Gelombang Tenang Menyimpan Ancaman: Konflik Laut China Selatan dan Kedaulatan Indonesia

Minggu, 10 Maret 2024 - 10:47 WIB
loading...
A A A
“Kita harus menjadikan hilangnya wilayah Indonesia di Pulau Sipadan dan Ligitan sebagai pengalaman yang tidak boleh terulang kembali. Oleh karenanya, tindakan preventif perlu dilakukan karena lebih baik dibandingkan tindakan reaktif,” tegas Surya.

Sedangkan dalam pandangan Dr (H.C) Capt. Marcellus Jayawibawa, S.SiT., M.Mar, klaim RRC terhadap LCS bisa berdampak negatif terhadap hak berdaulat Indonesia, terutama dalam hal kebebasan berlayar dan eksploitasi sumber daya alam di ZEE Indonesia. Padahal ZEE Indonesia sangat luas dan kaya akan sumber daya alam seperti ikan, minyak, dan gas alam.

“Oleh karena itu Indonesia harus mempertahankan hak berdaulatnya dan menjaga kepentingan nasional dengan tetap berpegang pada hukum internasional dan bekerja sama dengan negara-negara ASEAN dan mitra strategis lainnya,” kata Marcellus.

Langkah TNI dalam Mengamankan Natuna

Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah mengambil langkah strategis untuk mengamankan Natuna dari ancaman eksternal. Langkah-langkah ini mencakup pembangunan pangkalan jet tempur, penambahan personel, patroli skuadron jet tempur, dan penyiagaan kapal perang di wilayah tersebut.

- Pangkalan Sukhoi Su-27 dan Helikopter AH-64E Apache
Sejak 2014, TNI telah membangun pangkalan jet tempur di Natuna untuk Sukhoi Su-27 dan menyediakan 4 helikopter AH-64E Apache yang baru dibeli dari Amerika Serikat. Langkah ini bertujuan untuk memastikan kesiapan dalam menghadapi ancaman yang tak terduga.

- Penambahan Personel dan Infrastruktur
TNI tidak hanya meningkatkan alat utama sistem senjata (alutsista), tetapi juga menambah personel dengan mengirimkan 1 batalion Infantri dari Bukit Barisan. Hal ini untuk memperkuat pertahanan wilayah Natuna.

- Patroli Skuadron Jet Tempur dan Penyiagaan Kapal Perang
Selama proses pembangunan pangkalan pesawat tempur Sukhoi Su-27, TNI menggunakan Skuadron jet tempur yang ditempatkan di Pekanbaru, dilengkapi dengan jet tempur jenis F-16 setara Block 52 dan Hawk 100. Selain itu, puluhan kapal perang dari Armada Barat TNI AL, termasuk KRI Slamet Riyadi 352, KRI Kobra, dan KRI Anakonda, telah disiagakan untuk mengamankan wilayah Natuna.

Menhan Prabowo: 'Gajah di Dalam Ruangan'

Menteri Pertahanan (Menhan) RI, Prabowo Subianto sempat angkat bicara tentang pentingnya menjaga stabilitas kawasan dalam menghadapi eskalasi konflik di Laut China Selatan dan Selat Taiwan. Prabowo menggambarkan situasi ini sebagai 'gajah di dalam ruangan', menyoroti potensi ancaman yang besar bagi stabilitas regional.

Prabowo menegaskan bahwa LCS dan Selat Taiwan menjadi titik-titik sensitif yang dapat meletus menjadi konflik terbuka kapan saja, dengan ketegangan yang melibatkan China dan Amerika Serikat (AS). Indonesia menyadari pentingnya menjaga stabilitas dunia, sekaligus mengakui posisi China sebagai kekuatan besar dengan kepentingan nasionalnya.

"Walau kami menghormati kepentingan AS sebagai kekuatan utama dalam mengatur dunia, kami juga mematuhi kebijakan One China Policy dan mengakui kepentingan inti Beijing yang sah," ujar Prabowo dalam Forum 17th International Institute for Strategic Studies (IISS) Regional Security Summit: The Manama Dialogue 2021 di Bahrain.

Sementara di LCS, China mengklaim sebagian besar wilayah tersebut, yang mendapat tentangan dari negara-negara lain seperti Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam. Di sisi lain, ketegangan di Taiwan semakin meningkat dengan masuknya ratusan jet tempur China ke wilayah pertahanan pulau itu, yang dianggap oleh Taiwan sebagai tanda invasi yang mendekat.

Menyikapi hal tersebut Menteri Pertahanan Taiwan, Chiu Kuo-cheng, sempat memberikan peringatan tentang kemungkinan invasi Beijing ke wilayah itu pada tahun 2025 mendatang, menyebut situasi ini sebagai yang terberat yang pernah ia alami dalam karir militer selama lebih dari 40 tahun.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0996 seconds (0.1#10.140)