Gelombang Tenang Menyimpan Ancaman: Konflik Laut China Selatan dan Kedaulatan Indonesia

Minggu, 10 Maret 2024 - 10:47 WIB
loading...
A A A
Dengan kondisi ini, sikap tegas Indonesia dalam menjaga stabilitas kawasan menjadi semakin penting, sementara pemerintah dunia diharapkan untuk mengambil langkah-langkah yang bijaksana guna mencegah eskalasi konflik yang berpotensi merugikan banyak pihak.

Peta Baru China atas LCS Picu Kontroversi

Peta baru China yang memperluas klaimnya atas wilayah di LCS menuai kontroversi dan reaksi dari negara-negara yang terdampak, termasuk Filipina, Malaysia, dan India. Peta terbaru itu dirilis oleh Kementerian Sumber Daya Alam China, yang diberi nama 'Peta Standar China 2023' pada Senin 28 Agustus 2023.

Dalam peta tersebut mempertahankan klaim klasik China atas LCS dengan memperluas sembilan garis putus-putusnya menjadi sepuluh, dengan menambahkan kawasan laut bagian timur Taiwan. Tambahan garis putus ke-10 dalam peta ini juga memperluas klaim China atas wilayah laut yang berbatasan dengan Filipina. Menurut laporan media milik pemerintah China, China Daily, mereka akan menguasai seluruh Kepulauan Spratly, termasuk Kelompok Pulau Kalayaan (KIG).

Kontroversi terbesar dari peta baru ini adalah bahwa peta tersebut mencakup wilayah-wilayah yang disengketakan, termasuk klaim atas Arunachal Pradesh, wilayah Aksai Chin, Taiwan, dan Laut China Selatan. Batas negara China juga mencaplok wilayah sengketa maritim di dalam zona ekonomi eksklusif Malaysia dekat Sabah dan Sarawak, Brunei, Filipina, Indonesia, dan Vietnam.

Namun, tidak semua negara diam terhadap klaim China ini. Filipina, Malaysia, dan India ikut bergabung dalam menyuarakan keberatannya terhadap peta baru China. Malaysia secara tegas menyatakan bahwa mereka tidak mengakui klaim China di LCS, termasuk yang tercantum dalam 'Peta Standar China Edisi 2023', yang mencakup wilayah maritim Malaysia.

Reaksi ini menunjukkan bahwa ketegangan terkait klaim teritorial di Laut China Selatan masih menjadi isu sensitif dan kontroversial di kawasan Asia-Pasifik. Diperlukan kerja sama dan diplomasi yang kuat untuk menyelesaikan konflik ini tanpa memicu eskalasi yang lebih luas.

Sebagaimana diketahui, Natuna, yang terdiri dari tujuh pulau dengan Ibu Kota di Ranai, memiliki sejarah panjang. Pada abad ke-19, Natuna dikuasai oleh Kesultanan Riau sebelum akhirnya bergabung dengan Indonesia setelah merdeka. Indonesia telah membangun berbagai infrastruktur di wilayah seluas 3.420 kilometer persegi ini, dengan mayoritas penduduknya berasal dari etnis Melayu.

Kekayaan alam Natuna, terutama cadangan gas alamnya, menjadi daya tarik utama. Cadangan gas alam di Blok Natuna D-Alpha diperkirakan mencapai 222 triliun kaki kubik (TCT), dengan nilai ekonomi mencapai Rp 6.000 triliun. Namun, klaim China atas sebagian wilayah Natuna telah menimbulkan kekhawatiran akan eksplorasi sumber daya alam di wilayah tersebut.

Indonesia, sebagai salah satu negara yang berupaya menjadi penengah dalam konflik LCS, terus melakukan komunikasi dengan semua pihak yang terlibat. Melalui diplomasi preventif dan penggunaan forum ASEAN, Indonesia berupaya untuk menjaga perdamaian dan kestabilan di kawasan tersebut.
(hri)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2154 seconds (0.1#10.140)