Kisah Disingkirkannya Patih Raganata yang Berujung Kudeta Raja Singasari

Rabu, 07 Februari 2024 - 07:30 WIB
loading...
Kisah Disingkirkannya Patih Raganata yang Berujung Kudeta Raja Singasari
Candi Jago merupakan salah satu candi peninggalan Kerajaan Singasari. Candi ini terletak Desa Jago, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Foto/Kebudayaan Kemdikbud
A A A
Kerajaan Singasari sebagai landasan kejayaan di pulau Jawa pada masa lampau menyimpan kisah tragis dibalik perebutan kekuasaan yang mengubah takdir negara. Salah satu tokoh sentral dalam peristiwa ini adalah Mpu Raganata, atau lebih dikenal sebagai Patih Raganata, yang berakhir dengan tragedi kudeta yang mengguncang Singasari.

Mpu Raganata adalah figur penting di balik kejayaan Singasari pada masa pemerintahan Raja Wisnuwardhana. Sebagai rakryan patih, ia membimbing kerajaan menuju kemakmuran dan ekspansi wilayah hingga Semenanjung Melayu. Namun, segalanya berubah ketika Raja Wisnuwardhana meninggal dunia.

Masa kepemimpinan Raja Kertanagara menyaksikan pergeseran kekuasaan yang berdampak pada nasib Patih Raganata. Meskipun bijaksana, cerdas, dan kritis, Raganata dianggap tidak mumpuni oleh penguasa baru.

Kertanagara menggulingkan Patih Raganata dari jabatannya sebagai rakryan patih, menggantikannya dengan Mahisa Anengah atau Kebo Arema.



Pemecatan Raganata tidak hanya sekadar pergantian jabatan, melainkan juga simbol perselisihan pandangan politik antara Raja Kertanagara dan Patih Raganata.

Raganata menentang kebijakan politik baru yang dijalankan Kertanagara, mempermasalahkan prioritas perang atas keamanan negara. Namun, waktu membuktikan bahwa pandangan Raganata benar.

Kisah tragis mencapai puncaknya ketika pemberontakan bersenjata yang dipimpin oleh Jayakatwang, keturunan raja terakhir Kediri, mengguncang Singasari pada tahun 1292.

Dalam kekacauan itu, Raja Kertanagara, bersama dengan para pejabat termasuk Mpu Raganata, terbunuh dalam pertempuran. Keputusan untuk mengabaikan nasihat bijaksana Patih Raganata membawa bencana bagi Singasari.

Peristiwa ini menjadi cerminan tragis tentang konsekuensi dari kekuasaan yang diperoleh dengan kekerasan dan penindasan, serta pengorbanan yang tidak perlu dari para pejabat yang jujur dan bijaksana.
(hri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2405 seconds (0.1#10.140)