Pria Ini Pinjamkan Setifikat Tanah ke Teman, saat Minta Kembali Malah Digugat
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Wis ditulung malah mentung (sudah ditolong malah mencelakai) peribahasa Jawa ini sama seperti yang dialami warga Jakarta, Indarjo (60).
Bagaimana tidak, Indarjo sudah meminjamkan sertifikat kepada temannya SEP (56), malah digugat saat akan meminta kembali sertifikat tersebut. (BACA JUGA: Aniaya Istri, Warga Prambanan Terancam Tiga Tahun Bui )
Kasus itu sekarang sedang proses banding di pengadilan, sebab gugatan SEP, warga yang tinggal di Sariharjo, Ngaglik, Sleman ini ditolak oleh pengadilan. (BACA JUGA: Kopral Purnawirawan Subagyo Gelar Aksi Simpati untuk Beirut )
Indarjo mengatakan, perkara ini berawal pada Agustus 2015. Saat itu, temannya SEP meminjam sertifikat tanah miliknya untuk jaminan meminjam utang dan berjanji akan mengembalikan dalam waktu tiga bulan. (BACA JUGA: Nenek Buta Huruf Menang Gugatan di PTUN, Air Mata Langsung Meleleh )
Namun setelah tiga bulan berlalu, SEP tidak mengembalikan dan meminta tambahan waktu enam bulan lagi. Karena itu, dibuat perjanjian hitam di atas putih.
“Pertama meminjam tidak ada perjanjian. Yang kedua ada pernyataan tertulis,” kata Jodit, panggilan Indarjo di Yogyakarta, Jumat (7/8/2020).
Sama halnya saat meminjam yang pertama, untuk yang kedua pada 2016, SEP kembali tidak bisa mengembalikan sertifikat itu. Padahal sertifikat tersebut kavling perumahan, sudah dipasarkan, dan ada yang membeli.
Namun, karena tidak ada sertifikat, tidak bisa membangun. Akibatnya, pada November 2017 proyek perumahan di lahan kavling itu batal.
“Selain menderita materiil, batalnya pembangunan perumahan ini juga menjatuhkan kredibilitas saya sebagai pengembang. Karena itu minta kompensasi. SEP pun menyanggupi memberikan sebagian kerugian proyeknya,” ujar Jodit.
Pada Maret 2018, SEP menyatakan akan mengembalikan sertifikat itu. Namun ertifikat penganti. Karena sertifikat itu akan digunakan untuk jualan.
SEP pun menganti dengan sertifikat diproyek lain. SEP kembali berjanji akan mengembalikan dalam waktu enam bulan dan dibuatlah akte perjanjian. “Tetapi lagi-lagi saat jatuh tempo, November 2018 SEP tidak bisa mengembalikan dan wanprestasi,” tutur Jodit.
Anehnya, pada 9 Desember 2019, SEP mengajukan gugatan terhadap akte perjanjian saat meminjam sertifkat kedua. SEP mengajukan gugatan karena menolak memenuhi kewajibannya.
Sebab lokasi sertifikat itu di Bogor, SEP mengajukan gugat ke Pengadilan Negeri (PN) Bogor. Setelah melalui proses persidangan, PN Bogor 28 Juli 2020 memutuskan menolak gugatan SEP. “Untuk putusan ini SEP masih banding,” ungkap dia.
Mengenai apakah akan melangkah ke proses hukum, Jodit mengungkapkan masih menunggu putusan banding.
Bagaimana tidak, Indarjo sudah meminjamkan sertifikat kepada temannya SEP (56), malah digugat saat akan meminta kembali sertifikat tersebut. (BACA JUGA: Aniaya Istri, Warga Prambanan Terancam Tiga Tahun Bui )
Kasus itu sekarang sedang proses banding di pengadilan, sebab gugatan SEP, warga yang tinggal di Sariharjo, Ngaglik, Sleman ini ditolak oleh pengadilan. (BACA JUGA: Kopral Purnawirawan Subagyo Gelar Aksi Simpati untuk Beirut )
Indarjo mengatakan, perkara ini berawal pada Agustus 2015. Saat itu, temannya SEP meminjam sertifikat tanah miliknya untuk jaminan meminjam utang dan berjanji akan mengembalikan dalam waktu tiga bulan. (BACA JUGA: Nenek Buta Huruf Menang Gugatan di PTUN, Air Mata Langsung Meleleh )
Namun setelah tiga bulan berlalu, SEP tidak mengembalikan dan meminta tambahan waktu enam bulan lagi. Karena itu, dibuat perjanjian hitam di atas putih.
“Pertama meminjam tidak ada perjanjian. Yang kedua ada pernyataan tertulis,” kata Jodit, panggilan Indarjo di Yogyakarta, Jumat (7/8/2020).
Sama halnya saat meminjam yang pertama, untuk yang kedua pada 2016, SEP kembali tidak bisa mengembalikan sertifikat itu. Padahal sertifikat tersebut kavling perumahan, sudah dipasarkan, dan ada yang membeli.
Namun, karena tidak ada sertifikat, tidak bisa membangun. Akibatnya, pada November 2017 proyek perumahan di lahan kavling itu batal.
“Selain menderita materiil, batalnya pembangunan perumahan ini juga menjatuhkan kredibilitas saya sebagai pengembang. Karena itu minta kompensasi. SEP pun menyanggupi memberikan sebagian kerugian proyeknya,” ujar Jodit.
Pada Maret 2018, SEP menyatakan akan mengembalikan sertifikat itu. Namun ertifikat penganti. Karena sertifikat itu akan digunakan untuk jualan.
SEP pun menganti dengan sertifikat diproyek lain. SEP kembali berjanji akan mengembalikan dalam waktu enam bulan dan dibuatlah akte perjanjian. “Tetapi lagi-lagi saat jatuh tempo, November 2018 SEP tidak bisa mengembalikan dan wanprestasi,” tutur Jodit.
Anehnya, pada 9 Desember 2019, SEP mengajukan gugatan terhadap akte perjanjian saat meminjam sertifkat kedua. SEP mengajukan gugatan karena menolak memenuhi kewajibannya.
Sebab lokasi sertifikat itu di Bogor, SEP mengajukan gugat ke Pengadilan Negeri (PN) Bogor. Setelah melalui proses persidangan, PN Bogor 28 Juli 2020 memutuskan menolak gugatan SEP. “Untuk putusan ini SEP masih banding,” ungkap dia.
Mengenai apakah akan melangkah ke proses hukum, Jodit mengungkapkan masih menunggu putusan banding.
(awd)