Cerita Wanita Makassar Ditipu WN Iran: Batal Menikah, Uang Ratusan Juta Raib
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Seorang wanita asal Kota Makassar bernama Vivi Haryono (51) mengaku menjadi korban penipuan oleh sejumlah warga negara asing (WNA) asal Iran yang diduga merupakan sindikat penipuan dengan modus drama percintaan. Kelompok penjahat itu terdiri dari beberapa orang, satu di antaranya adalah wanita.
Vivi yang juga merupakan pengusaha di kota daeng itu mengaku mengalami kerugian kurang lebih Rp150 juta. Duit tersebut kata korban dinikmati oleh lelaki bernama Mohammad Almasi alias Siavash, dan disinyalir melibatkan teman sesama WNAnya yakni Baback Kazeri dan wanita bernama Sharareh.
"Memang mereka ini sindikat, Siavash itu mantan pacar saya. Ternyata belakangan saya tahu kalau dia pacaran sama Sharareh. Kalau Baback ini yang kendalikan kelompok WNA Iran, dia penerjemahnya ini Siavash. Ada lagi satu orang namanya Jalal itu yang kenalkan saya ke orang-orang ini," kata Vivi kepada sejumlah wartawan di sebuah restoran di Makassar, Rabu (5/8/2020).
Vivi mengisahkan drama dugaan kejahatan terstruktur ini dialaminya ketika Jalal membawa Baback yang datang bersama Siavash meminta untuk dibaptis, agar bisa menikahi Sharareh, pasangan kekasih yang diakui Siavash dikenalnya melalui daring atau online, pada Agustus 2018 lalu di Makassar.
"Ternyata setelah itu mereka (Siavash dan Sharareh) putus, lalu Siavas tiba-tiba dekati saya, sampai saya pacaran, akhir Oktober 2018 itu. Saya terjebak cintanya. Sampai saya rela kasih uang, tempat tinggal sementara di sini (Makassar) tapi di rumah itu ada dua adik saya, sama satu karyawan saya juga," jelasnya.
Dia melanjutkan saat menyediakan rumah untuk Siavash. Selama pacaran diakui korban kerap memberikan kebutuhan sampai memenuhi fasilitas hidup Siavash.
"Awalnya saya tidak curiga karena setiap hari dikasih siraman rohani, karena kan sudah dibaptis. Tapi ternyata ada niat buruknya, menipu," imbuhnya.
Selain Siavash, korban juga sempat membiayai rekan mantan pacarnya yakni Baback seperti biaya pengobatan anaknya di Iran, sampai transportasi pemeriksaan kesehatan anaknya di Jakarta. Jumlahnya ditaksir mencapai Rp40 juta.
Intens dimintai sejumlah uang sejak pertama kali menjalin hubungan asmara. Korbanpun menuntut janji Siavash untuk menikahnya. Namun harapan itu tak kunjung terwujud. Puncaknya pada Januari 2019, Siavash meminta izin pulang ke negara asalnya dan berjanji akan segera kembali, pada 12 Januari, tanggal kesepakatan untuk keduanya menikah.
Saat Siavash hendak berangkat ke Iran, Vivi memberi USD2.400 (Rp 35 juta kurs saat itu) kepada Siavash untuk membeli bibit dan bubuk safron, dan bekal Siavash kembali ke Indonesia. Selama di Iran, Siavash juga kerap meminta uang kepada Vivi.
"Jadi dia minta ditransfer, sekitar enam sampai tujuh kali saya transfer, ada buktinya semua. Cuma sistem pengiriman uang ke negara embargo Amerika itu tidak mudah untuk dibuktikan karena harus lewat pihak ketiga. Hampir Rp100 juta yang saya kasih dia," paparnya.
Usai dipenuhi segala permintaan, Siavash tak kunjung kembali ke Indonesia. Bahkan terus meminta uang, parahnya diakui Vivi ada nada mengancam.
"Katanya, kalau saya nggak ngasih duit, dia tidak mau pulang, tidak bisa pulang, kelaparan di situ, tidak bisa kerja, Iran krisis," tuturnya.
Vivi akhirnya sadar kalau terjebak dalam kejahatan terstruktur, setelah berkonsultasi dengan beberapa rekannya. Psikolog inipun mengambil langkah hukum. Laporan polisi pertama dilayangkan ke Mapolrestabes Makassar pada 27 September 2019.
"Karena berbulan-bulan saya menunggu, nomer saya diblokir (Siavash). Saya dapat informasi ada korban-korban lain, dan ternyata Siavash ini tidak di Iran, tapi ada di Jakarta. Sudah lapor ke Polrestabes tapi tidak ada perkembangan. Sampai Januari 2020 kasusnya dilimpahkan ke Polda Sulsel, sekarang sudah naik tahap penyidikan," tegasnya.
Vivi berharap, agar kasus yang telah dilaporkannya ini segera dilanjutkan, apalagi sudah di tahap penyidikan dan pelaku atau terlapor segera ditetapkan sebagai tersangka hingga sampai di proses pengadilan.
“Agar penegakan hukum ini dapat menimbulkan efek jera dan mencegah adanya korban-korban berikutnya,” pungkasnya.
Vivi yang juga merupakan pengusaha di kota daeng itu mengaku mengalami kerugian kurang lebih Rp150 juta. Duit tersebut kata korban dinikmati oleh lelaki bernama Mohammad Almasi alias Siavash, dan disinyalir melibatkan teman sesama WNAnya yakni Baback Kazeri dan wanita bernama Sharareh.
"Memang mereka ini sindikat, Siavash itu mantan pacar saya. Ternyata belakangan saya tahu kalau dia pacaran sama Sharareh. Kalau Baback ini yang kendalikan kelompok WNA Iran, dia penerjemahnya ini Siavash. Ada lagi satu orang namanya Jalal itu yang kenalkan saya ke orang-orang ini," kata Vivi kepada sejumlah wartawan di sebuah restoran di Makassar, Rabu (5/8/2020).
Vivi mengisahkan drama dugaan kejahatan terstruktur ini dialaminya ketika Jalal membawa Baback yang datang bersama Siavash meminta untuk dibaptis, agar bisa menikahi Sharareh, pasangan kekasih yang diakui Siavash dikenalnya melalui daring atau online, pada Agustus 2018 lalu di Makassar.
"Ternyata setelah itu mereka (Siavash dan Sharareh) putus, lalu Siavas tiba-tiba dekati saya, sampai saya pacaran, akhir Oktober 2018 itu. Saya terjebak cintanya. Sampai saya rela kasih uang, tempat tinggal sementara di sini (Makassar) tapi di rumah itu ada dua adik saya, sama satu karyawan saya juga," jelasnya.
Dia melanjutkan saat menyediakan rumah untuk Siavash. Selama pacaran diakui korban kerap memberikan kebutuhan sampai memenuhi fasilitas hidup Siavash.
"Awalnya saya tidak curiga karena setiap hari dikasih siraman rohani, karena kan sudah dibaptis. Tapi ternyata ada niat buruknya, menipu," imbuhnya.
Selain Siavash, korban juga sempat membiayai rekan mantan pacarnya yakni Baback seperti biaya pengobatan anaknya di Iran, sampai transportasi pemeriksaan kesehatan anaknya di Jakarta. Jumlahnya ditaksir mencapai Rp40 juta.
Intens dimintai sejumlah uang sejak pertama kali menjalin hubungan asmara. Korbanpun menuntut janji Siavash untuk menikahnya. Namun harapan itu tak kunjung terwujud. Puncaknya pada Januari 2019, Siavash meminta izin pulang ke negara asalnya dan berjanji akan segera kembali, pada 12 Januari, tanggal kesepakatan untuk keduanya menikah.
Saat Siavash hendak berangkat ke Iran, Vivi memberi USD2.400 (Rp 35 juta kurs saat itu) kepada Siavash untuk membeli bibit dan bubuk safron, dan bekal Siavash kembali ke Indonesia. Selama di Iran, Siavash juga kerap meminta uang kepada Vivi.
"Jadi dia minta ditransfer, sekitar enam sampai tujuh kali saya transfer, ada buktinya semua. Cuma sistem pengiriman uang ke negara embargo Amerika itu tidak mudah untuk dibuktikan karena harus lewat pihak ketiga. Hampir Rp100 juta yang saya kasih dia," paparnya.
Usai dipenuhi segala permintaan, Siavash tak kunjung kembali ke Indonesia. Bahkan terus meminta uang, parahnya diakui Vivi ada nada mengancam.
"Katanya, kalau saya nggak ngasih duit, dia tidak mau pulang, tidak bisa pulang, kelaparan di situ, tidak bisa kerja, Iran krisis," tuturnya.
Vivi akhirnya sadar kalau terjebak dalam kejahatan terstruktur, setelah berkonsultasi dengan beberapa rekannya. Psikolog inipun mengambil langkah hukum. Laporan polisi pertama dilayangkan ke Mapolrestabes Makassar pada 27 September 2019.
"Karena berbulan-bulan saya menunggu, nomer saya diblokir (Siavash). Saya dapat informasi ada korban-korban lain, dan ternyata Siavash ini tidak di Iran, tapi ada di Jakarta. Sudah lapor ke Polrestabes tapi tidak ada perkembangan. Sampai Januari 2020 kasusnya dilimpahkan ke Polda Sulsel, sekarang sudah naik tahap penyidikan," tegasnya.
Vivi berharap, agar kasus yang telah dilaporkannya ini segera dilanjutkan, apalagi sudah di tahap penyidikan dan pelaku atau terlapor segera ditetapkan sebagai tersangka hingga sampai di proses pengadilan.
“Agar penegakan hukum ini dapat menimbulkan efek jera dan mencegah adanya korban-korban berikutnya,” pungkasnya.
(luq)