru walinya tersebut.
(wib)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1953 seconds (0.1#10.140)