Bangun Koneksi Jalur Sumatera untuk Indonesia Maju
loading...
A
A
A
Perencanaan Tata Ruang
Pengamat Transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Sony Sulaksono mengatakan, ketersediaan infrastruktur jalan tol adalah solusi untuk menekan tingginya harga barang, akibat besarnya komponen biaya transportasi.
Di Indonesia, komponen biaya transportasi terhadap harga produk cukup mendominasi. Apalagi untuk barang antar pulau. Saat ini, komponen transportasi atas harga barang pengaruhnya mencapai 50 hingga 60%. Padahal, idealnya maksimum 30%. Akibatnya, harga jual barang cenderung mahal.
"Jalan Tol Trans Sumatera ini akan menekan biaya transportasi atas barang atau produk lainnya. Namun dengan beberapa catatan. Diantaranya tarif tol yang sesuai dan terkoneksi dengan simpul-simpul industri, logistik, pusat pemasaran, sentra pertanian di Sumatera," kata Sony.
JTTS, kata dia, akan efektif dan termanfaatkan maksimal apabila dimulai dengan perencanaan tata ruang yang matang. Artinya, pemerintah daerah harus melakukan penyesuaian tata ruang, membangun pusat industri atau bisnis tak jauh dari pintu tol.
"Mumpung industri di Sumatera belum banyak, belum besar, jalan tol harus diintegrasikan dengan kawasan industri atau pemasaran. Karena kalau hanya membangun jalan tol saja, tanpa ada penyesuaian tata ruang, tidak akan efektif," jelas dia.
Berbeda dengan kondisi di pulau Jawa, tata ruang telah terbangun. Sehingga pembangunan tol lebih mempertimbangkan ketersediaan lahan. Akibatnya, ada beberapa tol yang kurang diminati.
Menurut Sony, pembangunan tol yang terhubung dengan pusat bisnis, dipastikan akan memberi daya dorong terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena, menurut dia, salah satu hambatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah biaya transportasi yang mahal.
Selain solusi tata ruang, pembangunan tol Sumatera juga mestinya dibangun berdasarkan sinergi kuat antara investor, operator, dan pemerintah daerah. Sinergi ini penting agar tol yang telah dibangun memberi manfaat luas bagi semua kalangan. Skema ini juga penting untuk menekan tarif tol.
Dia mencontohkan, tarif tol dari Jakarta ke Surabaya dianggap masih cukup membebani. Dia mencontohkan, perjalanan satu truk bisa menghabiskan uang lebih dari Rp1 juta. Idealnya biaya tol untuk rute tersebut tak lebih dari Rp600.000. Sehingga tidak sedikit angkutan barang memilih menggunakan jalan arteri.
Namun, kata dia, mahalnya tarif tol tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada investor. Karena, biaya investasi pembangunan tol sangat mahal. Terlebih, pembangunan JTTS menghadapi tantangan kondisi kontur tanah basah dan ekstrem. Di sisi lain, investor membutuhkan pengembalian keuntungan secepatnya.
Pengamat Transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Sony Sulaksono mengatakan, ketersediaan infrastruktur jalan tol adalah solusi untuk menekan tingginya harga barang, akibat besarnya komponen biaya transportasi.
Di Indonesia, komponen biaya transportasi terhadap harga produk cukup mendominasi. Apalagi untuk barang antar pulau. Saat ini, komponen transportasi atas harga barang pengaruhnya mencapai 50 hingga 60%. Padahal, idealnya maksimum 30%. Akibatnya, harga jual barang cenderung mahal.
"Jalan Tol Trans Sumatera ini akan menekan biaya transportasi atas barang atau produk lainnya. Namun dengan beberapa catatan. Diantaranya tarif tol yang sesuai dan terkoneksi dengan simpul-simpul industri, logistik, pusat pemasaran, sentra pertanian di Sumatera," kata Sony.
JTTS, kata dia, akan efektif dan termanfaatkan maksimal apabila dimulai dengan perencanaan tata ruang yang matang. Artinya, pemerintah daerah harus melakukan penyesuaian tata ruang, membangun pusat industri atau bisnis tak jauh dari pintu tol.
"Mumpung industri di Sumatera belum banyak, belum besar, jalan tol harus diintegrasikan dengan kawasan industri atau pemasaran. Karena kalau hanya membangun jalan tol saja, tanpa ada penyesuaian tata ruang, tidak akan efektif," jelas dia.
Berbeda dengan kondisi di pulau Jawa, tata ruang telah terbangun. Sehingga pembangunan tol lebih mempertimbangkan ketersediaan lahan. Akibatnya, ada beberapa tol yang kurang diminati.
Menurut Sony, pembangunan tol yang terhubung dengan pusat bisnis, dipastikan akan memberi daya dorong terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena, menurut dia, salah satu hambatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah biaya transportasi yang mahal.
Selain solusi tata ruang, pembangunan tol Sumatera juga mestinya dibangun berdasarkan sinergi kuat antara investor, operator, dan pemerintah daerah. Sinergi ini penting agar tol yang telah dibangun memberi manfaat luas bagi semua kalangan. Skema ini juga penting untuk menekan tarif tol.
Dia mencontohkan, tarif tol dari Jakarta ke Surabaya dianggap masih cukup membebani. Dia mencontohkan, perjalanan satu truk bisa menghabiskan uang lebih dari Rp1 juta. Idealnya biaya tol untuk rute tersebut tak lebih dari Rp600.000. Sehingga tidak sedikit angkutan barang memilih menggunakan jalan arteri.
Namun, kata dia, mahalnya tarif tol tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada investor. Karena, biaya investasi pembangunan tol sangat mahal. Terlebih, pembangunan JTTS menghadapi tantangan kondisi kontur tanah basah dan ekstrem. Di sisi lain, investor membutuhkan pengembalian keuntungan secepatnya.