Tersangka KDRT di Serpong Pernah Terjerat Kasus Narkoba, Buka-bukaan soal Barang Bukti
loading...

Budyanto Djauhari, tersangka kasus KDRT istri hamil 4 bulan di Perumahan Serpong Park, Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dihadirkan dalam konferensi pers setelah ditangkap di Bandung, Jawa Barat, Selasa (18/7/2023). FOTO/MPI/IRFAN MAULANA
A
A
A
TANGERANG - Tersangka Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( KDRT ) di Perumahan Serpong Park Cluster Diamond, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Budyanto Djauhari (38), buka-bukaan soal kasus narkoba yang pernah menjeratnya. Tersangka bernama alias kokoh AD Djau Bie Than ini pernah diringkus gara-gara kasus narkoba pada 2021.
Dari catatan MNC Portal Indonesia (MPI), Polres Metro Tangerang Kota pernah merilis kasus Budyanto pada Sabtu, 26 Juni 2021. Dia ditangkap polisi di kediamannya, Perumahan Green Lake City, Kecamatan Cipondoh.
"Benar saya pernah ditahan, tapi tidak seperti di media sampaikan. Yang di media itu salah total (barang bukti). Saya bukan kasus narkoba, bukan bandar narkoba. Saya disangkakan Pasal 131, yaitu mengetahui tidak melaporkan," katanya, Selasa (18/7/2023).
Saat itu, polisi mengamankan barang bukti 2.342 butir pil ekstasi yang disimpan di rumah kosong kawasan Pinang, Kota Tangerang. Polisi menjerat Budyanto dengan Pasal 114 ayat (2) Subs Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahuan 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukumannya pidana mati, seumur hidup atau paling singkat 6 Tahun, dan paling lama 20 tahun penjara.
Menurut Budyanto, barang haram itu bukan miliknya tapi temannya. Dia ikut terseret dalam kasus tersebut karena mengetahui adanya peredaran pil ekstasi tapi tidak melaporkan ke polisi.
"Saya diambil (diringkus) di Green Lake. Barbuk (Barang Bukti) di Pinang. Karena barbuk bukan milik saya tapi milik orang yang saya kenal tapi saya tidak melapor. Untuk itu saya dijerat Pasal 131 dengan tuntutan 10 bulan, vonis 7 bulan," ujarnya.
MPI kemudian menelusuri perkaranya yang sudah inkrah di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Pada nomor perkara 1744/Pid.Sus/2021/PN Tng, Budyanto hanya dijatuhi hukuman 7 bulan penjara.
Ketua majelis hakim, Ismail Hidayat menyatakan Budyanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “tidak melaporkan adanya tindak pidana Narkotika”.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan," bunyi keterangan yang dikutip dari situs PN Tangerang, Selasa (17/7/2023).
Namun, dalam perkara itu terdapat kejanggalan. Barang bukti pil ekstasi yang diamankan polisi berkurang drastis. Berikut daftar barang bukti yang diamankan berdasarkan situs PN Tangerang:
— 1 buah paper bag di dalamnya terdapat 1 (satu) buah kotak kertas
— 7 kapsul warna kuning hijau masing-masing yang berisikan narkotika jenis MDMA (ekstasi) dengan berat netto seluruhnya 3,4069 gram
— 36 kapsul warna kuning hijau masing-masing yang berisikan narkotika jenis MDMA (ekstasi) dan cafferine dengan berat netto seluruhnya 17,2908 gram
— 1 unit handphone merek OPPO
Budyanto mengakui adanya penyusutan barang bukti ketika sampai di PN Tangerang. "Seingat saya di persidangan masih 2.000 lebih. 2.000 kapsul betul. 2.000an lebih," katanya.
Sebelumnya, Kepala Humas PN Tangerang Arief Budi Cahyono membenarkan Budyanto sempat diadili atas kasus tersebut. Terkait penyusutan barang bukti, Arief mengaku tidak mengetahuinya.
"Iya bapak (Budyanto disidangkan di PN Tangerang). Masalah itu (barang bukti berkurang) kita nggak tahu, kan itu bukan kewenangan kita," ucapnya.
Arief menjelaskan, Budyanto dilaporkan bukan karena kepemilikan ribuan butir pil ekstasi. Namun, karena Budyanto tak melaporkan adanya peredaran narkotika.
"Terbuktinya tidak melaporkan adanya tindak pidana narkotika. Saya hanya menjelaskan hasil putusan, saya tidak dalam kapasitas menjelaskan jalannya persidangan karena itu wewenang majelis hakim. Barang buktinya 7 kapsul warna kuning metamfetamin dan 36 butir," jelasnya.
Jumlah barang bukti itu berbeda jauh dibandingkan dengan yang dirilis Polres Metro Tangerang Kota yakni sebanyak 2.342 butir pil ekstasi.
"Jadi, 7 kapsul warna hijau dan kuning hijau itu sama-sama metamfetamin, sama-sama narkotika golongan 1. Terdakwa di sini hanya terbukti melakukan tindak pidana tidak melapor adanya tindak pidana narkotika. Diputus 7 bulan, jadi tidak benar kalau ribuan butir, tidak benar," ucapnya.
Arief menuturkan putusan itu dibacakan pada 1 Desember 2021. Arief mengaku harus mengingat kembali perkara tersebut karena banyak perkara di PN Tangerang.
"Ini putusan tanggal 1 Desember 2021. Kalau perkara tidak ditanya tidak tahu juga saya, ini saja baru saya buka. Karena perkara ada banyak ribuan, bagaimana hafal satu per satu," jelasnya.
Untuk diketahui, dalam kasus KDRT, polisi awalnya tak menahan Budyanto meski berstatus sebagai tersangka. Sebab, Budyanto dijerat dengan Pasal 44 ayat 4 UU KDRT yang ancaman hukumannya hanya 4 bulan penjara.
Namun polisi meralat jeratan hukum yang disematkan kepada Budyanto setelah ramai diberitakan. Polres Kota Tangerang Selatan mengubahnya menjadi Pasal 44 ayat 1 UU KDRT. Dalam pasal itu Budyanto terancam lima tahun penjara. Kini, Budyanto telah ditahan dan dijerat dengan pasal Pasal 44 ayat 1 UU KDRT. Hasil pemeriksaan cek urin dia positif narkoba.
"Perlu rekan ketahui, tersangka ini (Budyanto) setelah kita lakukan cak urin postif narkoba metamfetamin (sabu). Mungkin tersangka saat melakukan penganiayaan sedang terpengaruh narkoba," kata Kapolres Tangsel AKBP Faisal Febrianto.
Saat ini korban KDRT berinisial TM tengah dirawat intensif di RS Kramat Jati, Jakarta Timur. Dia mengalami trauma setelah dianiaya sampai babak belur. Sedangkan, kondisi kehamilannya dipastikan baik-baik saja.
Dari catatan MNC Portal Indonesia (MPI), Polres Metro Tangerang Kota pernah merilis kasus Budyanto pada Sabtu, 26 Juni 2021. Dia ditangkap polisi di kediamannya, Perumahan Green Lake City, Kecamatan Cipondoh.
"Benar saya pernah ditahan, tapi tidak seperti di media sampaikan. Yang di media itu salah total (barang bukti). Saya bukan kasus narkoba, bukan bandar narkoba. Saya disangkakan Pasal 131, yaitu mengetahui tidak melaporkan," katanya, Selasa (18/7/2023).
Saat itu, polisi mengamankan barang bukti 2.342 butir pil ekstasi yang disimpan di rumah kosong kawasan Pinang, Kota Tangerang. Polisi menjerat Budyanto dengan Pasal 114 ayat (2) Subs Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahuan 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukumannya pidana mati, seumur hidup atau paling singkat 6 Tahun, dan paling lama 20 tahun penjara.
Menurut Budyanto, barang haram itu bukan miliknya tapi temannya. Dia ikut terseret dalam kasus tersebut karena mengetahui adanya peredaran pil ekstasi tapi tidak melaporkan ke polisi.
"Saya diambil (diringkus) di Green Lake. Barbuk (Barang Bukti) di Pinang. Karena barbuk bukan milik saya tapi milik orang yang saya kenal tapi saya tidak melapor. Untuk itu saya dijerat Pasal 131 dengan tuntutan 10 bulan, vonis 7 bulan," ujarnya.
MPI kemudian menelusuri perkaranya yang sudah inkrah di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Pada nomor perkara 1744/Pid.Sus/2021/PN Tng, Budyanto hanya dijatuhi hukuman 7 bulan penjara.
Ketua majelis hakim, Ismail Hidayat menyatakan Budyanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “tidak melaporkan adanya tindak pidana Narkotika”.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan," bunyi keterangan yang dikutip dari situs PN Tangerang, Selasa (17/7/2023).
Namun, dalam perkara itu terdapat kejanggalan. Barang bukti pil ekstasi yang diamankan polisi berkurang drastis. Berikut daftar barang bukti yang diamankan berdasarkan situs PN Tangerang:
— 1 buah paper bag di dalamnya terdapat 1 (satu) buah kotak kertas
— 7 kapsul warna kuning hijau masing-masing yang berisikan narkotika jenis MDMA (ekstasi) dengan berat netto seluruhnya 3,4069 gram
— 36 kapsul warna kuning hijau masing-masing yang berisikan narkotika jenis MDMA (ekstasi) dan cafferine dengan berat netto seluruhnya 17,2908 gram
— 1 unit handphone merek OPPO
Budyanto mengakui adanya penyusutan barang bukti ketika sampai di PN Tangerang. "Seingat saya di persidangan masih 2.000 lebih. 2.000 kapsul betul. 2.000an lebih," katanya.
Sebelumnya, Kepala Humas PN Tangerang Arief Budi Cahyono membenarkan Budyanto sempat diadili atas kasus tersebut. Terkait penyusutan barang bukti, Arief mengaku tidak mengetahuinya.
"Iya bapak (Budyanto disidangkan di PN Tangerang). Masalah itu (barang bukti berkurang) kita nggak tahu, kan itu bukan kewenangan kita," ucapnya.
Arief menjelaskan, Budyanto dilaporkan bukan karena kepemilikan ribuan butir pil ekstasi. Namun, karena Budyanto tak melaporkan adanya peredaran narkotika.
"Terbuktinya tidak melaporkan adanya tindak pidana narkotika. Saya hanya menjelaskan hasil putusan, saya tidak dalam kapasitas menjelaskan jalannya persidangan karena itu wewenang majelis hakim. Barang buktinya 7 kapsul warna kuning metamfetamin dan 36 butir," jelasnya.
Jumlah barang bukti itu berbeda jauh dibandingkan dengan yang dirilis Polres Metro Tangerang Kota yakni sebanyak 2.342 butir pil ekstasi.
"Jadi, 7 kapsul warna hijau dan kuning hijau itu sama-sama metamfetamin, sama-sama narkotika golongan 1. Terdakwa di sini hanya terbukti melakukan tindak pidana tidak melapor adanya tindak pidana narkotika. Diputus 7 bulan, jadi tidak benar kalau ribuan butir, tidak benar," ucapnya.
Arief menuturkan putusan itu dibacakan pada 1 Desember 2021. Arief mengaku harus mengingat kembali perkara tersebut karena banyak perkara di PN Tangerang.
"Ini putusan tanggal 1 Desember 2021. Kalau perkara tidak ditanya tidak tahu juga saya, ini saja baru saya buka. Karena perkara ada banyak ribuan, bagaimana hafal satu per satu," jelasnya.
Untuk diketahui, dalam kasus KDRT, polisi awalnya tak menahan Budyanto meski berstatus sebagai tersangka. Sebab, Budyanto dijerat dengan Pasal 44 ayat 4 UU KDRT yang ancaman hukumannya hanya 4 bulan penjara.
Namun polisi meralat jeratan hukum yang disematkan kepada Budyanto setelah ramai diberitakan. Polres Kota Tangerang Selatan mengubahnya menjadi Pasal 44 ayat 1 UU KDRT. Dalam pasal itu Budyanto terancam lima tahun penjara. Kini, Budyanto telah ditahan dan dijerat dengan pasal Pasal 44 ayat 1 UU KDRT. Hasil pemeriksaan cek urin dia positif narkoba.
"Perlu rekan ketahui, tersangka ini (Budyanto) setelah kita lakukan cak urin postif narkoba metamfetamin (sabu). Mungkin tersangka saat melakukan penganiayaan sedang terpengaruh narkoba," kata Kapolres Tangsel AKBP Faisal Febrianto.
Saat ini korban KDRT berinisial TM tengah dirawat intensif di RS Kramat Jati, Jakarta Timur. Dia mengalami trauma setelah dianiaya sampai babak belur. Sedangkan, kondisi kehamilannya dipastikan baik-baik saja.
(abd)