Wali Kota Blitar Santoso Dipolisikan Samanhudi Anwar
loading...
A
A
A
BLITAR - Wali Kota Blitar Santoso diadukan mantan Wali Kota Blitar Muh Samanhudi Anwar ke Polres Blitar Kota terkait dugaan penipuan dan penggelapan dana Rp 600 juta untuk pengurusan administrasi kampus Putra Sang Fajar. Saat ini Santoso juga merupakan calon Wali Kota Blitar 2020 yang diusung koalisi PDI Perjuangan dan Partai Gerindra.
"Pengaduan kami (ke Polres Blitar Kota) diduga melakukan penipuan dan penggelapan, "ujar Joko Trisno Mudiyanto selaku kuasa hukum Muh Samanhudi Anwar kepada wartawan Senin (27/7/2020). Pengaduan resmi dengan surat tanda terima pengaduan (STTP) nomor : STTP/185/VII/2020/JATIM/Polres Blitar Kota tersebut, berlangsung 14 Juli 2020.
(Baca juga: Polisi Bongkar Prostitusi Online Via MiChat di Kota Santri Tritus Julan )
Selain Santoso, kliennya kata Joko Trisno juga mengadukan Muhroji, warga Blitar yang juga mantan pengajar (dosen) di salah kampus di Kota Blitar. "Yang kita adukan saudara Santoso dan Muhroji, "kata Joko Trisno. Peristiwa dugaan penipuan dan penggelapan uang Rp 600 juta terjadi pada tahun 2016.
Saat itu Samanhudi Anwar yang dalam perjalanannya terjaring OTT KPK dalam kasus gratifikasi (2018), masih menjabat Wali Kota Blitar dan Santoso sebagai wakilnya. Samanhudi, kata Joko Trisno berniat menaikkan status Akademi Komunitas Putera Sang Fajar menjadi Universitas Putera Sang Fajar.
"Hal itu (pendirian Universitas Putera Sang Fajar) semata mata wujud terimakasih klien kami kepada masyarakat Kota Blitar, "terang Joko Trisno. Dalam realisasi rencana tersebut, menurut Joko Trisno, Santoso mempertemukan Samanhudi Anwar dengan Muhroji, yang dikenalkan Santoso sebagai orang yang mampu mengurus semua itu.
Kepada Samanhudi Anwar, Muhroji juga diperkenalkan Santoso sebagai orang yang memiliki jaringan luas di Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. "Pertemuan berlangsung di rumah dinas wali kota Blitar, "terang Joko Trisno.
(Baca juga: 100 Tempat Wisata di Jatim Kembali Beroperasi )
Singkat cerita, untuk mengubah Akademi Komunitas Putra Sang Fajar menjadi Universitas Putera Sang Fajar, Muhroji meminta dana Rp 800 juta dengan perjanjian uang akan dikembalikan jika upayanya gagal. Karena percaya dengan saran Santoso yang notabene wakilnya, terang Joko Trisno, kliennya (Samanhudi Anwar) kemudian melakukan pembayaran secara bertahap.
Di rumah dinas wali kota Blitar yang disaksikan langsung Santoso dan dua orang pejabat Pemkot Blitar lain, Samanhudi Anwar menyerahkan uang tunai Rp 600 juta. Uang ditransfer ke rekening BCA Muhroji yang selanjutnya kata Muhroji akan diserahkan ke pejabat di Dirjen Dikti Kemendikbud Jakarta.
Perjanjiannya, jika sukses sesuai rencana, kurangan Rp 200 juta akan diberikan. Namun jika gagal, uang Rp 600 juta harus dikembalikan. "Semua ada alat buktinya. Dan uang Rp 600 juta tersebut merupakan uang pribadi klien saya. Tidak ada kaitannya dengan APBD, "kata Joko Trisno.
Ternyata usaha mewujudkan Universitas Putera Sang Fajar di Kota Blitar tersebut gagal. Selain merasa malu dengan masyarakat Kota Blitar, menurut Joko Trisno, kliennya juga merasa tertipu. Karenanya meminta terlapor (Santoso dan Muhroji) mengembalikan uang Rp 600 juta.
Karena permintaan baik baik dengan jalan musyawarah tidak diindahkan, melalui dirinya selaku kuasa hukum, terang Joko Trisno, kliennya kemudian melayangkan somasi kepada Santoso. Somasi berlangsung pada bulan Mei dan Juni lalu. Sementara Muhroji yang informasinya juga menjadi dosen di salah satu kampus di Surabaya, juga tidak bisa dihubungi.
"Karena dua kali somasi juga tidak diindahkan, kami kemudian membuat aduan atau melaporkan secara resmi ke Polres Blitar Kota dengan dugaan penipuan dan penggelapan, "tegas Joko Trisno. Dalam persoalan ini Joko Trisno juga menegaskan, laporan terhadap Wali Kota Blitar Santoso murni persoalan hukum.
Laporan yang disampaikan kliennya yang saat ini masih berada di Lapas Kelas II B Blitar, tidak ada muatan politik, termasuk tidak ada sangkut pautnya dengan pencalonan terlapor (Santoso) sebagai calon Wali Kota Blitar 2020 dari PDI P. "Ini murni masalah hukum. Tidak ada muatan politik, "tambah Joko Trisno.
Kapolres Blitar Kota AKBP Leonard M Sinambela membenarkan adanya surat pengaduan tersebut ke Polres Blitar Kota. Ia mengatakan, surat pengaduan tersebut perlu ditindaklanjuti untuk membuktikan ada tidaknya unsur pidana. "Akan kita cek, buktinya mana. Kalau tindak pidana harus ada buktinya, "katanya singkat.
Sementara menanggapi pengaduan dirinya ke kepolisian tersebut, Wali Kota Blitar Santoso mengatakan tudingan tersebut (dugaan penipuan) tidak benar. Bagi Santoso hal itu hanya upaya mencari sensasi politik yang tidak perlu ditanggapi.
"Tujuannya jelas membikin sensasi menjelang pilkada. Bagi saya nggak perlu ditanggapi, "ujarnya dalam pesan WA. Seperti diketahui, Santoso merupakan calon Wali Kota Blitar 2020 dari PDI P. Belum lama ini DPP PDI P menurunkan surat rekomendasi kepada Santoso yang berpasangan dengan Tjutjuk Sunario dari Partai Gerindra.
"Pengaduan kami (ke Polres Blitar Kota) diduga melakukan penipuan dan penggelapan, "ujar Joko Trisno Mudiyanto selaku kuasa hukum Muh Samanhudi Anwar kepada wartawan Senin (27/7/2020). Pengaduan resmi dengan surat tanda terima pengaduan (STTP) nomor : STTP/185/VII/2020/JATIM/Polres Blitar Kota tersebut, berlangsung 14 Juli 2020.
(Baca juga: Polisi Bongkar Prostitusi Online Via MiChat di Kota Santri Tritus Julan )
Selain Santoso, kliennya kata Joko Trisno juga mengadukan Muhroji, warga Blitar yang juga mantan pengajar (dosen) di salah kampus di Kota Blitar. "Yang kita adukan saudara Santoso dan Muhroji, "kata Joko Trisno. Peristiwa dugaan penipuan dan penggelapan uang Rp 600 juta terjadi pada tahun 2016.
Saat itu Samanhudi Anwar yang dalam perjalanannya terjaring OTT KPK dalam kasus gratifikasi (2018), masih menjabat Wali Kota Blitar dan Santoso sebagai wakilnya. Samanhudi, kata Joko Trisno berniat menaikkan status Akademi Komunitas Putera Sang Fajar menjadi Universitas Putera Sang Fajar.
"Hal itu (pendirian Universitas Putera Sang Fajar) semata mata wujud terimakasih klien kami kepada masyarakat Kota Blitar, "terang Joko Trisno. Dalam realisasi rencana tersebut, menurut Joko Trisno, Santoso mempertemukan Samanhudi Anwar dengan Muhroji, yang dikenalkan Santoso sebagai orang yang mampu mengurus semua itu.
Kepada Samanhudi Anwar, Muhroji juga diperkenalkan Santoso sebagai orang yang memiliki jaringan luas di Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. "Pertemuan berlangsung di rumah dinas wali kota Blitar, "terang Joko Trisno.
(Baca juga: 100 Tempat Wisata di Jatim Kembali Beroperasi )
Singkat cerita, untuk mengubah Akademi Komunitas Putra Sang Fajar menjadi Universitas Putera Sang Fajar, Muhroji meminta dana Rp 800 juta dengan perjanjian uang akan dikembalikan jika upayanya gagal. Karena percaya dengan saran Santoso yang notabene wakilnya, terang Joko Trisno, kliennya (Samanhudi Anwar) kemudian melakukan pembayaran secara bertahap.
Di rumah dinas wali kota Blitar yang disaksikan langsung Santoso dan dua orang pejabat Pemkot Blitar lain, Samanhudi Anwar menyerahkan uang tunai Rp 600 juta. Uang ditransfer ke rekening BCA Muhroji yang selanjutnya kata Muhroji akan diserahkan ke pejabat di Dirjen Dikti Kemendikbud Jakarta.
Perjanjiannya, jika sukses sesuai rencana, kurangan Rp 200 juta akan diberikan. Namun jika gagal, uang Rp 600 juta harus dikembalikan. "Semua ada alat buktinya. Dan uang Rp 600 juta tersebut merupakan uang pribadi klien saya. Tidak ada kaitannya dengan APBD, "kata Joko Trisno.
Ternyata usaha mewujudkan Universitas Putera Sang Fajar di Kota Blitar tersebut gagal. Selain merasa malu dengan masyarakat Kota Blitar, menurut Joko Trisno, kliennya juga merasa tertipu. Karenanya meminta terlapor (Santoso dan Muhroji) mengembalikan uang Rp 600 juta.
Karena permintaan baik baik dengan jalan musyawarah tidak diindahkan, melalui dirinya selaku kuasa hukum, terang Joko Trisno, kliennya kemudian melayangkan somasi kepada Santoso. Somasi berlangsung pada bulan Mei dan Juni lalu. Sementara Muhroji yang informasinya juga menjadi dosen di salah satu kampus di Surabaya, juga tidak bisa dihubungi.
"Karena dua kali somasi juga tidak diindahkan, kami kemudian membuat aduan atau melaporkan secara resmi ke Polres Blitar Kota dengan dugaan penipuan dan penggelapan, "tegas Joko Trisno. Dalam persoalan ini Joko Trisno juga menegaskan, laporan terhadap Wali Kota Blitar Santoso murni persoalan hukum.
Laporan yang disampaikan kliennya yang saat ini masih berada di Lapas Kelas II B Blitar, tidak ada muatan politik, termasuk tidak ada sangkut pautnya dengan pencalonan terlapor (Santoso) sebagai calon Wali Kota Blitar 2020 dari PDI P. "Ini murni masalah hukum. Tidak ada muatan politik, "tambah Joko Trisno.
Kapolres Blitar Kota AKBP Leonard M Sinambela membenarkan adanya surat pengaduan tersebut ke Polres Blitar Kota. Ia mengatakan, surat pengaduan tersebut perlu ditindaklanjuti untuk membuktikan ada tidaknya unsur pidana. "Akan kita cek, buktinya mana. Kalau tindak pidana harus ada buktinya, "katanya singkat.
Sementara menanggapi pengaduan dirinya ke kepolisian tersebut, Wali Kota Blitar Santoso mengatakan tudingan tersebut (dugaan penipuan) tidak benar. Bagi Santoso hal itu hanya upaya mencari sensasi politik yang tidak perlu ditanggapi.
"Tujuannya jelas membikin sensasi menjelang pilkada. Bagi saya nggak perlu ditanggapi, "ujarnya dalam pesan WA. Seperti diketahui, Santoso merupakan calon Wali Kota Blitar 2020 dari PDI P. Belum lama ini DPP PDI P menurunkan surat rekomendasi kepada Santoso yang berpasangan dengan Tjutjuk Sunario dari Partai Gerindra.
(msd)