Cerita Wanita Makassar Ditipu WN Iran: Batal Menikah, Uang Ratusan Juta Raib
loading...
A
A
A
Intens dimintai sejumlah uang sejak pertama kali menjalin hubungan asmara. Korbanpun menuntut janji Siavash untuk menikahnya. Namun harapan itu tak kunjung terwujud. Puncaknya pada Januari 2019, Siavash meminta izin pulang ke negara asalnya dan berjanji akan segera kembali, pada 12 Januari, tanggal kesepakatan untuk keduanya menikah.
Saat Siavash hendak berangkat ke Iran, Vivi memberi USD2.400 (Rp 35 juta kurs saat itu) kepada Siavash untuk membeli bibit dan bubuk safron, dan bekal Siavash kembali ke Indonesia. Selama di Iran, Siavash juga kerap meminta uang kepada Vivi.
"Jadi dia minta ditransfer, sekitar enam sampai tujuh kali saya transfer, ada buktinya semua. Cuma sistem pengiriman uang ke negara embargo Amerika itu tidak mudah untuk dibuktikan karena harus lewat pihak ketiga. Hampir Rp100 juta yang saya kasih dia," paparnya.
Usai dipenuhi segala permintaan, Siavash tak kunjung kembali ke Indonesia. Bahkan terus meminta uang, parahnya diakui Vivi ada nada mengancam.
"Katanya, kalau saya nggak ngasih duit, dia tidak mau pulang, tidak bisa pulang, kelaparan di situ, tidak bisa kerja, Iran krisis," tuturnya.
Vivi akhirnya sadar kalau terjebak dalam kejahatan terstruktur, setelah berkonsultasi dengan beberapa rekannya. Psikolog inipun mengambil langkah hukum. Laporan polisi pertama dilayangkan ke Mapolrestabes Makassar pada 27 September 2019.
"Karena berbulan-bulan saya menunggu, nomer saya diblokir (Siavash). Saya dapat informasi ada korban-korban lain, dan ternyata Siavash ini tidak di Iran, tapi ada di Jakarta. Sudah lapor ke Polrestabes tapi tidak ada perkembangan. Sampai Januari 2020 kasusnya dilimpahkan ke Polda Sulsel, sekarang sudah naik tahap penyidikan," tegasnya.
Vivi berharap, agar kasus yang telah dilaporkannya ini segera dilanjutkan, apalagi sudah di tahap penyidikan dan pelaku atau terlapor segera ditetapkan sebagai tersangka hingga sampai di proses pengadilan.
“Agar penegakan hukum ini dapat menimbulkan efek jera dan mencegah adanya korban-korban berikutnya,” pungkasnya.
Saat Siavash hendak berangkat ke Iran, Vivi memberi USD2.400 (Rp 35 juta kurs saat itu) kepada Siavash untuk membeli bibit dan bubuk safron, dan bekal Siavash kembali ke Indonesia. Selama di Iran, Siavash juga kerap meminta uang kepada Vivi.
"Jadi dia minta ditransfer, sekitar enam sampai tujuh kali saya transfer, ada buktinya semua. Cuma sistem pengiriman uang ke negara embargo Amerika itu tidak mudah untuk dibuktikan karena harus lewat pihak ketiga. Hampir Rp100 juta yang saya kasih dia," paparnya.
Usai dipenuhi segala permintaan, Siavash tak kunjung kembali ke Indonesia. Bahkan terus meminta uang, parahnya diakui Vivi ada nada mengancam.
"Katanya, kalau saya nggak ngasih duit, dia tidak mau pulang, tidak bisa pulang, kelaparan di situ, tidak bisa kerja, Iran krisis," tuturnya.
Vivi akhirnya sadar kalau terjebak dalam kejahatan terstruktur, setelah berkonsultasi dengan beberapa rekannya. Psikolog inipun mengambil langkah hukum. Laporan polisi pertama dilayangkan ke Mapolrestabes Makassar pada 27 September 2019.
"Karena berbulan-bulan saya menunggu, nomer saya diblokir (Siavash). Saya dapat informasi ada korban-korban lain, dan ternyata Siavash ini tidak di Iran, tapi ada di Jakarta. Sudah lapor ke Polrestabes tapi tidak ada perkembangan. Sampai Januari 2020 kasusnya dilimpahkan ke Polda Sulsel, sekarang sudah naik tahap penyidikan," tegasnya.
Vivi berharap, agar kasus yang telah dilaporkannya ini segera dilanjutkan, apalagi sudah di tahap penyidikan dan pelaku atau terlapor segera ditetapkan sebagai tersangka hingga sampai di proses pengadilan.
“Agar penegakan hukum ini dapat menimbulkan efek jera dan mencegah adanya korban-korban berikutnya,” pungkasnya.