30.000 Orang Meninggal Dunia Masuk Data Pemilih di Sumenep, Ini Kata KPU
loading...
A
A
A
SURABAYA - Sebanyak 30.000 orang yang telah meninggal masuk dalam daftar pemilih bahan pencocokan dan penelitian ( coklit ) Pilbup Sumenep 2020. Temuan itu berdasarkan hasil sementara coklit yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sumenep.
Ketua KPU Jatim, Choirul Anam tidak membantah bahwa memang ada temuan tersebut. Namun dia menilai temuan tersebut merupakan hal yang wajar. Diapun mengulas alur pencatatan data pemilih.
(Baca juga: Karyawannya Meninggal Akibat COVID-19, Dipendukcapil Ditutup )
Awalnya, KPU pusat menerima Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Lalu KPU pusat melakukan sinkronisasi dengan DPT (dapat pemilih tetap) terakhir, ditambah dengan data pemilih pemula yang berusia 17 tahun sampai dengan 9 Desember 2020,” katanya, Kamis (6/8/2020).
Selanjutnya, imbuh Anam, data mentah itu diberikan ke KPU kabupaten dan kota untuk dilakukan pemetaan Tempat Pemungutan Suara (TPS). Misalnya, datanya ada 10.000 pemilih, karena jumlah TPS dibatasi maksimal 500 pemilih, maka 10.000 pemilih itu paling tidak disediakan 25 TPS. “Tentunya dengan tidak memisahkan orang dalam satu keluarga dana macam-macam,” terangnya.
(Baca juga: Tabrakan Beruntun Rombongan Mobil Polisi, 3 Anggota Polres Jember Terluka )
Setelah dipetakan menjadi TPS-TPS, baru kemudian data mentah pemilih diberikan kepada Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP). PPDP ini kemudian melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) dari rumah ke rumah.
Proses coklit ini untuk memutakhirkan. Salah satunya ketika ditemukan penduduk yang sudah Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebagai pemilih. “Bisa karena meninggal dunia, pindah, alih status dan pindah tidak diketahui,” ujarnya.
Jika sudah TMS, maka akan dicoret dalam daftar pemilih. Disatu sisi, KPU juga melakukan pemutakhiran terhadap pemilih yang belum terdaftar. Misalnya seseorang yang selama ini belum pernah mengurus administrasi kependudukan. Ketika saat coklit sudah mengurus administrasi kependudukan, maka akan dimasukkan dalam data pemilih.
“Jadi wajar ketika ada data 10.000 atau sekian ribu orang meninggal masuk data pemilih. Jadi prosesnya seperti itu. Saat ini masih pemutakhiran,” terangnya.
Namun, kata Anam, yang tidak wajar adalah ketika ada orang yang meninggal dunia masuk data Daftar Pemilih Tetap (DPT). Pasalnya, sebelum menjadi DPT, nama pemilih sudah melalui serangkaian penelitian dan juga verifikasi.
“Saat ini baru dari DP4, data mentah. Data mentah dicoklit. Jadi wajar kecuali ditemukan ketika sudah dari DPT. Ini masalah. Setelah coklit, kita susun untuk kemudian ditetapkan menjadi Daftar Pemilih (DPS). Lalu kita umumkan lagi . Ada yang salah tidak. Apa ada yang meninggal dunia. Nanti diperbaiki lagi. Setelah diumumkan 14, kita tetapkan menjadi DPT,” pungkasnya.
Ketua KPU Jatim, Choirul Anam tidak membantah bahwa memang ada temuan tersebut. Namun dia menilai temuan tersebut merupakan hal yang wajar. Diapun mengulas alur pencatatan data pemilih.
(Baca juga: Karyawannya Meninggal Akibat COVID-19, Dipendukcapil Ditutup )
Awalnya, KPU pusat menerima Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “Lalu KPU pusat melakukan sinkronisasi dengan DPT (dapat pemilih tetap) terakhir, ditambah dengan data pemilih pemula yang berusia 17 tahun sampai dengan 9 Desember 2020,” katanya, Kamis (6/8/2020).
Selanjutnya, imbuh Anam, data mentah itu diberikan ke KPU kabupaten dan kota untuk dilakukan pemetaan Tempat Pemungutan Suara (TPS). Misalnya, datanya ada 10.000 pemilih, karena jumlah TPS dibatasi maksimal 500 pemilih, maka 10.000 pemilih itu paling tidak disediakan 25 TPS. “Tentunya dengan tidak memisahkan orang dalam satu keluarga dana macam-macam,” terangnya.
(Baca juga: Tabrakan Beruntun Rombongan Mobil Polisi, 3 Anggota Polres Jember Terluka )
Setelah dipetakan menjadi TPS-TPS, baru kemudian data mentah pemilih diberikan kepada Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP). PPDP ini kemudian melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) dari rumah ke rumah.
Proses coklit ini untuk memutakhirkan. Salah satunya ketika ditemukan penduduk yang sudah Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebagai pemilih. “Bisa karena meninggal dunia, pindah, alih status dan pindah tidak diketahui,” ujarnya.
Jika sudah TMS, maka akan dicoret dalam daftar pemilih. Disatu sisi, KPU juga melakukan pemutakhiran terhadap pemilih yang belum terdaftar. Misalnya seseorang yang selama ini belum pernah mengurus administrasi kependudukan. Ketika saat coklit sudah mengurus administrasi kependudukan, maka akan dimasukkan dalam data pemilih.
“Jadi wajar ketika ada data 10.000 atau sekian ribu orang meninggal masuk data pemilih. Jadi prosesnya seperti itu. Saat ini masih pemutakhiran,” terangnya.
Namun, kata Anam, yang tidak wajar adalah ketika ada orang yang meninggal dunia masuk data Daftar Pemilih Tetap (DPT). Pasalnya, sebelum menjadi DPT, nama pemilih sudah melalui serangkaian penelitian dan juga verifikasi.
“Saat ini baru dari DP4, data mentah. Data mentah dicoklit. Jadi wajar kecuali ditemukan ketika sudah dari DPT. Ini masalah. Setelah coklit, kita susun untuk kemudian ditetapkan menjadi Daftar Pemilih (DPS). Lalu kita umumkan lagi . Ada yang salah tidak. Apa ada yang meninggal dunia. Nanti diperbaiki lagi. Setelah diumumkan 14, kita tetapkan menjadi DPT,” pungkasnya.
(msd)