Kasus Galian C di Mojokerto Berpotensi Seret Tersangka Baru
loading...
A
A
A
MOJOKERTO - Kasus galian C ilegal berkedok normalisasi Sungai Pikatan (Sungai Landai) di Desa Sumberagung, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto berpotensi menyeret tersangka baru.
Menyusul adanya pihak lain yang diduga turut serta dalam kasus illegal mining tersebut. Hal itu tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Didik Pancaning Argo, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Mojokerto yang telah menyandang status tersangka. Dalam keterangannya, Didik yang kini menghuni sel tahanan Polres Mojokerto, mengaku jika hasil penambangan ilegal dengan dalih normalisasi itu dikirim ke CV. Musika, yang notabene milik keluarga mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP). (Baca juga: Pemilik Sumber Rejeki Jadi Tersangka Illegal Mining di Sungai Boro )
"Atas perintah tersangka, batu tersebut dibawa ke perusahaan di Mojokerto. Dimana ada dua orang saksi yang bertugas mengirimkan batu hasil tambang itu. Saksi FA (Faizal Arif) itu menerima bayaran Rp500 jutaan, dan S (Suripto) menerima uang Rp400 jutaan," kata Kasi Pidsus Kejari Mojokerto, Rahmat Hidayat, Rabu (6/8/2020). (Baca juga: Galian C Ilegal Disidak Dewan, Pengusaha: Izin Sedang Ditempuh )
Diakui Hidayat, dalam BAP tersangka Didik, ada tiga nama yang disebut-sebut juga turut andil dalam kasus ilegal mining berkedok normalisasi sungai ini. Diantaranya mantan Bupati Mojokerto MKP yang kini tengah tersandung kasus korupsi. Selain itu, terdapat dua nama yakni Faizal Arif dan Suripto. Keduanya diketahui merupakan orang dekat MKP.
Hanya saja, Hidayat mengaku belum bisa menyampaikan apakah tiga orang tersebut turut serta berperan dalam kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Pengairan (PUPR) ini sebagai tersangka. Didik menyatakan masih akan menunggu fakta-fakta yang muncul di persidangan nantinya.
"Kita lihat di persidangan. Apakah yang bersangkutan (MKP, Suripto dan Faizal Arif) hanya sebatas menjadi saksi, atau ada kemungkinan bisa tambah, makanya kita lihat persidangan nanti. Saat ini tersangkanya masih satu," kata Hidayat.
Untuk diketahui, Kepala Disperindag Kabupaten Mojokerto Didik Pancaning Argo dijebloskan ke dalam sel tahanan. Dia diduga melakukan penyalahgunaan jabatan saat menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Kabupaten Mojokerto. Dengan modus normalisasi sungai, Didik mengintruksikan penambangan ilegal di Sungai Pikatan (Sungai Landai) di Desa Sumberagung, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto tahun 2016-2017.
Padahal, kewenangan normalisasi sungai tersebut merupakan milik Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Aksi protes warga terus menjamur kala itu. Warga menduga normalisasi sungai yang dilakukan Dinas PUPR Kabupaten Mojokerto hanyalah kedok belaka. Lantaran, ingin melakukan penambangan yakni mengambil bebatuan yang ada di sepanjang aliran sungai tersebut.
Warga pun akhirnya melaporkan aksi penambangan liar dengan dalih normalisasi itu ke Polda Jatim. Pada Desember 2019, Polda Jatim menetapkan Didik sebagai tersangka dalam kasus ini. Dia diduga telah melakukan penyalahgunaan jabatan sebagai Kadis PUPR Kabupaten Mojokerto. Akibat pertambangan ilegal tersebut, negara disebut merugi Rp1,030 miliar. Hal itu berdasarkan audit dari BKPP Jawa Timur.
Menyusul adanya pihak lain yang diduga turut serta dalam kasus illegal mining tersebut. Hal itu tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Didik Pancaning Argo, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Mojokerto yang telah menyandang status tersangka. Dalam keterangannya, Didik yang kini menghuni sel tahanan Polres Mojokerto, mengaku jika hasil penambangan ilegal dengan dalih normalisasi itu dikirim ke CV. Musika, yang notabene milik keluarga mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP). (Baca juga: Pemilik Sumber Rejeki Jadi Tersangka Illegal Mining di Sungai Boro )
"Atas perintah tersangka, batu tersebut dibawa ke perusahaan di Mojokerto. Dimana ada dua orang saksi yang bertugas mengirimkan batu hasil tambang itu. Saksi FA (Faizal Arif) itu menerima bayaran Rp500 jutaan, dan S (Suripto) menerima uang Rp400 jutaan," kata Kasi Pidsus Kejari Mojokerto, Rahmat Hidayat, Rabu (6/8/2020). (Baca juga: Galian C Ilegal Disidak Dewan, Pengusaha: Izin Sedang Ditempuh )
Diakui Hidayat, dalam BAP tersangka Didik, ada tiga nama yang disebut-sebut juga turut andil dalam kasus ilegal mining berkedok normalisasi sungai ini. Diantaranya mantan Bupati Mojokerto MKP yang kini tengah tersandung kasus korupsi. Selain itu, terdapat dua nama yakni Faizal Arif dan Suripto. Keduanya diketahui merupakan orang dekat MKP.
Hanya saja, Hidayat mengaku belum bisa menyampaikan apakah tiga orang tersebut turut serta berperan dalam kasus dugaan korupsi yang menyeret mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Pengairan (PUPR) ini sebagai tersangka. Didik menyatakan masih akan menunggu fakta-fakta yang muncul di persidangan nantinya.
"Kita lihat di persidangan. Apakah yang bersangkutan (MKP, Suripto dan Faizal Arif) hanya sebatas menjadi saksi, atau ada kemungkinan bisa tambah, makanya kita lihat persidangan nanti. Saat ini tersangkanya masih satu," kata Hidayat.
Untuk diketahui, Kepala Disperindag Kabupaten Mojokerto Didik Pancaning Argo dijebloskan ke dalam sel tahanan. Dia diduga melakukan penyalahgunaan jabatan saat menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Kabupaten Mojokerto. Dengan modus normalisasi sungai, Didik mengintruksikan penambangan ilegal di Sungai Pikatan (Sungai Landai) di Desa Sumberagung, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto tahun 2016-2017.
Padahal, kewenangan normalisasi sungai tersebut merupakan milik Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Aksi protes warga terus menjamur kala itu. Warga menduga normalisasi sungai yang dilakukan Dinas PUPR Kabupaten Mojokerto hanyalah kedok belaka. Lantaran, ingin melakukan penambangan yakni mengambil bebatuan yang ada di sepanjang aliran sungai tersebut.
Warga pun akhirnya melaporkan aksi penambangan liar dengan dalih normalisasi itu ke Polda Jatim. Pada Desember 2019, Polda Jatim menetapkan Didik sebagai tersangka dalam kasus ini. Dia diduga telah melakukan penyalahgunaan jabatan sebagai Kadis PUPR Kabupaten Mojokerto. Akibat pertambangan ilegal tersebut, negara disebut merugi Rp1,030 miliar. Hal itu berdasarkan audit dari BKPP Jawa Timur.
(nth)