Kisah KH Zaenal Mustafa, Pilih Syahid daripada Beri Hormat kepada Kaisar Jepang

Senin, 19 Juni 2023 - 09:29 WIB
loading...
A A A
Kala itu, hanya KH. Zaenal Mustafa yang tetap melawan perintah tersebut. Bahkan, saat itu dia mengatakan kepada Kiai Rukhiyat, bahwa melakukan Seikeirei adalah tidakan musyrik yang tidak perlu diikuti dan ditakuti.

KH. Zaenal Mustifa berprinsip, lebih baik mati ketimbang menuruti perintah Jepang. Keyakinan seperti ini senantiasa ditanamkan kepada para santrinya, dan para pengikutnya. Dia juga menentang dan mengecam romusha, yakni kerja paksa yang dilakukan Jepang.

Perlawanan terhadap tentara Jepang, digelorakan KH. Zaenal Mustofa bersama para santrinya, karena mereka muak terhadap segala bentuk kedzaliman penjajah sejak masa penjajahan Belanda. KH Zaenal Mustafa merencanakan akan mengadakan perlawanan terhadap Jepang, pada tanggal 25 Pebruari 1944 (1 Maulud 1363 H).

Pada mulanya dia akan menculik para pembesar Jepang di Tasikmalaya, kemudian melakukan sabotase, memutuskan kawat-kawat telepon sehingga militer Jepang tidak dapat berkomunikasi, dan terakhir membebaskan tahanan-tahanan politik.

Untuk melaksanakan rencana ini, KH. Zaenal Mustafa meminta para santrinya mempersiapkan persenjataan berupa bambu runcing dan golok dari bambu, serta berlatih pencak silat.



Kiai karismatik tersebut, juga memberikan latihan spiritual seperti mengurangi makan, tidur, dan membaca wirid-wirid untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Persiapan para santri ini tercium Jepang. Segera mereka mengirim Camat Singaparna disertai 11 orang staf, dan dikawal oleh beberapa anggota polisi untuk melakukan penangkapan.

Upaya penangkapan yang dilakukan Jepang, terhadap KH. Zaenal Mustofa dan para santrinya ini gagal. Camat Singaparna dan rombongannya, justru ditawan di rumah KH. Zaenal Mustofa. Baru keesokan harinya mereka dilepas, dan senjatanya dirampas.

Pada siang harinya, datang empat opsir Jepang, dan memaksa KH. Zaenal Mustafa menghadap pemerintah Jepang di Tasikmalaya. Perintah tersebut ditolak tegas sehingga terjadilah keributan.

Dalam keributan tersebut, tiga opsir Jepang tewas dan satu orang dibiarkan hidup lalu disuruh pulang dengan membawa ultimatum. Dalam ultimatum itu, pemerintah Jepang dituntut untuk memerdekakan Pulau Jawa, terhitung mulai 25 Pebruari 1944.
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2813 seconds (0.1#10.140)