Sejarah 50 Haji Legendaris Tahun 1850 Pantik Lahirnya Belasan Ribu Pesantren di Jawa
loading...
A
A
A
Namun model pesantren seperti itu tidak banyak ditemukan di kawasan pesisir utara Jawa. Di kawasan pantai utara Jawa, pesantren memilih mengajar dengan cara yang lebih reformis puritan.
Penekanan ajaran yang diberikan kepada santri lebih fokus pada pemahaman bahasa Arab dan taat pada hukum Islam (syariat).
Aliran reformis ini menjadi tantangan bagi pengaruh sosial dan agama pemimpin Islam Jawa yang lebih tradisional. Seiring itu kelompok sufi yang lebih ortodoks juga menyebar pada pertengahan akhir abad 19 di antara penduduk Jawa.
Tarekat Naqsabandiyyah menyebar di kalangan ningrat Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tarekat baru Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah memiliki banyak pengikut dan terlibat dalam gerakan anti kolonial, yakni salah satunya di Banten.
Kehadiran Naqsabandiyyah dan Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah menjadi kompetitor para pengikut tarekat Syatariyyah yang lebih dulu ada dan mendominasi.
“Jadi, meskipun sebelumnya masyarakat Jawa rupanya bersatu dalam identitas keagamaan, pada akhir abad 19 tampaknya keadaan itu terpecah dalam berbagai identitas keagamaan yang bertentangan,” demikian disitir dari Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
Penekanan ajaran yang diberikan kepada santri lebih fokus pada pemahaman bahasa Arab dan taat pada hukum Islam (syariat).
Aliran reformis ini menjadi tantangan bagi pengaruh sosial dan agama pemimpin Islam Jawa yang lebih tradisional. Seiring itu kelompok sufi yang lebih ortodoks juga menyebar pada pertengahan akhir abad 19 di antara penduduk Jawa.
Tarekat Naqsabandiyyah menyebar di kalangan ningrat Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tarekat baru Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah memiliki banyak pengikut dan terlibat dalam gerakan anti kolonial, yakni salah satunya di Banten.
Kehadiran Naqsabandiyyah dan Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah menjadi kompetitor para pengikut tarekat Syatariyyah yang lebih dulu ada dan mendominasi.
“Jadi, meskipun sebelumnya masyarakat Jawa rupanya bersatu dalam identitas keagamaan, pada akhir abad 19 tampaknya keadaan itu terpecah dalam berbagai identitas keagamaan yang bertentangan,” demikian disitir dari Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
(ams)