Cerita di Balik Nikmatnya Secangkir Kopi Arabika Jampit
loading...
A
A
A
BONDOWOSO - Hitam tak selalu kotor, pahit tak harus sedih. Begitulah cerita tak berujung dari nikmatnya secangkir kopi . Biji-biji emas hitam itu saat ini bukan saja menjadi salah komoditas andalan Indonesia, tapi juga menjadi gaya hidup yang tak mengenal kelas.
(Baca juga: Memetik Kopi Arabika di Kaki Gunung Ijen Bondowoso )
Maklum saja, ternyata kenikmatan yang dihadirkan disetiap sudut ruang itu tidak "bim salabim" langsung saja jadi. Ada proses panjang dan ketulusan dari tangan-tangan para petani yang berada jauh dari gemerlapnya kota. Bukan di lahan datar yang mudah dilalui, para petani harus berjuang menaklukkan medan terjal perbukitan untuk menghasilkan kopi dengan kuwalitas beken.
Salah satunya yakni di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Daerah yang menobatkan diri sebagai Republik Kopi itu menjadi surganya para petani kopi . Meski terkenal dengan kawasan kering, beragam jenis kopi tumbuh subur menghijaukan perbukitan Gunung Ijen tersebut.
Alhasil, dengan ketinggian antara 1.100-1.500 meter di atas permukaan laut (mdpl), kopi yang diproduksi pun bukan kelas kaleng-kaleng. Bahkan bisa menembus pasar mancanegara, terutama kopi Arabika dari perkebunan kopi PT Perkebunan Nusantara XII yang memiliki cita rasa khas.
(Baca juga: Via Vallen Naiki 'Hulk' Sebelum Disembelih untuk Kurban )
Asisten Teknik Pengolahan (Astekpol) PT Perkebunan Nusantara XII Kalisat Jampit, Gunadi menuturkan, ada proses panjang yang harus dilalui untuk menghasilkan kopi Arabika yang memiliki kualitas premium. Dibutuhkan waktu selama empat tahun dari awal tanam bibit hingga siap produksi.
"Dari awal tanam ada Tanaman Tahun Akan Datang (TTAD), yaitu dengan membuat lubang tanam untuk tanaman tahun ini. Itu ada pemeliharaan tahun pertama, kedua dan ketiga," katanya.
Gunadi mengatakan, pada tahun ketiga itulah sebagian pohon kopi sudah ada yang mulai belajar buah, tapi baru belajar. Baru pada tahun keempat sudah mulai produksi. Jika pohon dan kondisi cuaca normal, pada bulan Mei sampai September sudah mulai panen.
(Baca juga: Memetik Kopi Arabika di Kaki Gunung Ijen Bondowoso )
Maklum saja, ternyata kenikmatan yang dihadirkan disetiap sudut ruang itu tidak "bim salabim" langsung saja jadi. Ada proses panjang dan ketulusan dari tangan-tangan para petani yang berada jauh dari gemerlapnya kota. Bukan di lahan datar yang mudah dilalui, para petani harus berjuang menaklukkan medan terjal perbukitan untuk menghasilkan kopi dengan kuwalitas beken.
Salah satunya yakni di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Daerah yang menobatkan diri sebagai Republik Kopi itu menjadi surganya para petani kopi . Meski terkenal dengan kawasan kering, beragam jenis kopi tumbuh subur menghijaukan perbukitan Gunung Ijen tersebut.
Alhasil, dengan ketinggian antara 1.100-1.500 meter di atas permukaan laut (mdpl), kopi yang diproduksi pun bukan kelas kaleng-kaleng. Bahkan bisa menembus pasar mancanegara, terutama kopi Arabika dari perkebunan kopi PT Perkebunan Nusantara XII yang memiliki cita rasa khas.
(Baca juga: Via Vallen Naiki 'Hulk' Sebelum Disembelih untuk Kurban )
Asisten Teknik Pengolahan (Astekpol) PT Perkebunan Nusantara XII Kalisat Jampit, Gunadi menuturkan, ada proses panjang yang harus dilalui untuk menghasilkan kopi Arabika yang memiliki kualitas premium. Dibutuhkan waktu selama empat tahun dari awal tanam bibit hingga siap produksi.
"Dari awal tanam ada Tanaman Tahun Akan Datang (TTAD), yaitu dengan membuat lubang tanam untuk tanaman tahun ini. Itu ada pemeliharaan tahun pertama, kedua dan ketiga," katanya.
Gunadi mengatakan, pada tahun ketiga itulah sebagian pohon kopi sudah ada yang mulai belajar buah, tapi baru belajar. Baru pada tahun keempat sudah mulai produksi. Jika pohon dan kondisi cuaca normal, pada bulan Mei sampai September sudah mulai panen.